Selasa, 14 April 2009

Mengelola Arus Kas (Cashflow) Ala Investor





Untuk mengerti mengenai arus kas (cashflow), bayangkan ada sebuah silinder yang bagian bawahnya penuh dengan lubang. Lalu seseorang berusaha menuangkan air ke dalam silinder tersebut. Berapa banyakah air yang tumpah keluar? Seberapa cepat airnya habis? Melalui lubang manakah air keluar paling banyak?

Dalam analagi diatas, "silinder" adalah Anda. Sementara "air" adalah uang. Seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada Anda, katakanlah satu juta rupiah yang merupakan gaji Anda untuk bulan ini. Berapa besar jumlah yang akan Anda belanjakan? Seberapa cepat uang tersebut habis? Untuk keperluan apa sajakah Anda menggunakan uang tersebut?



Pada gambar ilustrasi diatas, semua uang yang masuk dengan lancarnya mengalir keluar. Ini bukanlah contoh arus kas yang baik. Sayangnya hal ini terjadi pada kebanyakan orang.

Seorang investor tidak akan membiarkan uang yang dia dapatkan habis begitu saja. Investor akan menggunakan sebagian dari pendapatannya untuk membeli asset. Sebagai imbalannya, setiap bulan asset akan memberikan pendapatan tambahan bagi investor.



Untuk awalnya, pendapatan yang diterima dari asset nilainya kecil, mungkin tidak ada artinya jika dibandingkan dengan angka pendapatan utamanya. Namun seorang investor percaya, bahwa dengan secara terus menerus menyisihkan uangnya untuk membeli asset, maka nilai asset miliknya akan semakin membesar. Dan sebagai imbalannya, asset akan menghasilkan pendapatan yang lebih besar lagi bagi investor.



Pada suatu saat, nilai pendapatan yang diterima dari asset jumlahnya akan sama atau melebihi nilai pendapatan utama. Dan pada saat hal ini terjadi, investor sudah tidak tergantung pada pekerjaan utamanya lagi. Investor boleh memilih, apakah dia ingin berhenti bekerja dan membiarkan asset-assetnya membiayai hidupnya? Atau dia tetap bekerja dan dapat berbelanja lebih banyak dari rekan-rekannya? http://www.keuangan-pribadi.com/mengelola-arus-kas-cashflow-ala-investor/

--
Menabung, Langkah Tepat Mencapai Kesejahteraan Finansial
Posted On : 03-08-2007
View : 1982 times

Mencapai kesejahteraan keuangan yang menjadi impian semua orang memerlukan proses yang dilakukan secara berkesinambungan. Tapi ada orang yang mendapatkan keberuntungan dengan memenangkan undian, contohnya undian 1 miliar yang diselenggarakan oleh sebuah bank bagi pemegang kartu kreditnya.

Mungkin ia bisa dibilang telah mencapai kesejahteraan tanpa sebuah proses yang berkesinambungan, tapi ingat yang beruntung seperti orang tadi tidaklah banyak. Anda sebagai masyarakat biasa harusnya memiliki padangan dan prilaku yang lebih bijak dalam mencapai apa yang Anda semua inginkan dimasa depan. Jadi langkah yang paling tepat yang seharusnya Anda lakukan adalah dengan menabung, yaitu dengan menunda kesenangan sesaat di masa sekarang.

Semasa orang tua kita dulu, bila seseorang mengatakan bahwa ia sanggup untuk membeli sesuatu, misalkan TV, berarti bahwa ia memiliki dana tunai untuk membelinya. Akan tetapi sekarang, sanggup membeli sesuatu hanyalah diperlukan dana sedikit berupa uang muka yang harus dikeluarkan. Semua ini bisa terjadi karena berbagai kredit yang ditawarkan oleh institusi keuangan baik berupa kartu kredit maupun pinjaman konsumsi lain dengan fasilitas tanpa agunan.

Saat ini bila Anda pergi kesebuah super mall yang menjual berbagai keperluan dari kebutuhan harian sampai barang-barang elektronik, maka Anda pasti akan mendapati berbagai kemudahan yang ditawarkan untuk memiliki barang-barang elektronik yang dijual disana dengan menggunakan kartu kredit tertentu dengan bunga minimal dan jangka waktu fleksibel.

TV yang Anda ingin seharga Rp.2,5 juta. Misalkan dengan hanya cicilan sebesar Rp.245 ribu selama satu tahun Anda dapat memiliki TV yang Anda inginkan. Total bunga yang harus Anda keluarkan adalah sebesar Rp.440 ribu. Setelah Anda membayar lunas hutang yang Anda miliki, nilai TV yang Anda miliki mungkin hanya tinggal Rp.1 juta.

Sebagai aturan umum, hal ini bisa diartikan bahwa, setiap rupiah dari pendapatan masa datang yang digunakan dimuka akan mengurangi nilai yang dapat dipergunakan untuk mendanai tujuan keuangan masa datang. Bukan hanya bunga yang harus dibayarkan, tapi nilai aset yang Anda miliki juga semakin menurun.

Berapa nilai kekayaan yang sesuai keadaan Anda saat ini?

Beberapa klien mencoba untuk mencari tau berapa sih nilai aset atau kekayaan yang sebaiknya kita miliki saat ini? Perhitungan nilai ini kami ambil dari sebuah buku yang sangat bagus dengan judul "The Millionaire Next Door" yang ditulis oleh Thomas J. Stanley dan William D. Danko.

Dalam buku ini kedua penulis, memberikan contoh kasus yang nyata untuk dapat mencapai kesejahteraan finansial. Di dalam buku tersebut ada sebuah formula yang dituliskan untuk mengukur berapa sebaiknya nilai kekayaan yang dimiliki saat ini. Kalimatnya seperti ini "A persons's expected wealth ougth to be 10% of your age multiplied by the annual household income".

Kami melihat formula ini masih bisa digunakan untuk kondisi Indonesia, walau nilai tukar 1 rupiah jauh lebih sedikit dari 1 dolar tapi biaya hidup regular di Indonesia juga jauh lebih murah.

Bila formula tadi diaplikasikan untuk Anto dengan usai saat ini 35 tahun dan pendapatan selama setahun sebesar Rp.80 juta, maka 3,5 x Rp 80 juta = Rp 280 juta. Jadi untuk saat ini bila nilai kekayaan Anto lebih besar dari nilai ini akan sangat baik. akumulasi yang dilakukan sudah baik selama ini. Tapi bila nilai kekayaan yang dimiliki Anto lebih kecil, ada baiknya bila Anto melihat kembali perencanaan yang dilakukan. satu-satunya jalan untuk dapat meningkatkan kekayaan yang seharusnya dimiliki adalah dengan menabung, menabung dan menabung.

Jangan tunda lagi, mulailah menabung sekarang

Tidak ada orang yang terlalu tua atau terlalu muda untuk memulai menabung, terutama dengan masa kehidupan kita yang bertambah panjang dengan semakin berkembang dan canggihnya ilmu kedokteran. Untuk itu lakukanlah sekarang, karena dengan menunda menabung akan berakibat menurunya terhadap pertumbuhan kekayaan yang Anda inginkan untuk dapat mencapai kesejahteraan.

Ok, sekarang sebagai contoh, Andi dengan usia saat ini 30 tahun dan berencana untuk menyisihkan sebesar Rp.500.000 setiap bulannya sampai usia pensiun 55 tahun dalam insvestasi yang memberikan tingkat bunga sebesar 9% pertahunnya. Begitu ini memasukan usia 55 tahun, Andi akan memiliki kekayaan kekayaan lebih dari Rp.560 juta. Akan tetapi bila ia memutuskan untuk menunda pelaksanaan menabung satu tahun saja dan memulainya saat usia 31 tahun, begitu ia berusia 55 tahun, ia hanya akan memperoleh sekitar Rp.506 juta.

Penundaan satu tahun dengan total dana penyisihan sebesar Rp 6 juta, akan berkibat berkurangnya dana masa depan sebesar hampir Rp 55 juta atau total kehilangan sebesar 9 kali dari total tabungan regular.

Memang menabung bukanlah satu-satu langkah untuk mencapai kesejahteraan keuangan, langkah bijak selanjutnya adalah dengan berinvestasi.

Jadikan menabung sebagai sebuah "habit"

Menabung merupakan hal yang sudah dikenal karena selama kita dibesarkan kita seringkali mendengar kata tersebut, dengan berbagi slogan seperti "ayo menabung". Tapi celakanya bagi kita, sebagian besar dari kita memiliki keterbatasan pengetahun seputar keuangan personal dan bujuk rayu iklan dalam menggunakan tabungan yang dimiliki membuat, sebagian besar dari kita tumbuh dan mencairkan dana yang kita tabung dari waktu-ke waktu untuk hal-hal sementara dan jangka pendek.

Ada baiknya bagi Anda bila ingin memulai perencanaan menabung secara regular adalah dengan membuat keseimbangan antara konsunsi dan menabung. Tapi begitu Anda menentukan jumlah yang dibutuhkan untuk ditabung, maka relaks dan nikmati uang yang Anda miliki. Jangan Anda terlalu irit yang mungkin bisa membuat Anda terlihat pelit dan tidak menikmati proses pencapain kesejateraan keuangan yang diinginkan.

Untuk menbuat proses menabung menjadi sebuah program berkesinambungan, Anda sebaiknya menpelajari diri Anda sendiri. Akan tetapi mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan terus mendengarkan dialog didalam hati Anda seputar keputusan keuangan yang harus Anda ambil.

Program menabung vs iklan

Memulai untuk menabung adalah keputusan bijak dan sulit. Mempertahankan kebiasaan menabung jauh lebih sulit lagi. Banyak orang yang sudah memulainya tapi dengan berjalannya waktu mereka sering kali mengambil dari tabungan yang telah mereka sisihkan setiap bulannya. Mereka beralasan untuk keperluan yang mendesak.

Keperluan mendesak memang tidak dapat ditunda, tapi ada satu langkah dalam proses perencanaan yang sebaiknya Anda lakukan sebelum memulai semua perencanaan lain adalah menyiapkan dana sebagai dana darurat. Dalam berbagai buku keuangan personal dianjurkan untuk memiliki dana antara 3-6 bulan biaya hidup bulanan untuk keperluan darurat yang disimpan dalam bentuk investasi yang mudah dicairkan. Tapi melihat keadaan Indonesia dimana ketidakpastian pekerjaan dan lainnya cukup tinggi maka kami menganjurkan agar Anda mengalokasikan dana sekitar 6-9 bulan biaya hidup bulanan. Jadi keperluan darurat dapat Anda ambil dari alokasi dana tersebut, jangan mengambil dari tabungan jangka panjang yang telah Anda sisihkan setiap bulannya.

Berbagai iklan juga mempengaruhi Anda dalam mengambil keputusan keuangan. Banyak iklan meyakinkan bahwa Anda adalah apa yang Anda pakai. Sehingga seringkali iklan yang terus-menerus mempengaruhi Anda dan mengubah keputusan Anda. Tabungan jangka panjang yang sudah Anda sisihkan setiap bulan akhirnya diambil untuk membeli keperluan atau keinginan saat ini.

Berbagai iklan juga memberikan penawaran kemudahan untuk memiliki barang-barang dengan berkredit. Bila Anda tidak mampu membayarnya secara tunai maka Anda dapat membelinya dengan kredit dan mencicil nilai yang kecil setiap bulannya. Sehingga dalam pikiran Anda selalu saja timbul pemikiran untuk membeli berbagai barang dengan kredit, kredit dan kredit saja.

Memang keputusan tersebut ada benarnya. Dan lagi uang yang Anda gunakan adalah uang Anda sendiri. Tapi ingat bila Anda membelanjakannya baik secara langsung saat ini atau dengan mencicil di kemudian hari, maka uang itu akan hilang. Anda hanya berkesempatan untuk menggunakannya satu kali. Oleh karena itu gunakan secara bijak. Menabunglah dan terus menabung untuk kehidupan yang lebih sejahtera di kemudian hari.

Strategi menabung untuk jangka panjang

Satu-satunya rahasi untuk dapat secara regular untuk menabung adalah belanja kurang dari apa yang Anda hasilkan; dan tabung sisanya dan kemudian investasikan secara terprogram. Bila Anda melakukannya untuk waktu yang cukup panjang, maka nilai tersebut akan tumbuh dan tercapailah tujuan yang diidam-idamkan.

Nah sekarang, bagaimana kita dapat memperoleh dana untuk dapat kita tabung setiap bulannya? satu-satunya jalan adalah dengan membuat catatan arus kas keluarga. Dengan catatan ini dapat memberikan masukan kepada Anda bagaimana Anda dan keluarga membelanjakan penghasilan Anda.

Dengan catatan ini Anda juga dapat menganalisa berbagai pengeluaran yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan. Sehingga dari nilai tersebut dapat meningkatkan tabungan regular bulanan Anda. Tapi bila Anda merasa sulit untuk menabung setiap bulannya, kami mencoba memberikan satu stratetgi sistematis yang dapat membantu Anda untuk menabung secara regular untuk jangka waktu yang panjang.

Menabung secara sistematis

Selama ini Anda melakukan menabung dengan menabung dari sisa belanja bulanan keluarga. Mungkin ada baiknya bila Anda merubah skenario menabung. Bila dipelajari Anda membayar orang lain terlebih dahulu bukannya diri Anda sendiri. Anda membayar tukang roti bila Anda membeli roti, Anda membayar tukang potong rambut langganan Anda apabila selesai menata rambut Anda. tapi pertanyaannya, kapan Anda membayar untuk diri Anda sendiri?

Jadi sudah sebaiknyalah Anda membayar untuk diri Anda sendiri sebelum Anda membayar untuk orang lain. Jangan menabung setelah Anda menggunakan pendapatan selama sebulan atau apa yang tersisa tapi Anda harus menyisihkannya dimuka.

Kami menganjurkan sebagai awal, Anda menabung 10% dari pendapatan regular bulanan. 10% dari pendapatan tidak akan merubah gaya hidup yang Anda jalani. Dengan 10% yang Anda sisihkan, Anda akan memelihara seekor angsa bertelur emas. Tapi dengan satu syarat mutlak yang harus dipegang, jangan pernah mengambil dari dana yang Anda sisihkan sebesar 10% setiap bulannya untuk masa depan.

Demikianlah ulasan singkat kali ini untuk menjadi bahan pemikiran pembaca sinar harapan yang setia dalam memulai tahun 2004 ini. Sukses selalu untuk Anda semua.n

Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis.

Wasit Terbaik Ada di Italia

Jakarta - Status wasit terbaik 2008 yang diraih Roberto Rosetti mengukuhkan dominasi wasit-wasit Italia dalam persaingan menjadi yang terbaik di dunia korps baju hitam.

Penghargaan wasit terbaik diberikan oleh International Federation of Football History and Statistics (IFFHS) sejak tahun 1987. Sebanyak tujuh dari 21 edisi penghargaan tersebut jatuh ke tangan wasit Italia.

Satu nama yang mendominasi penghargaan tersebut adalah wasit kenamaan Pierluigi Collina. Si plontos yang sudah pensiun itu tercatat enam kali dikukuhkan sebagai yang terbaik di jajaran korps baju hitam. Sementara gelar ketujuh disumbang oleh Roberto Rosetti.

Secara keseluruhan, dengan tujuh gelar Italia memimpin perolehan gelar wasit terbaik. Tempat kedua diisi oleh Jerman dan Hungaria, di mana masing-masing negara mengoleksi empat gelar.

Urusan mencatat raihan gelar berturut-turut pun menjadi milik Italia. Enam gelar yang direbut Collina, terjadi dalam kurun waktu antara 1998 hingga 2003. Sedang tempat kedua menjadi milik Sandor Puhl dari Hungaria dengan empat gelar berturut-turut (1994-97).

Di tengah sorotan tajam terhadap wasit-wasit Italia, prestasi yang dicetak Collina dan Rosetti bagaikan oase di tengah gurun pasir.

Daftar peraih penghargaan wasit terbaik

1-Romualdo Arppi Filho (Brazil)-1987
2-Michel Vautrot (Prancis)-1988
3-Michel Vautrot (Prancis)-1989
4-José Roberto Ramiz Wright (Brazil)-1990
5-Peter Mikkelsen (Denmark)-1991
6-Aron Schmidhuber (Jerman)-1992
7-Peter Mikkelse (Denmark)-1993
8-Sandor Puhl (Hungaria)-1994
9-Sandor Puhl (Hungaria)-1995
10-Sandor Puhl (Hungaria)-1996
11-Sandor Puhl (Hungaria)-1997
12-Pierluigi Collina (Italia)-1998
13-Pierluigi Collina (Italia)-1999
14-Pierluigi Collina (Italia)-2000
15-Pierluigi Collina (Italia)-2001
16-Pierluigi Collina (Italia)-2002
17-Pierluigi Collina (Italia)-2003
18-Markus Merk (Jerman)-2004
19-Markus Merk (Jerman)-2005
20-Horacio Marcelo Elizondo (Argentina)-2006
21-Markus Merk (Jerman)-2007
22-Roberto Rosetti (Italia)-2008


---

I don't think of myself as a poor deprived ghetto girl who made good. I think of myself as somebody who from an early age knew I was responsible for myself, and I had to make good.

Oprah Winfrey
Television Personality and Producer

---

One day at a time - this is enough. Do not look back and grieve over the past, for it is gone: and do not be troubled about the future, for it has not yet come. Live in the present, and make it so beautiful that it will be worth remembering."

Ida Scott Taylor
1820-1915, Author

---

Whatever failures I have known, whatever errors I have committed, whatever follies I have witnessed in private and public life have been the consequence of action without thought."

Bernard M. Baruch
1870-1965, American Financier

--


Menunggu Citibank Menjemput Ajal
Bau kemenyan kematian tampaknya kian merebak disetiap sudut kantor pusat Citibank di New York. Kinerja bisnisnya kian berdarah-darah; membuat segenap raganya terpelanting di tepi jurang kematian yang memilukan. Ibarat seorang pasien, Citibank kini tengah berada di ruang ICU – menatap dirinya menggigil ketakutan dalam bayang-bayang sakaratul maut.

Tak heran jika minggu ini harga sahamnya roboh menjadi hanya US$ 1 dollar (!), terjun bebas dari harga US$ 50 sekitar dua tahun silam (itu artinya para pemegang saham Citibank telah kehilangan uangnya hingga 98%). Gedung pencakar langit Citibank yang merebak di seantero kota dunia, termasuk kota Jakarta, selalu berdiri dengan gagah dan sarat dengan aura kemegahan. Namun dibalik kemegahan itu, sesungguhnya tubuh mereka telah tercabik-cabik penuh luka (untuk tahun 2008 lalu saja, mereka menderita kerugian hingga 200 trilyun rupiah; jumlah yang cukup untuk membuat jalan tol memanjang dari Sabang hingga Merauke).

Ada dua pelajaran penting yang layak kita kenang dari kisah Citibank yang amat tragis nan memilukan ini. Yang pertama adalah ini : arsitektur keuangan global ternyata telah berubah menjadi sirkuit kasino global, tempat dimana para spekulan berjudi mempertaruhkan modal hingga ribuan trilyun rupiah. Produk-produk keuangan derivatif nan eksotik diciptakan hanya demi memuaskan hasrat spekulatif para “bandit-bandit keuangan global” yang haus akan keuntungan tanpa batas.

Tanpa regulasi antar negara yang terpadu dan ketat, sirkuit perjudian keuangan global itu pada akhirnya berubah menjadi “ajang pembantaian” bagi masyarakat kecil di segenap penjuru langit. Akibat ulah spekulan itu, harga minyak pernah melonjak tak terkira. Dan kini, ketika sirkuit kasino itu ambruk lantaran krisis kredit perumahan, imbasnya telah membuat kenestapaan bagi jutaan penduduk di muka bumi. Mulai dari buruh pabrik tekstil di kota Tangerang hingga petani pisang di kota Santiago, sejak dari pekerja di kota Shanghai hingga penjual kakilima di kota Lisabon.

“Global capitalism has destroyed my life…”, demikian jerit pilu seorang penjahit baju dipinggiran kota Mumbai dengan penuh kepedihan.

Pelajaran penting yang kedua adalah ini : kebodohan ternyata bukan hanya milik kaum tak berpengetahuan. Para kaum bankir berdasi yang gagah nan necis di pusat kota New York itu ternyata juga benar-benar bodoh. They are really damn stupid people. Mungkin kita jadi sadar, manajemen Citibank sebagai perusahaan kelas dunia itu ternyata juga penuh dengan kekonyolan.

Banyak penduduk di kota negara berkembang yang acap dihinggapi rasa minder ketika berhadapan dengan perusahaan multinasional, apalagi perusahan sekaliber Citibank. Kita selalu menganggap mereka memiliki manajemen kelas dunia yang pasti hebat dalam segala hal. Namun tragedi Citibank ini memberi bukti bahwa anggapan itu tak sepenuhnya benar. Kadang, mereka justru lebih konyol dan lebih bodoh dibanding kita.

Dulu ketika menjejakkan kaki di tengah keramaian kota Manhattan, saya menatap gedung kantor pusat Citibank dengan penuh rasa masygul. Di antara pendaran lampu-lampu malam yang menghiasi Times Square, saya melihat logo neon besar dengan sebuah kalimat indah berbunyi : Citibank - Citi that Never Sleeps.

Kini saya cuma bergumam, mungkin tagline itu sekarang mesti diganti menjadi : Citibank - Citi that Sleeps Forever…..

---

And the Award Goes to.

Does the idea of standing in front of a mirror and appreciating your positive qualities feel uncomfortable and stupid? It did to me-which was a sign that I really needed to try it.

I first learned this mirror exercise in 1990, when I took a week-long course from my mentor, Jack Canfield, on self-esteem. Jack assigned the exercise as homework every night, saying, "Make sure you do this behind a closed door so nobody walks by and thinks you're crazy." Each night my roommate and I took turns going into the bathroom, shutting the door, and whispering sweet nothings to our reflections: "You're kind." "You're loyal." "You have a loving heart."

The first night, I felt like a California New Age woo-woo nutcase, but soon I experienced a rush of sadness; I was such an expert at judging myself-why was it so hard to say nice things?

With practice, it gradually became easier to list reasons to love myself: "You're smart." "You go out of your way to help others." And so on. But the real power of this exercise came when I learned to express appreciation for myself for no reason-to look myself in the eye and simply love who I was, unconditionally.

If you're like most people, consciously recognizing the positive about yourself may feel conceited. After all, we're raised not to "toot our own horns." So we end up not giving ourselves credit or acknowledgment or even worse, beating ourselves up, which shuts down our hearts, contracts our energy, and decreases our happiness levels.

Doing the research for my book Happy for No Reason, I interviewed scores of scientists along with one hundred unconditionally happy people (I call them the Happy 100). One of the things I discovered is that truly happy people have a compassionate, encouraging, and validating att­­­­itude toward themselves. This isn't arrogance or self-centeredness; it's an appreciation and acceptance of who they are.

Learning to see the positive about yourself starts by changing your brain's habit of focusing on your negative experiences and instead inclining your mind toward joy.

So today, begin registering your happy experiences more deeply-- consciously look for them. You can make it a game you play with yourself. Have the intention to notice everything good that happens to you: anything you see, feel, taste, hear or smell that brings you joy, a "win" you experience, a breakthrough, an a-ha, or an expression of your creativity-the list goes on and on.

This intention triggers the reticular activating system (RAS), a group of cells at the base of your brain stem responsible for sorting through the massive amounts of incoming information and bringing anything important to your attention. Have you ever bought a car and then suddenly starting noticing the same make of car everywhere? It's the RAS at work. Now you can use it to be happier. When you decide to look for the positive, your RAS makes sure that's what you see.

Adelle, one of the Happy 100, told me about a unique method she has for registering the positive. As she goes about her day, she gives away awards in her mind: the best-behaved dog award, the most colorful landscape design at a fast food drive-through award, the most courteous driver award. This keeps her alert to the beauty and positivity that is all around her. Charmed by this idea, I tried it myself. I liked it so much, I've been giving out these "Happiness Oscars," as I call them, ever since.

Once you notice something positive, take a moment to savor it consciously. Take the good experience in deeply and feel it; make it more than just a mental observation. If possible, spend around 30 seconds, soaking up the happiness you feel. If you want to accelerate your progress, take time every day to write down a few of your wins, breakthroughs, and things you appreciate about others-and about yourself.

You'll know you've really mastered this when you can give yourself an Academy Award-for outstanding achievement in true happiness!

Marci Shimoff

I'm sorry for everything you've been through
It must've been very hard on you
I'm sorry for all that's been said and done
I was the moon, you were the sun
I'm sorry for not making everything right
But the situation I was in, was very tight
I'm sorry for not lending you a hand
If only I could be a better friend
I'm sorry if it seemed like I didn't care
Lucky for you, your special- someone was there
I'm sorry for breaking your heart
For forgiveness, where do I start?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar