Aroma lezatnya daging yang baru selesai dimasak dan harumnya anggur semerbak memenuhi ruangan di mana Daniel dan teman-temannya duduk bersantap. Pemuda-pemuda Israel lain yang duduk di sekitar mereka tampaknya sudah mulai menikmati lingkungan mereka yang baru ini. Daniel tidak dapat menyalahkan mereka. Sebab godaan untuk menikmati segala kemewahan yang disediakan itu memang sulit ditolak karena meskipun mereka berasal dari keturunan raja dan bangsawan, mereka adalah tawanan yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi.
Sementara itu Daniel cukup puas dengan memakan sayur-sayuran saja. Pada awalnya pemimpin pegawai istana yang ditugaskan mengurus mereka enggan memenuhi permintaan Daniel. Tetapi Daniel yang ketika itu masih remaja memberikan kepadanya alasan yang sangat meyakinkan, dengan menantangnya: “Adakanlah percobaan selama sepuluh hari; berikanlah kepada saya dan ketiga sahabat saya sayuran saja untuk dimakan. Setelah sepuluh hari, kalau kami kelihatan lemah daripada pemuda-pemuda yang lain, kami akan menyantap semua hidangan yang disediakan.” Daniel 1:12-13. Karena kehendak Tuhan, tantangan itupun diterima.
Daniel sendiri sebenarnya heran, mengapa pemimpin pegawai istana itu berbaik hati dan mau memenuhi permintaannya. Apalagi pegawai istana itu termasuk salah satu anggota pasukan tempur Babilonia yang ikut menaklukkan Yerusalem, mengalahkan bangsanya serta mengangkut Daniel dan teman-temannya sebagai tawanan ke Babilonia. Tak lama setelah itu, atas perintah raja, pemuda-pemuda Israel yang terbaik dan cerdas dibawa ke “sekolah” Babilonia ini, untuk dididik.
Ketika itu Daniel dan teman-temannya tetap berpegang pada iman dan pilihan mereka. Di hati mereka tetap berkobar hadirat Tuhan Yang Benar dan Esa dan tidak ada tempat bagi dewa-dewa Babilonia. Makanan yang disediakan memang menggugah selera, tetapi makanan-makanan itu bertentangan dengan kaidah kekudusan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Bagaimana mungkin ia membiarkan tubuhnya menerima makanan yang akan ‘meracuni’ tubuh dan roh ini?
Ketika tiba hari kesembilan dari percobaan sepuluh hari itu, Daniel merenungkan sikap yang telah diambilnya. Ia dikelilingi oleh perdebatan dan godaan. Di satu sisi, ia menyaksikan betapa hebatnya kebesaran dan kejayaan kekaisaran Babilonia. Di sisi lain, ia melihat teman-teman masa kecilnya meninggalkan ‘iman’ dan Tuhan mereka serta menggantikannya dengan kekayaan dan kesempatan yang ditawarkan penguasa Babilonia. Daniel mendapati dirinya terjebak antara godaan kenikmatan hidup dan fakta bahwa para pemuda Israel berkompromi dengan hal-hal yang tidak kudus di hadapan Tuhan demi memperoleh kenikmatan dan kemewahan.
Semakin dalam Daniel merenung, semakin sadarlah ia akan beberapa hal yang berubah akhir-akhir ini. Ia memang merasakan tekanan yang semakin memuncak di dalam dirinya. Dari lubuk hatinya, ia mendengar jeritan yang mengatakan: mengapa tidak? Jeritan itu datang dari lidah dan kedagingannya yang selalu rindu dan ingin mengecap makanan-makanan lezat yang disajikan untuk semua ‘tawanan’ itu. Seolah-olah Daniel dapat melihat serpihan cita-cita yang hancur di balik mata mereka. Dari dulu Daniel memang punya kemampuan ‘khusus’. Dan saat ini sepertinya Tuhan sedang mempertajam kemampuannya itu.
Mulutnya menggumam, mengucapkan doa dan ketika itu Daniel menyadari bahwa jeritan yang keluar dari batinnya itu berasal dari Tuhan yang penuh dengan belas kasihan kepada teman-temannya yang tampaknya telah meninggalkan harapan untuk bersatu kembali membangun Israel. Tetapi puji syukur, ia masih menemukan tiga orang temannya yang masih setia.
Ketika hari kesepuluh tiba, ia dan ketiga temannya tidak saja kelihatan lebih sehat dan lebih kuat daripada yang lain, tetapi pikiran mereka pun menjadi jauh lebih jernih dan cemerlang; pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terasa begitu mudah untuk dijawab dan setiap masalah yang diajukan menjadi begitu ringan untuk dipecahkan.
Sekalipun harus tinggal dalam suatu kebudayaan yang penuh dengan pemujaan kepada dewa-dewa, Daniel dan ketiga temannya tetap merasakan hadirat Tuhan.
Ketika senja mulai tiba, Daniel mempersiapkan pikiran dan hatinya pada hari esok. Apakah saya akan lulus? Apakah saya akan diijinkan untuk tetap mengikuti kaidah kekudusan makanan yang diperintahkan Tuhan? Atau, apakah saya akan dipaksa menyantap hidangan yang telah dipersembahkan kepada dewa-dewa itu? Setiap kali pikiran itu muncul, ia berdoa dan menyerahkannya kepada Tuhan.
Setiap hari, sampai larut malam Daniel terus giat belajar. Ketika hendak tidur, mengamati teman-teman lainnya sudah sangat kelelahan. Tuhan benar-benar memberikan kepada saya dan teman-teman kekuatan untuk melewati saat-saat pencobaan ini. Alkitab mencatat bahwa Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego memang baik-baik saja. Ketika dibandingkan dengan pemuda-pemuda lainnya, pegawai istana itu menemukan tidak seorang pun dapat menandingi kondisi fisik Daniel dan sahabat-sahabatnya itu. Mereka ternyata lebih sehat dan lebih bugar daripada yang lain. Karena itu, mereka diijinkan untuk meneruskan menu makan mereka yang menyenangkan hati Tuhan.
Selain itu, Daniel menjadi sangat terkenal di antara rekan-rekannya. Kemampuan ‘khusus’nya tidak tertandingi. Tuhan membuka pikirannya sehingga ia dapat memahami berbagai pengetahuan yang sulit bahkan kemampuannya untuk menafsirkan mimpi dan penglihatan, terus berkembang secara luar biasa. Semua orang tahu bahwa tangan Tuhan menyertai Daniel.
Sebenarnya kebulatan tekad Daniel untuk mempertahankan kekudusan dalam hal makanan sesuai Taurat tidak ada hubungannya dengan makanan yang dimakannya. Yang Daniel lakukan hanyalah menyerahkan seluruh hidupnya untuk memuliakan Tuhan melalui keyakinan dan pengabdiannya. Dengan menolak makan makanan yang tidak kudus, dan mengijinkan Tuhan bekerja dalam kehidupannya, Daniel mengabadikan suatu kehidupan yang tidak dapat disangkal kebenarannya. Daniel sadar bahwa yang membawa kemuliaan bagi Tuhan adalah kehidupan yang dijalaninya, bukan makanan yang masuk ke mulutnya.
Di tengah dunia yang penuh dengan keegoisan dan berhala ini, apakah anda meyakini pentingnya hidup saleh seperti yang Daniel lakukan? Tanyakan pada diri anda sendiri, apakah saya seorang Daniel? Atau, apakah saya seperti kebanyakan orang lain yang tidak merasa perlu mempedulikan Tuhan ketika mendapatkan yang terbaik dari dunia ini? Jadilah orang Kristen seperti Daniel! Berikan hidup yang terbaik bagi Tuhan dan jangan puas dengan yang biasa-biasa saja!
Renungan: Mengejar Tuhan
Usaha untuk meningkatkan hubungan kita dengan Tuhan, memahami karakter dan kehendak-Nya bagi hidup kita, dapat dicapai dalam beberapa cara. Setiap cara, meskipun terdengar biasa, sangatlah penting untuk kita laksanakan.
Merenungkan Firman Tuhan, dengan menyimak ajaran-NYA dengan sungguh-sungguh dan memasang telinga rohani kita untuk mendengar suara-Nya, adalah salah satu cara terbaik untuk membangun hubungan kita dengan Tuhan. Dan bila hal yang sangat baik ini kita lakukan dengan kesungguhan dan konsentrasi penuh, maka Dia akan berkomunikasi dengan kita melalui ayat demi ayat. Dengan mempelajari ajaran-NYA kita akan mendapatkan pengertian yang lebih dalam dan lebih luas akan karakter, janji, serta rencana Tuhan. Dan kita akan memeroleh manfaat dengan bertanya kepada diri sendiri pertanyaan seperti ini:
Apakah yang hendak diajarkan tentang sifat Tuhan?
Adakah janji Tuhan untuk aku ingat?
Atau perintah-Nya untuk aku taati?
Atau teladan-Nya untuk aku ikuti?
Hal lainnya yang sangat penting adalah doa. Doa haruslah selalu mendasari perenungan dengan Tuhan. Saat kita datang kepada Tuhan, kita tidak hanya memerlukan telinga yang dicondongkan untuk mendengarkan, melainkan juga hati yang dicondongkan untuk berserah kepada-Nya.
Dengan mempelajari bagaimana Tuhan bekerja di dalam hidup kita dan hidup orang lain, kegairahan kita akan semakin terpicu untuk mengejar Dia. Almarhum Ayah saya pernah bercerita kepada saya bagaimana Tuhan bekerja dalam hidupnya, dan kesaksiannya itu menanamkan suatu kerinduan yang besar dan menetap dalam hati saya untuk mencari Tuhan. Saya begitu rindu Tuhan bekerja dalam hidup saya, sama seperti yang dilakukan-Nya dalam diri Almarhum Ayah saya.
Kita mencari Tuhan bila:
1) kita meluangkan waktu untuk memahami siapa Dia dan apa yang diperkenan-Nya,
2) kesibukan kita tidak bersaing dengan hubungan kita dengan-Nya, dan
3) kita memercayai-Nya lebih lagi dan meninggalkan kebiasaan kita yang tidak baik.
---
Maybe It Isn't Dead Yet
We still give lip-service to sportsmanship, but it is hard to believe we are very serious about it. Obscene salaries to professionals, grades without attending classes to collegians, drug parties by Olympians, late "confessions" by athletes caught using banned substances - all these combine to mock the idea that we really value teamwork, sacrifice, fair play, and honest competition.
Then you hear about a high school basketball game and think that maybe, just maybe, you are getting too cynical. Sportsmanship may not be dead yet. As told by Tim Dahlberg, national sports columnist for AP, here is what happened.
On a Saturday earlier this month when DeKalb (Ill.) High School was to play Milwaukee (Wisc.) Madison, tragedy struck the family of one of the players. The mother of Milwaukee Madison's senior captain died at a local hospital. While Johntell Franklin was taking his college ACT exam, his mother took a dramatic turn for the worse after five years of battling cancer. With her son at the hospital late that afternoon, the 39-year-old mother was removed from life support.
Thought was given to cancelling the game, but Franklin urged the coach and his teammates to play. The game started late, and Milwaukee Madison dressed out only eight players. There may not have been a lot of heart or focus for them.
Early in the second quarter, Coach Womack saw his captain come into the gym to cheer on his teammates. He called a timeout, went over to give his grieving player a hug. So did his teammates and scores of their fans.
We got back to playing the game, and I asked if he wanted to come and sit on the bench, Coach Womack said later. Came the reply: "No. I want to play!" Although it would mean a technical foul against his team in what was then a close game, Womack thought it was a price worth paying. So he had the young man suit up and prepare to play.
Since Johntell Franklin had not been on the pre-game roster, putting him in meant two free throws for DeKalb. When that was explained to DeKalb's Coach Dave Rohlman, he offered to forego the free throws and let Franklin play. But five minutes or so of argument got nowhere with the refs.
Coach Rohlman huddled his team and explained what was going on. Then he asked for a volunteer to shoot the free throws. His team's captain, Darius McNeal, raised his hand. He went to the line. The first shot went about two feet and landed with a thud. The second just rolled out of his hand. The Milwaukee Madison players faced their opponent's bench and began applauding. It was only seconds before everyone else in the stands joined the cheering.
I did it for the guy who lost his mom, McNeal told a reporter later. "It was the right thing to do."
DeKalb eventually lost the game. Who cares? What those boys will recall for the rest of their lives is an act of sportsmanship they shared on that special night.
Rubel Shelly
Rubel Shelly is a Preacher and Professor of Religion and Philosophy located in Rochester Hills, Michigan.
---
---
Jakarta - Di awal babak kedua pertandingan Arsenal vs AS Roma dalam ajang perdelapanfinal Liga Champions, Kamis (26/2/2009) dinihari WIB, wasit melihat Arsenal hanya diperkuat sembilan pemain. Pertandingan pun dihentikan sebentar.
Usut punya usut, dua pemain Arsenal masih tertinggal di ruang ganti. Yang pertama adalah William Gallas yang harus mendapatkan perawatan ekstra. Sementara yang kedua, ya Kolo Toure itu.
Toure punya kepercayaan bahwa ia harus masuk ke lapangan di urutan terakhir sehingga ia harus menunggu Gallas masuk. Sialnya, Toure masuk lapangan tanpa seizin wasit. Maka kartu kuning pun dilayangkan padanya.
Orang Eropa, atau mereka yang hidup di Eropa, dikenal sebagai masyarakat yang rasional. Tetapi hal itu tidak menghalangi mereka untuk percaya kepada sebuah hal yang mereka anggap bertuah. Inilah beberapa takhayul yang disarikan The Telegraph.
1. Johan Cruyff
Ketika menjadi bermain di Ajax Amsterdam, Cruyff selalu memukul perut kipernya, Gert Bals. Ia lalu juga membuang permen karetnya ke lapangan lawan. Suatu kali Cruyff terlupa melakukan ritual permen karetnya dalam partai final Piala Eropa 1969. Akibatnya, Ajax ditekuk AC Milan dengan skor 4-1.
2. Prancis di Piala Dunia 1998
Tim Prancis selalu duduk di tempat duduk yang sama di bus tim, mendengarkan lagu Gloria Gaynor 'I Will Survive' di ruang ganti dan diakhiri dengan diciumnya kepala botak kiper Fabien Barthez oleh bek Laurent Blanc.
3. Pele
Pemain legendaris Brasil ini pernah meminta seorang temannya untuk mengambil kembali kaos yang pernah ia berikan kepada seorang fans karena penampilannya menurun. Sepekan kemudian, teman itu memberikan kaos Pele kembali dan penampilannya menanjak lagi.
Yang belakangan diketahui, upaya teman Pele untuk mencari kaos itu tak berhasil dan dia menyerahkan sebuah kaos berbeda yang wujud dan warnanya saja sama.
4. Pipis
Mario Gomez (Jerman, Vfb Stuttgart) selalu memilih toilet yang posisinya paling kiri. Sementara John Terry (Chelsea) selalu memakai toilet yang sama. Bila toilet itu sedang dipakai, Terry akan menunggu meski toilet lain sedang kosong. Sementara mantan kiper Argentina Sergio Goycochea selalu mengencingi lapangan setiap kali ia akan menghadapi adu penalti.
5. Gary Lineker
Salah satu penyerang terbaik Inggris ini tak pernah menendang bola ke arah gawang di saat pemanasan. Alasannya, biarlah tendangan itu disimpan saja di pertandingan. Lalu, jika di babak pertama ia tak mencetak gol, ia akan mengganti kaosnya. Jika tetap gagal, Lineker bakal memangkas rambutnya.
6. Ruwatan
Oktober 2008, pelatih sebuah klub Zimbabwe, Midlands Portland Cement, meminta 17 pemainnya mandi di sungai Zambezi yang dipenuhi buaya untuk melakukan ritual pembersihan. Celakanya, hanya 16 orang yang keluar dari sungai hidup-hidup.
Di pertandingan berikut, Midlands menderita kekalahan.
Selasa, 14 April 2009
IMAN YANG PERKASA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar