Selasa, 14 April 2009

KISAH ROSIANNA SILALAHI




Dalam usianya yang masih muda (34 tahun), Rosianna Silalahi telah menjadi salah satu jurnalis TV Indonesia yang berdampak. Ia pernah terpilih sebagai salah satu dari 6 jurnalis TV dari Asia yang mewawancara Presiden AS George Bush, dan telah meliput di berbagai area krisis termasuk di zona perang di Kalimantan, Ambon dan Aceh. Saat Pemilu, Rosianna memproduksi program ‘Kotak Suara' yang membahas mengenai money politics sehingga ia memenangkan penghargaan ‘Indonesia Journalist Board' di tahun 2004. Kini Rosianna menjabat sebagai Editor-in-Chief Liputan 6 SCTV. Ternyata, mereka yang telah meninggalkan legacy mendalam dalam diri Rosianna adalah ayah dan ibunya, serta Nelson Mandela.

"Ayah mendidik dan mewarisi saya bukan dengan kekayaan materi tetapi dengan kekayaan akan keteladanan. Beliau mencontohkan ketaatan pada Tuhan, kesederhanaan dan hidup dengan nilai. Sementara itu Ibu memberikan dasar pendidikan dengan mengajarkan saya untuk teguh mengejar impian namun sekaligus kesabaran untuk menuai hasil.

Sementara itu Nelson Mandela adalah pemimpin yang saya kagumi. Ia memberikan keteladanan pada rakyatnya untuk melepaskan dendam dan ia memulai dari dirinya sendiri. Ia menderita dan mendapat siksaan saat di penjara, tapi ia juga yang pertama mengulurkan tangan untuk perdamaian

Karena itulah, saya selalu percaya bahwa kepemimpinan tidak dilihat dari posisi atau jabatan struktural, atau dengan otot. Buat saya kewibawaan seorang pemimpin terletak pada otaknya ditambah dengan bagaimana pemimpin itu melakukan pekerjaannya. Sebagai pemimpin kita harus tahu dan mengerti apa yang sedang kita atau anak buah kerjakan.

Dan saya beruntung menjadi seorang perempuan. Buat saya keunggulan perempuan sebagai pemimpin adalah kami memiliki kelembutan untuk merangkul sekaligus ketegasan untuk memutuskan. Yang lebih jadi kesulitan bagi saya dalam melakukan fungsi kepemimpinan di tempat kerja adalah berinteraksi dengan orang orang yang lebih mementingkan nominal uang daripada membangun brand. Pola pikir jangka pendek-lah yang sering membuat saya jengkel.

Warisan yang Diteruskan

Sebagai pemimpin, hal utama yang berusaha saya wariskan kepada orang-orang yang saya pimpin adalah NILAI. Saya selalu mengatakan pada tim saya bahwa kita harus bekerja dengan nilai (work with value). Tidak ada artinya kita sukses tapi tidak memegang teguh nilai. Kami yang bekerja di dunia televisi berada dalam sebuah industri yangs sarat dengan kapital dan persaingan ketat. Kita memang tak bisa menutup mata pada apa yang disebut dengan keinginan pasar, tapi bukan berarti kita hanyut dan mengorbankan nilai yang kita pegang teguh. Salah satu yang selalu saya katakan dan tertulis dalam buku Dasawarsa Liputan 6"" adalah: ""eksklusifitas adalah satu hal tapi kemanusiaan adalah yang utama"". (sumber: GetLife, edisi 31)"

----

Dollar May Fall to 95 Yen, $1.33 per Euro: Technical Analysis

The dollar may weaken to 95 yen and $1.33 per euro as momentum charts show "sell" signals for the greenback, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd. in Tokyo.

The dollar may extend its decline to 95 yen, or 38.2 percent below the peak of its rally from this year's low in January, said Osamu Takashima, chief foreign-exchange analyst at Bank of Tokyo-Mitsubishi, citing a so-called Fibonacci chart. Fibonacci analysis indicates the dollar will drop to $1.33 per euro, Takashima said.

The dollar finished below its opening level against the yen for a second day and below the five-day moving average, suggesting a short-term downward trend, Tokyo-based Takashima wrote in a research report today.

The dollar traded at 96.23 yen as of 1:01 p.m. in Tokyo, from 97.27 late yesterday in New York. It touched 95.96, the weakest level since Feb. 24. The greenback was at $1.2832 per euro from $1.2837 late yesterday.

Daily momentum charts such as the stochastic oscillator and moving average convergence/divergence are also now showing sell signals for the dollar, Takashima said.

A stochastic oscillator chart measures the closing price of a security relative to its highs and lows during a particular period to try to predict whether it will rise or fall. MACD charts can indicate whether a price shift is a change in trend or a short-term deviation by comparing moving averages based on nine-, 12- and 26-day periods.

The greenback climbed to 99.68 yen on March 5, the strongest in almost four months, after touching its lowest in more than 13 years at 87.13 yen on Jan. 21.

In technical analysis, investors and analysts study charts of trading patterns and prices to forecast changes in a security, commodity, currency or index.


Totalitas Total Football

London - Total Football bagi saya adalah sistem permainan sepakbola yang paling menarik. Tetapi memahami Total Football ternyata tidak segampang yang saya duga. Berulangkali membaca berbagai literatur dan artikel sepakbola, susah menemukan penjelasan mengapa dan bagaimana Total Football muncul. Hanya dengan memahami mengapa dan bagaimana, kita bisa memahami esensi sesuatu.

Yang standar tentu saja kita tahu bahwa sistem ini pertama kali muncul di Belanda dengan permainan bertumpu pada fleksibilitas pertukaran posisi pemain yang mulus. Posisi pemain sekadar kesementaraan yang akan terus berubah sesuai kebutuhan. Karenanya, semua pemain dituntut untuk nyaman bermain di semua posisi.

Penjelasan paling memuaskan malah bukan saya dapat dari orang Belanda, melainkan seorang penulis Inggris yang tergila-gila dengan sepakbola Belanda. David Winner menulis buku yang kalau diterjemahkan bebas kira-kira berjudul, "Oranye Brilian -- Jenius dan Gilanya Sepakbola Belanda".

Orang Belanda sendiri sampai terkagum-kagum dan mengatakan, ''Ah, jadi begitukah cara berpikir kami.'' Banyak pemain bola Belanda seperti tersadarkan pada sosok yang berada di dalam kaca ketika mereka bercermin.

Winner tidak membahas sepakbola semata. Menurutnya Total Football hanyalah pengejawantahan ''psyche'' paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan. Benang merah Total Football juga ada dalam karya seni, arsitektur, dan bahkan tatanan sosial budaya masyarakat Belanda.

Berlebihan? Mungkin. Namun penjelasannya sungguh masuk akal.

Kita semua tahu ukuran lapangan sepakbola lebih kurang sama di mana-mana, sehingga ruang permainan selalu sebenarnya sama. Tapi orang Belanda sadar bahwa ruang juga adalah persoalan abstrak di dalam kepala. Membesar dan mengecilnya ruang tergantung pada cara mengeksploitasinya.

Total Football, demikian jelas buku itu, adalah persoalan ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.

Prinsip dasarnya sebenarnya sangat sederhana. Besar kecilnya lapangan sepakbola walau ukurannya sama, tetapi di benak bisa berubah tergantung siapa yang bermain di dalamnya.

Misalnya, begitu pemain Belanda menguasai bola maka mereka akan membuat lapangan seluas mungkin. Pemain bergerak ke setiap jengkal ruang yang tersedia. Di benak lawan lapangan akan tampak begitu lebar.

Atau, begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin. Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu sempit.

Memperlebar atau mempersempit ruangan di benak lawan tentu bukan barang mudah. Harus ada kemampuan untuk mencari ruangan. Pergerakan yang kompak. Cara mengumpan bola yang eksploitatif atas ruang yang tersedia, entah melengkung, lurus, melambung, dll. Pendeknya dibutuhkan pemahaman geometri ruangan yang tidak sederhana.

Persoalannya adalah, mengapa hal ini tidak terpikirkan oleh orang lain sebelumnya? Dan mengapa orang Belanda yang bisa melakukannya?

Jawabnya, menurut buku itu, didapat dari kondisi alam Belanda.

Bangsa Belanda secara intrinsik bangsa yang spatial neurotic (tergila-gila oleh ruangan ataupun pemanfaatannya). Kondisi alam memaksa mereka demikian. Lima puluh persen tanahnya berada di bawah permukaan laut. Sementara sisanya terlalu sempit untuk jumlah penduduk yang berjubel.

Terus menerus bangsa ini melakukan reklamasi untuk memperluas daratan. Dengan sadar persoalan tanah mereka atur dengan sangat disiplin dan ketat. Eksistensi bangsa ini tergantung bagaimana mereka merawat tanah yang tak seberapa mereka punya. Kanal, selokan air, bendungan kecil dan besar, teratur rapi membelah setiap jengkal tanah yang mereka punya.

Belanda hingga saat ini adalah negara paling padat dalam ukuran per meter persegi, dan pengaturan tanahnya adalah yang paling teratur di muka bumi.

Namun seberapa pun mereka mencoba, seberapa pun disiplinnya, tanah tidak akan pernah cukup tersedia.

Lalu apa yang dilakukan?

Jawabnya ada di daya khayal, di benak, di alam abstraksi. Di samping secara fisik mereka mencoba memperluas wilayah darat mereka, mereka juga menciptakan ruang yang luas dialam khayal mereka.

Kalau Anda kebetulan datang ke Eropa, bandingkanlah tata kota Belanda dengan negara lain. Kita akan segera sadar bahwa Belanda memang lebih sempit tapi tata kotanya dibuat sedemikian rupa rapi, sehingga terasa sangat longgar. Dibanding negara manapun di dunia, tata kota di Belanda adalah yang paling kompak di dunia.

Arsitektur bangunannya, baik yang tua maupun modern, terasa sangat inovatif, dengan sudut yang sering tidak normal, bentuk bangunan yang tidak umum, aneh, tetapi kesannya selalu sama—longgar dan lapang. Karena semua lekuk ketidaknormalan adalah bagian dari upaya untuk menciptakan ruang tambahan di alam khayal tadi.

Bahkan benak juga dilonggarkan untuk urusan norma sosial. Kalau etika Protestan semarak di Belanda di awal kelahirannya, sangatlah bisa dimengerti. Mereka secara instingtif akan memberontak terhadap segala sesuatu yang sifatnya mengukung. Dalam kasus kelahiran Protestan tentu saja pemberontakan atas kungkungan ajaran Katolik saat itu.

Proses itu terus berlanjut hingga sekarang. Kita tahu norma sosial Belanda adalah yang paling longgar di Eropa. Kelonggaran yang tetap diatur. Misalnya, mainlah ke Vondell Park di Amsterdam, bolehlah Anda menghisap ganja atau mariyuana dengan santai. Padahal di negara lain sembunyi-sembunyi pun Anda tidak boleh.

Jejak-jejak spatial neurotic ini bisa kita temukan dengan mudah di karya-karya seni mereka bahkan di kehidupan politik, tetapi kembali ke persoalan sepakbola, mentalitas pemain sepakbola juga sama persis. Ketika mereka turun ke lapangan, benak mereka selalu bermain-main dengan keinginan untuk menciptakan ruangan selonggar mungkin, lalu mengeksploitasinya.

Ketika Rinus Michel membawa Ajax menjadi juara Piala Champions tahun 1971, Eropa tersadarkan sebuah sistem baru yang mulai sempurna telah lahir. Sistem yang lahir dari psyche orang Belanda yang tergila-gila dengan ruang dan pemanfaatannya. Dan ketika Michel membawa Belanda ke final Piala Dunia 1974 lahirlah istilah Total Football.

Total Football sendiri sebenarnya meminjam penamaannya dari gerakan sosial yang digagas para arsitek-filosof terkemuka Belanda sekitar tahun 1970-an. Sebuah gerakan bernama Total. Memahami kehidupan perkotaan secara menyeluruh: mengatur urbanisasi, lingkungan, dan pemanfaatan energi dalam satu totalitas. Agar ruang yang tersedia di Belanda bisa termanfaatkan secara maksimal. Dan sepakbola adalah sebuah hiburan bagian dari pendekatan yang menyeluruh itu. Totalitas. Namanya: Total Football.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar