Rabu, 15 April 2009

Biarkan Roda Kehidupan Itu Terus Berputar




Salah satu frase paling populer dilingkungan kita berbunyi;"belajar
sepanjang hayat." Jika kita terlalu berfokus kepada pelajaran
formal, tentu frase itu tidak akan relevan. Namun, jika kita meyakini
bahwa proses belajar itu bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja,
maka kita tidak akan pernah kehilangan momentum untuk bisa belajar
dan meningkatkan diri. Tetapi, apakah proses belajar itu bisa
dilakukan dalam 'situasi apapun'? Kelihatannya memang demikian. Dalam
situasi sulit sekalipun? Betul. Sesulit apapun? Nampaknya begitu.

Saya teringat dengan sepeda pertama yang saya miliki dimasa kecil.
Ketika mendapatkan sepeda itu, saya belum benar-benar bisa bersepeda.
Sehingga ketika sepeda itu tiba dirumah, pada awalnya saya hanya bisa
menatapnya saja. Rasa senang dan takut bercampur aduk. Lalu,
berkembanglah itu menjadi antsusiasme dan kenekatan. Antusias karena
senang, nekat karena sebenarnya belum bisa bersepeda. Walhasil, hal
paling mudah dikenang dari masa-masa awal belajar bersepeda itu
adalah ketika sepeda saya tidak bisa dikendalikan hingga menabrak box
penjual rokok dipinggir jalan. Lecet disikut kiri kanan, ditambah
omelan dari sang pedagang tidak bisa menghentikan kenekatan itu.
Diulangi lagi. Dan ndilalah, lha kok setelah nabrak itu saya menjadi
lancar bersepeda.

Saya yakin, anda memiliki pengalaman serupa itu ketika belajar
bersepeda. Dan sekarang, kita semua sudah sangat mahir melakukannya.
Cobalah anda bayangkan; apa jadinya kita seandainya dulu, kita
langsung berhenti setelah terjatuh? Tentu kita tidak akan pernah
mahir naik sepeda. Mengapa? Karena setelah kejatuhan yang menyakitkan
itu, kita tidak mau mencoba memulainya kembali.

Menurut pendapat anda, apakah hidup juga demikian? Kelihatannya iya,
ya. Dalam hidup pun, kadang kita terjatuh. Kita merasa sakit fisik.
Sakit perasaan. Luka di badan. Dan luka kehormatan. Dan, seperti
bersepeda tadi; seandainya kita berhenti setelah mengalami jatuh dan
luka-luka itu, mungkin kita tidak akan terampil lagi dalam mengarungi
hidup.

Dalam dunia nyata, kita menyaksikan betapa banyak orang yang benar-
benar terhenti oleh kegagalan hidup. Oleh jatuhnya bisnis mereka.
Oleh berakhirnya kontrak kerja mereka. Dan setelah bertahun-tahun
kemudian, mereka terus terkurung oleh perasaan marah dan kecewa.
Lantas menumpahkan kemarahan itu kepada tindakan-tindakan yang kurang
produktif, sehingga akhirnya mereka benar-benar kehilangan makna
hidup. Padahal, mereka adalah orang-orang yang memiliki potensi diri
yang begitu tinggi.

Dalam dunia nyata, kita juga menyaksikan betapa banyak orang yang
begitu gigih dan tidak membiarkan dirinya dihentikan oleh cobaan
hidup yang berkali-kali menimpanya. Ketika bisnisnya jatuh, mereka
bangun lagi. Jatuh lagi, bangun lagi. Itulah sebabnya mereka tidak
menyebut bisnisnya 'jatuh', melainkan 'jatuh-bangun' . Artinya, ketika
terjatuh pun, mereka masih berusaha bangun lagi. Ketika perusahaan
tempat mereka bekerja berkata;'we are sorry to tell you that we
cannot keep you stay with us.....' tentu mereka kecewa. Tetapi,
mereka tidak berhenti pada 'kecewa', karena segera setelah itu mereka
meneruskan hidup dengan melakukan apa saja untuk memastikan roda
kehidupannya terus berputar. Sehingga, meskipun mereka telah
kehilangan pekerjaan itu; mereka menemukannya kembali. Bagaimana jika
dengan semua usaha yang dilakukannya, mereka tidak berhasil
menemukannya kembali? Mereka belajar sesuatu dari
ketidakberhasilanny a. Lalu mereka membuat pekerjaannya sendiri.
Sehingga selalu ada pekerjaan yang bisa menjaga diri mereka tetap
produktif.

Bagaimana mereka bisa setangguh itu? Sederhana; mereka percaya bahwa
bahwa hidup selalu menyembunyikan pelajaran berharga. Dari perjalanan
hidup mereka menemukan pelajaran untuk melanjutkan hidup. Dan, ketika
secara konsisten mereka melakukan itu, mereka mendapati roda
kehidupan terus berjalan. Dan semakin hari, mereka semakin terampil
menjalaninya.


Catatan Kaki:
Kehidupan itu seperti sepeda; kita tidak akan pernah terjatuh, selama
kita terus mengayuh.

__.

Dulu ketika masih duduk di kelas 2 SMA, saya pernah punya pengalaman unik. Waktu itu saya baru saja pulang mengantar pacar, ketika di sebuah jalan lurus yang panjang, ada sebuah motor yang tepat berada ditengah jalur, dengan lampu sen kiri menyala. Wah harus dikasih pelajaran nih. Segera motor saya pacu mendekat, setelah berada persis disebelah motornya, saya langsung memberi kode dengan tangan kiri, yang mengisyaratkan agar ia mematikan lampu sen nya yang terus menyala sedari tadi. Setelah itu, tanpa memperhatikan reaksinya, saya tancap gas menjauh. Sempat pula kepala ini menggeleng kecil beberapa kali. Nggak belok kok nge-sen, gitu kira-kira. Tetapi tanpa diduga, tidak berapa lama kemudian, ganti motornya yang mendekat dan dengan tersenyum geli dia memberi kode yang persis sama dengan yang saya lakukan tadi. Kurang ajar ! Dikasih tahu bukannya terima kasih malah ngeledek. Beberapa saat omelan terus meluncur dari bibir ini, sampai ketika mata saya tidak sengaja terarah ke lampu sen motor sendiri. Astaga !!! Ya ampuuuunnn…!! ternyata lampu sen kiri motorku..juga menyala…dari tadi…bahkan ketika saya sedang “sok” memberitahu orang itu !!!

Ketika pertama kali membaca uraian Dale Carnegie, mengenai betapa Al Capone – pemimpin mafia di Chicago sana - dan para penjahat kelas wahid tidak pernah sekalipun memandang diri mereka sebagai penjahat, saya tertegun. Betapa tidak, mereka yang jelas-jelas berbuat kriminal, memperkosa, membantai manusia dengan tanpa alasan, melindungi peredaran obat bius, ternyata tidak pernah memandang diri mereka bersalah. Dalam buku yang sama, Dale juga menceritakan bahwa hampir 100% dari mereka yang berada dipenjara Sing-Sing – penjara kriminal nomer satu di New York- juga sama sekali tidak melihat diri mereka sebagai para kriminal, melainkan sebagai korban. Sungguh-sungguh kenyataan yang hampir tidak dapat dipercaya. Yang lebih mengherankan lagi, jika sifat yang satu itu, juga terjadi dikalangan atas. Presiden Taft – masih menurut buku itu – ketika berbuat sebuah kesalahan, dan diberitahu tentang itu, juga tidak pernah mengaku salah. Lengkap sudah. Jika demikian berarti sifat “tidak mau disalahkan” itu melekat secara merata di mahluk yang bernama manusia. Dari penjahat hingga level presiden. Dari orang miskin sampai konglomerat.

Sungguh tepat kata-kata seorang pujangga ternama di Timur Tengah sana “Siapakah yang mengetahui kesesatan ? Bebaskanlah aku dari yang tidak aku ketahui”. Kita memang selalu melihat lebih jelas kearah kesalahan orang lain, dibandingkan kesalahan kita sendiri. Lampu sorot untuk orang lain, sedangkan lilin redup untuk diri sendiri. Untuk orang lain, sedapat mungkin kita gunakan kata “harusnya kan dia…” untuk diri sendiri “ya gimana lagi aku kan…”. Apakah TUHAN salah mendesain kita. Pastilah tidak. Kata mereka-mereka yang bijak, justru disinilah ujian itu berlangsung. Manusia yang bisa melihat kesalahannya, mengakuinya dengan sportif dan mengubahnya akan menerima upah yang tidak kecil. Sementara manusia yang tidak pernah mau melihat kesalahannya, tidak akan pernah mengalami kemajuan, malah kemunduran diberbagai segi kehidupan, yang akan dialaminya. Masing-masing dengan konsekuensinya.

Nggak usah jauh-jauh ke Chicago atau New York sana, Hendri –supir kami- juga cukup menyebalkan. Hendri selalu sesumbar mengatakan bahwa daerah ini atau daerah itu adalah kekuasaannya, atau hafal diluar kepala. Tetapi tidak berapa lama, kami akan menemukan diri kami tersesat atau berputar-putar dijalan yang tidak jelas, sementara dia, tidak pernah mengaku bersalah, meskipun keringat dingin sudah mengalir dipipi !! Atau seorang client wedding organizer istri saya. Sebut saja ibu Noni, sudah diperingatkan bahwa jumlah pesanan catering yang ia pesan dibawah standar, alias kurang, tetap tidak menggubris ‘warning’ kami. Akhirnya, persis seperti prediksi kami, makanan di resepsi perkawinan itu habis lenyap hanya dalam tempo 30 menit setelah acara. Apakah ia mengakui kesalahannya ? Tidak sama sekali. Atau Jocky, salah seorang crew photography kami, yang sering kali berbuat kesalahan, tetapi tetap membantah jika dinasehati. Hampir seluruh asisten photographer dan videographer kami dibuat “BT Abis” tetapi apakah Jockie menyesal dan mengakui kesalahannya ? Jangan harap. Ia malah semakin jenius mencari alasan untuk merasionalisasi kesalahannya. Belum lagi si Budi, dia itu….….EH TUNGGU DULU…sepertinya saya mulai menggenapi analisa Dale Carnegie tentang sifat dasar manusia, yaitu begitu mudah melihat kesalahan orang lain, tetapi buta atau membutakan diri dengan kesalahannya sendiri…jadi malu nih..ada baiknya tulisan ini ditutup sesegera mungkin karena ternyata saya juga lebih suka membicarakan kesalahan orang disekitar saya, daripada konsentrasi membenahi kekurangan-kekurang an saya sendiri. Padahal jelas-jelas lebih menguntungkan untuk memperbaiki diri sendiri dibanding, bertindak sebagai tuhan “kecil” menghakimi, mengkritik bahkan menelanjangi kesalahan orang lain. Sedangkan TUHAN “yang beneran” saja tidak menghakimi kita, sebelum waktunya. ***

Selalu Ada Cara Untuk Menjual Apapun


Hari ini, kondisi ekonomi sangat sulit, PHK dimana-mana, dan mencari pekerjaan susah. Dengan kondisi seperti ini, banyak orang seringkali menjadi pesimis untuk memulai sebuah usaha. Namun, ada sebuah kisah sebuah produk yang pasti Anda mengenalnya yang akan memotivasi Anda. Produk tersebut adalah "Yakult".

Yakult adalah minuman berfermentasi dengan warna keruh dan berisi bakteri Lactobacillus Casei Shirota. Bakteri tersebut adalah hasil penemuan Dr. Minoru Shirota pada tahun 1930. Menurut hasil penelitiannya, bakteri tersebut baik untuk usus manusia dan dapat bertahan dalam proses pencernaan.

Karena dirinya percaya akan pentingnya kesehatan usus, Dr. Minoru menuliskan sebuah slogan yang berbunyi, "Usus sehat menjamin usia panjang." Dia mengembangkan minuman berbasis glukosa dan susu skim yang mengandung bakteri dan memberinya nama Yakult.

Pabrik Yakult Honsa dibuka pada tahun 1955. Tapi bagaimana menjual botol-otol kecil 65 ml berisi bakteri yang habis dalam 1-2 tegukan? Usaha ini merupakan kategori usaha "Tingkat kesulitan tinggi".

Tidak menyerah begitu saja, perusahaan tersebut menyewa satu skuadron wanita berseragam jaket hijau yang kemudian dikenal "Yakult Ladies" untuk menjual langsung pada konsumen botol-botol kecil itu.

Saat ini ada sekitar 50.000 Yakult Ladies di Jepang, menjual sekitar 70 persen produk ini, dan 30.000 akult Ladies di negara-negara lain terutama Amerika Latin. Yakult juga sukses di Inggris, dimana mereka menjual 250.000 botol setiap hari. Dan di Jepang, mereka menjual 10 juta botol per hari. Entah Yakult ini benar-benar unik atau tidak, namun sukses penjualannya membuktikan bahwa selalu ada cara untuk menjual apapun.

Dalam setiap masalah yang besar tersimpan sebuah peluang yang besar pula. Jangan cepat menyerah dengan keadaan yang Anda temui. Jika Anda menemukan suatu masalah saat memulai usaha atau dalam pertengahan perjalanan usaha Anda, ingatlah, jalan keluar itu hanyalah masalah waktu saja, selama Anda masih terus mau mencoba, Anda akan menemukannya.

----


Satu-satunya hal yang memisahkan antara seseorang dan apa yang diinginkan dalam hidup ini seringkali hanyalah kemauan untuk mencobanya dan iman untuk mempercayai bahwa hal itu mungkin.

Wasit Tambahan Serie A

Belakangan ini banyak klub Serie A yang mengeluhkan performa wasit. Entah itu karena masalah off-side, penalti kontroversial, ataupun keberpihakan pada tim-tim tertentu.

Beberapa pekan lalu, Presiden Genoa, Enrico Preziosi, meluapkan kekesalannya karena menganggap ada yang berusaha menjatuhkan timnya dengan cara mengusir pemainnya dari lapangan, tiap pekan!

Preziosi tidak sendirian. Klub-klub macam Fiorentina, Roma, Napoli, atau Inter juga sering mengeluarkan protes mengenai kepemimpinan arbitri.

Kebetulan, akhir pekan lalu International Football Association Board (IFAB), badan yang bersama FIFA menentukan Laws of the Game, mengadakan pertemuan tahunan di Newcastle. Salah satu agenda yang diusung adalah pembahasan mengenai penambahan wasit di lapangan.

Hasilnya? IFAB, yang beranggotakan Asosiasi Sepakbola Inggris, Wales, Irlandia Utara, dan FIFA, memutuskan untuk memulai mengetes aturan baru ini musim 2009/10.

Jangan heran jika Italia, yang memiliki sejarah buruk dengan wasit, menjadi salah satu negara yang akan menjalani percobaan tersebut. Negara lain? Prancis.

Mekanismenya begini: seorang wasit ekstra--bukan asisten wasit garis--akan berada di semua belakang gawang untuk mengawasi dan berhak memberi keputusan atas semua insiden yang terjadi di area tersebut.

Belum pasti di kejuaraan mana Italia akan menggunakan aturan tersebut, tapi Coppa Italia menjadi pilihan bijak.

“Terserah pada federasi untuk memilih kejuaraan apa yang tepat sebagai tuan rumah sistem baru ini. Apa pun itu, yang jelas uji coba ini adalah peluang bagus bagi kami untuk menjadi pelopor mengembangkan peraturan baru ini,” ucap Ketua Badan Perwasitan FIGC, Pierluigi Collina, di Sky Sport24.

Mampukah inovasi baru ini mengurangi kontroversi seputar wasit? Kita tunggu uji coba musim depan. (cw-5)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar