The Power Of Hope 1
Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.
Buku Kehidupan
Ah, yang benar? Jangan main-main? Trus, dioperasi atau bagaimana? Pertanyaan beruntun bak kereta api itu meluncur dari seorang sahabat ketika saya mengatakan bahwa sedang sakit karena ada kista di hidung kanan saya. Tampak ia kaget dan mungkin sedikit panik. Maklum, hubungan kami sudah sangat dekat seperti saudara.
Ya, saat ini atau persisnya saat saya sedang menulis artikel ini saya memang sedang tidak fit seratus persen. Sejak beberapa bulan lalu, dokter mendiagnosa ada kista di hidung kanan saya. Penyakit ini membuat saya beberapa bulan ini sering sekali sesak napas dan susah tidur. Jika udara dingin, entah di pagi hari atau di malam hari (karena rumah kami berada di atas bukit), saya berjuang ekstra keras untuk menghirup maupun menghembuskan napas. Hal inilah yang membuat saya sudah beberapa bulan ini tidak pernah piket ronda malam padahal kegiatan itu merupakan sebuah bentuk silahturahmi dengan tetangga. Biasanya di pos ronda yang tidak jauh dari rumah, kami bisa berbincang-bincang, curhat satu sama lain bahkan terkadang nge-liwet nasi ala kadarnya untuk dimakan bersama. Sungguh nikmat!
Syukur puji Tuhan, berkat pengobatan intensif, penyakit itu sudah mulai berkurang secara perlahan-lahan namun belum sembuh total. Saya sempat dan masih akan menjalani berbagai terapi. Operasi? "Itu jalan terakhir saja sebab jika dioperasi dan diangkat, biasanya akan timbul lagi," kata Bogi Suseno, dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan) yang merawat saya.
Tanpa bermaksud untuk sombong dalam penderitaan, sejak beberapa tahun terakhir ini saya cenderung lebih bisa menerima apa pun yang terjadi. Saya lebih bisa pasrah kepada Tuhan, terlebih-lebih ketika keluarga kami, berkat kemurahan hati Tuhan, bisa lulus dalam ujian soal anak pertama kami (Priscilla) yang lahir prematur dan harus menjalani operasi jantung pada saat usianya baru 41 hari. Alhasil, setelah peristiwa tersebut, kami semakin bisa menyadari kalau semua adalah titipan dan milik Tuhan, termasuk hidup kami ini. Berkat peristiwa yang tampaknya tragis itu, kami belajar banyak hal, terutama agar tidak terikat pada materi atau harta dunia yang tidak akan pernah kami bawa ketika kami meninggal nanti.
Saya tertawa sekaligus trenyuh ketika pelawak Pepeng yang sekarang sedang sakit dalam sebuah wawancara di televisi mengatakan, "Ketika Anda menderita, jangan suka berkata kepada Tuhan, why me? Why me? Why me? Ntar kalau Tuhan bilang, Why not, bagaimana?" Sungguh ini sebuah pernyataan iman. Jarang saya menemukan orang yang setabah dia.
Selain kista di hidung kanan, keluarga kami juga sedang menghadapi ujian-ujian berat lainnya. Salah satunya adalah ayah kandung saya yang baru saja terkena stroke ringan untuk kedua kalinya. Lagi-lagi kami tahu, kalau Tuhan sungguh mengasihi kami, juga ayah saya yang sudah memasuki usia 59 tahun. Berkat pengobatan intensif, ia kini sudah bisa berjalan kembali. Ketika diuji, kami tidak marah. Memang agak sedikit sedih namun tetap bersukacita sebab kami selalu percaya - berdasarkan pengalaman-pengalaman kami di masa lalu - kalau Tuhan memang selalu ikut bekerja dalam segala sesuatu (dalam hal yang baik maupun hal yang buruk) untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.
Kami selalu yakin bahwa apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Tuhan untuk mereka yang mengasihi Dia.
Baru-baru ini seorang sahabat mengirimkan saya sebuah puisi indah yang sungguh membuat saya meneteskan air mata ketika membacanya. Perkenankanlah saya meneruskan puisinya kepada Anda.
Jika engkau merasa lelah, tak berdaya dan sepertinya semua usahamu sia-sia...
Tuhan tahu betapa keras engkau sudah berusaha.
Jika hatimu terasa pedih dan sudah sekian lama engkau terus-menerus menangis...
Tuhan telah menghitung air matamu.
Jika engkau berpikir bahwa dalam hidupmu engkau sedang menunggu sesuatu dan waktu terasa berlalu begitu saja...
Tuhan sedang menunggu bersamamu.
Jika engkau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk hanya untuk sekedar menelponmu...
Tuhan selalu berada di sampingmu.
Jika engkau berpikir bahwa engkau telah mencoba segalanya dan tidak tahu harus bebuat apa lagi...
Tuhan punya jawabannya.
Jika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan engkau merasa sangat tertekan...
Tuhan dapat menenangkanmu.
Jika tiba-tiba engkau dapat melihat jejak-jejak harapan...
Tuhan sedang berbisik kepadamu.
Jika segala sesuatu berjalan lancar dan engkau ingin mengucap syukur...
Tuhan telah memberkatimu.
Jika sesuatu yang indah terjadi dan engkau begitu takjub...
Tuhan sedang tersenyum kepadamu.
Jika engkau memiliki tujuan untuk masa depanmu dan impian untuk digenapi...
Tuhan sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu.
Ingat selalu bahwa di manapun engkau berada dan ke manapun kau pergi...
TUHAN TAHU! Bahkan TUHAN tahu kalau engkau terkadang tidak mau tahu.
---
The Power Of Hope 2
Saya pernah membaca sebuah penelitian yang mengatakan seseorang dapat bertahan hidup selama empat puluh hari tanpa makan, empat hari tanpa minum, empat menit tanpa udara namun hanya empat detik tanpa harapan. Begitu orang kehilangan harapan, ia cenderung berpikir segalanya telah berakhir sehingga ia pun memutuskan untuk bunuh diri. Angka empat detik barangkali diambil dari lamanya waktu yang dibutuhkan untuk meloncat dari sebuah gedung tinggi hingga sampai ke tanah. Berikut ini ada beberapa tips yang ingin saya bagikan agar di masa sulit kita mampu senantiasa menggenggam kuat harapan dalam hati kita.
1. Sadarilah bahwa kita tidak mungkin selalu berada dalam keadaan yang sama setiap hari.
Tidak ada satu pun manusia yang pernah hidup di muka bumi ini yang selalu berada dalam keadaan yang sama (entah sedih atau bahagia, sakit atau sehat, tertawa atau menangis) setiap hari atau 365 hari dalam satu tahun. Kadang kita di atas, kadang kita di bawah. Persis seperti ban mobil yang selalu berputar. Pada saat di atas hendaklah kita tidak sombong atau tinggi hati. Pada saat di bawah hendaklah kita sadar bahwa ini hanya sementara.
Memang bisa saja seseorang menderita penyakit tertentu selama bertahun-tahun namun ada aspek lain yang membuatnya merasakan hal yang berbeda dari hari ke hari. Ya, seperti saya saat ini. Sudah beberapa bulan ada kista di hidung kanan saya. Saya memang sakit namun saya tidak menderita. Ironisnya, banyak orang yang sebetulnya tidak sakit namun menderita.
Konon, seorang pimpinan rumah sakit jiwa pernah berkata bahwa ia dapat saja memulangkan separuh dari seluruh pasien di rumah sakit tersebut jika saja pasien-pasien tersebut dapat diyakinkan bahwa pengampunan itu ada. Katanya, sebagian dari pasien rumah sakit jiwa menjadi sakit karena pengalaman masa lalu yang begitu pahit sehingga ia seringkali sulit atau tidak mampu mengampuni orang yang telah menyakitinya. Ia juga sulit untuk bisa mengampuni dirinya sendiri. Terkadang saya berpikir, Tuhan saja mau dan bisa mengampuni kita, mengapa kita sering sulit untuk menumbuhkan kemauan mengampuni orang lain dan yang terpenting mengampuni diri kita sendiri? Memang ini butuh proses. Kita memang sering tidak mampu untuk mengampuni namun satu hal yang saya tahu, Tuhan tidak pernah mempertanyakan kemampuan kita. Yang ia perlukan adalah kemauan kita. Ketika kita mau, Tuhan akan memampukan kita. Lagi-lagi saya tegaskan, ini perlu proses. Tidak semudah mengedipkan mata.
Pernahkah Anda melihat uang yang hanya satu sisi dan berlaku sebagai alat pembayaran yang sah? Tentu tidak! Kehidupan pun begitu. Kadang kita sehat, kadang kita sakit. Kadang kita tertawa, kadang kita menangis. Jadi ini pun akan berlalu! Semua yang ada di dunia ini sifatnya tidak kekal alias hanya sementara saja.
King Solomon pernah berkata, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai. Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Tuhan dari awal sampai akhir."
2. Bersyukurlah senantiasa.
Biasanya kita hanya bersyukur jika apa yang kita kehendaki terjadi atau impian kita terwujud. Namun bagaimana halnya jika semua berjalan tidak sesuai dengan harapan kita? Di tengah ujian-ujian yang sedang kami hadapi saat ini, kami tetap bisa mensyukuri banyak hal yang kami alami. Misalnya kami masih hidup padahal hari ini pasti ada orang yang baru saja menghembuskan napas terakhirnya atau sedang dikuburkan. Kami bisa makan minum dengan cukup. Kami bisa menyekolahkan belasan anak tidak mampu. Kami memiliki rumah yang meski sederhana (tipe 45) namun sungguh memberikan ketentraman hati.
Saya kemudian teringat penderitaan saudara-saudara kita yang harus mengungsi karena bencana, entah gunung yang akan meletus atau mereka yang rumahnya tenggelam ditelan lumpur Lapindo di Sidoarjo sana. Kasihan! Semoga tangan kasih Tuhan senantiasa memelihara mereka dan menyentuh hati pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk secara lebih serius lagi mencarikan solusinya.
Saya pribadi meski masih mengalami sesak napas tetap bersyukur karena masih bisa menghirup udara gratis dan tidak perlu memakai alat bantu pernapasan. Teringat saat Priscilla di kamar operasi dan Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, kami harus menyewa alat bantu pernapasan untuknya dengan harga lebih dari satu juta rupiah untuk satu hari dan kami juga harus membayar per liter oksigen yang dihirupnya. Dan ada satu hal lagi yang sungguh-sungguh membuat saya dan istri bersukacita dan bersyukur. Saat artikel ini ditulis, istri saya sedang hamil 13 minggu.
Kami juga bersyukur karena Priscilla tumbuh menjadi anak yang sehat dan luar biasa cerdas. Saat ini, usia Priscilla 22 bulan dan berat badanya sekitar 8 kilogram. Dia terlihat mungil dan sangat cantik. Seorang sahabat yang sudah seperti saudara yang memiliki sebuah lembaga pendidikan untuk anak-anak mengatakan kalau Priscilla jenius. "Ia sangat cepat belajar sesuatu!" katanya. Tuhan sungguh baik. God is good all the time. All the time God is good. (bersambung...)
--
The Power Of Hope 3
3. Tarik hikmah dari setiap peristiwa yang kita alami.
John C. Maxwell dalam sebuah seminar di Jakarta pernah bertanya, "Apakah pengalaman adalah guru yang terbaik?" Umumnya peserta menjawab ya. "Tidak! Pengalaman belum tentu menjadi guru yang terbaik kecuali kita mengevaluasinya. Jadi, hanya pengalaman yang dievaluasi itulah guru yang terbaik!" Saya sangat setuju dengan pernyataan mentor saya itu.
Kita harus mengevaluasi pengalaman kita dengan teliti. Tanyakan pada diri kita, apa masalah sesungguhnya? Jika saya harus mengulanginya, bagaimana sebaiknya saya melakukannya? Jika saya bisa lulus ujian ini, apa saja manfaat yang bisa saya dapatkan? Bila perlu, dan saya hampir selalu menyarankan agar kita meminta bantuan orang yang kompeten. Misalnya mereka yang lebih tahu atau lebih berpengalaman. Artinya, mereka dulu pernah mengalami situasi yang sekarang tengah kita hadapi dan mereka terbukti mampu menyelesaikannya dengan baik. Belajarlah dari mereka, apa saja yang mereka lakukan saat situasi buruk menimpa mereka? Apa saja kendala yang mereka hadapi saat mereka berusaha mencari jalan keluar? Bagaimana mereka bisa bertahan bahkan dapat melangkah maju di masa sulit? Bagaimana mereka bisa menghadapi omongan-omongan negatif orang lain yang meminta mereka memilih jalan yang berbeda? Evaluasi-evaluasi ini haruslah kita lakukan dengan sungguh-sungguh sebagai bekal perjalanan hidup kita selanjutnya. Jalan masih panjang!
Jangan sampai kita bertanya kepada orang yang salah sehingga pada akhirnya seperti orang buta menuntun orang buta. Benar sekali nasihat King Solomon, "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." Sudah beberapa kali saya melihat, maaf, pasangan yang kemudian bercerai gara-gara meminta nasihat dari orang yang keliru. Saya langsung teringat kisah seorang istri yang tidak tahan akibat ulah suaminya yang hobi selingkuh. Mereka seringkali bertengkar, bahkan di depan anak-anak mereka (sesuatu yang sebenarnya akan sangat mempengaruhi kestabilan emosi anak di kemudian hari). Puncak kemarahan sang istri terjadi manakala ia tahu suaminya telah punya anak lagi dari selingkuhannya itu. Semula sang istri terus-menerus mencoba untuk sabar namun sayang ia kemudian salah bergaul. Ia menjadi sahabat dekat dari beberapa ibu-ibu yang baru saja bercerai. Tentu Anda bisa menebak apa saran dari mereka kepadanya. St. Paul pernah berkata, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." Dan, hanya butuh waktu sesaat untuk ia kemudian memutuskan bercerai. Saya sungguh menangis di hari keputusan itu ia buat!
Sebagai anak korban perceraian, seringkali saya berpikir, pernahkah orang tua memikirkan betapa terguncangnya jiwa anak-anak korban perceraian? Barangkali itulah juga salah satu dari sekian banyak alasan mengapa dalam Kitab Suci dikatakan Tuhan membenci perceraian. Jika saja pemikiran seperti ini ada, tentu sedari awal pernikahan, komitmen akan senantiasa dijaga. Saya sudah banyak menangani kasus anak-anak yang akhirnya menjadi nakal hingga terjerumus hal-hal tidak baik karena tidak mendapatkan cukup kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Saya membutuhkan waktu belasan tahun untuk dapat memulihkan hubungan saya dengan kedua orang tua saya. Hati saya amat terharu manakala mendengar ayah kandung saya berkata kepada anak saya, "Opa ini opa yang hina dina. Opa gagal jadi ayah yang baik bagi papamu..." Ketika pemulihan terjadi, dalam keadaan bercucuran air mata, ayah saya berkata, "Tadi di pesawat, ayah melihat tulisan happy landing. Ayah tidak hanya ingin happy landing tapi ayah ingin happy ending." Sungguh sebuah pernyataan yang maknanya sangat dalam karena diucapkan di usia senja. Ketika pemulihan itu terjadi, saya juga mulai belajar untuk bisa mengasihi ketiga adik tiri saya. Ini semua kasih karunia Tuhan. Saya tidak akan pernah mampu melakukannya seorang diri. Terpujilah nama-Mu selalu, ya Sang Pemulih Sejati.
Mohon maaf, saya tidak bermaksud mendiskreditkan pasangan yang memilih bercerai. Toh, hidup adalah pilihan. Manusia diberikan kebebasan memilih dan pada akhirnya harus mempertanggungjawabkan semuanya itu kepada Tuhan, secara pribadi. Kita memang tidak akan pernah bisa kembali ke masa lalu, bahkan satu detik yang baru saja berlalu. Yang terpenting adalah bagaimana kita melangkah ke depannya. Jika sesuatu yang kita tahu buruk akibatnya di masa mendatang, alangkah baiknya kita mendengarkan hati nurani kita dan bukan mengambil tindakan berdasarkan emosi kita yang pada akhirnya akan kita sesali di kemudian hari. Pepatah bijak berkata, lebih baik mencegah daripada mengobati. (Bersambung...)
---
The Power Of Hope 4
4. Tekun berdoa dan membaca Kitab Suci.
Suatu ketika saya didatangi seorang pemuda yang berniat menceraikan istrinya. Dia terus-menerus mengomel dan menceritakan kejelekan istrinya. Seorang teman, sambil bercanda pernah berkata, "Ketika pacaran jigong pun bisa terasa seperti coklat namun ketika rumah tangga gonjang-ganjing coklat pun bisa terasa seperti jigong. Ketika masih pacaran, jika sang pacar kakinya terantuk batu, yang satu langsung menolong, mengelus-elus kaki yang sakit bahkan menendang batu itu sembari berkata, batu sialan! Sakit ya sayang? Setelah menikah sekian tahun, ketika hal yang sama terjadi, yang ada hanyalah kalimat, mata loe taruh di mana?"
Tidak hanya itu, ia pun mengungkapkan bagaimana ia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh sang mertua yang nota bene kaya raya. "Mertua saya mengukur segalanya dengan uang!" katanya dengan nada tinggi. Namun, yang paling menarik adalah pada saat ia mengatakan, "Dan, Tuhan pun sudah meninggalkan saya!" Sungguh ketika ia mengucapkan kalimat itu, saya langsung tersenyum. Setelah memberikan cukup kesempatan baginya untuk menumpahkan uneg-unegnya, saya kemudian berkata, "Pa...Tuhan tidak meninggalkan Anda. Buktinya Anda masih dikasih kehidupan, bisa bernapas gratis dan masih ada begitu banyak orang yang mengasihi Anda, terutama adik kandung Anda yang memperkenalkan saya dengan Anda."
Dia terdiam lama. "Jika Anda menerima pesan singkat (SMS) dari teman Anda, apakah Anda langsung meghapusnya sebelum Anda membacanya? Tentu tidak kan? Jika isinya sesuatu yang menghibur atau menguatkan hati Anda atau yang menunjukkan betapa ia peduli kepada Anda, biasanya Anda akan menyimpannya dalam waktu yang cukup lama, bukan? Nah, Kitab Suci itu seperti kumpulan surat kasih Sang Pencipta kepada makhluk ciptaan-Nya. Kalau boleh tahu, setiap hari, berapa menit yang Anda luangkan untuk membaca Kitab Suci dan berbicara dengan-Nya dalam doa?" Lagi-lagi ia tertunduk diam sembari berkata, "Sudah tidak pernah!"
Singkat cerita sejak sore itu ia berubah secara radikal. Ia mulai rajin membaca Kitab Suci, rajin ke Rumah Ibadah dan saya sering bertemu dengan ia bersama istri dan anaknya. Sungguh, hati saya sangat bersukacita. Dari adiknya, saya mendapat kabar bahwa semakin hari ia semakin dekat dengan istri dan anaknya. Ada pengampunan, ada pemulihan. "Dulu mana mau dia menemani anak belajar, sekarang dia jadi rajin menemani anaknya belajar." Tuhan sungguh menyentuh dan mengubah hatinya. Saya berdoa agar suatu hari nanti keluarga ini dapat menjadi berkat dan teladan bagi keluarga lainnya, terutama bagi keluarga yang sedang mengalami goncangan atau akan bercerai.
King David pernah berkata, "Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Tuhan! Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Tuhanku! Hanya dekat Tuhan saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Tuhan." (Bersambung...)
----
The Power Of Hope 5
5. Lakukan yang terbaik dan serahkan segalanya kepada Tuhan.
Dalam hidup ini, ada bagian yang harus kita (manusia) lakukan dan ada bagian yang tidak bisa kita lakukan karena hanya Tuhan yang sanggup melakukannya. Manusia diberikan akal budi, kepandaian, kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa silam dan sebagainya agar digunakan semaksimal mungkin demi kemuliaan nama Tuhan. Sayangnya seringkali kita memilih untuk diam dan tidak melakukan apa-apa sehingga tidak ada perubahan sama sekali. Lakukan saja bagian kita dengan sebaik-baiknya lalu berserah kepada-Nya.
Tampaknya syair lagu Ku Tak Akan Menyerah yang dinyanyikan Jeffry S. Tjandra akan membuat kita lebih sadar mengenai hal ini, "Dalam segala perkara, Tuhan punya rencana yang lebih besar dari semua yang terpikirkan. Apa pun yang Kau perbuat tak ada maksud jahat. Sebab itu kulakukan semua dengan-Mu, Tuhan... Ku tak akan menyerah pada apa pun juga sebelum kucoba semua yang kubisa tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu. Hatiku percaya Tuhan punya rencana."
Seorang sahabat pernah berkata, "Tuhan dapat menjawab doa kita dengan tiga cara. Dia bilang ya dan memberikan apa yang kita minta. Dia bilang tidak dan Dia memberikan kita sesuatu yang lain yang terbaik menurut-Nya. Atau, Dia bilang tunggu dan Dia akan memberikannya pada waktu-Nya." Tuhan berdaulat atas segalanya! Dia pencipta segalanya. Kita boleh berjuang, berdoa, memohon dan meminta tapi kita tidak bisa memaksa Tuhan. Dia Raja Semesta Alam!
Seiring dengan bertambahnya usia, saya selalu belajar untuk semakin percaya kalau kehendak Tuhan adalah yang terbaik. Sang sahabat sejati dalam hidup saya berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi DIA yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya."
Sahabat lainnya menasihati saya, "Ketika kita angkat tangan, Tuhan akan turun tangan!" Ya, angkat tangan berarti kita menyerah kepada kehendak Tuhan dan mulai mempercayakan segala sesuatu untuk berjalan sesuai kehendak Tuhan. Persis sebuah cerita tentang seorang Bapa dan putrinya yang masih kecil yang akan berjalan melintasi sebuah jembatan kayu yang tampaknya sudah agak rapuh. Di bawah jembatan itu, terlihat jelas aliran sungai begitu deras. Sang Bapa sebenarnya agak ketakutan karena trauma dengan kejadian masa kecilnya yakni pernah terseret arus ombak saat berenang di laut. Sang Bapa kemudian memandangi anaknya sambil berkata, "Nak, pegang tangan Bapa." Sang anak hanya menggeleng lalu kemudian berkata, "Tidak mau! Tidak mau, Bapa!"
Penuh rasa penasaran, sang Bapa bertanya, "Mengapa, Nak?" Dengan mata berkaca-kaca, sang anak menjawab, "Bapa, jika saya memegang tangan Bapa dan terjadi apa-apa, saya pasti akan melepaskan tangan Bapa karena saya masih kecil dan tangan saya tidaklah sekuat tangan Bapa. Sebaliknya, jika Bapa yang memegang tangan saya, saya percaya, apa pun yang terjadi, Bapa tidak akan pernah melepaskan tangan Bapa dari saya." Wow!
Kita adalah anak kecil dalam cerita itu dan Dialah Bapa yang selalu setia mengasihi kita. Dia menerima diri kita apa adanya. St. Paul menyatakan, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Tuhan setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya." Tuhan pasti memberikan jalan keluar, entah dengan cara melepaskan kita langsung dari masalah atau berjalan bersama kita untuk secara bersama-sama menghadapi masalah itu sehingga kita pasti mampu mengatasinya.
Saya teringat sahabat saya yang diberikan karunia suara yang merdu, Dewi Guna. Suatu ketika ia melantunkan lagu Mukjizat Itu Nyata. "Tak terbatas kuasa-Mu Tuhan. Semua dapat Kau lakukan. Apa yang kelihatan mustahil bagiku, itu sangat mungkin bagi-Mu. Di saat ku tak berdaya, kuasa-Mu yang sempurna. Ketika kupercaya, mukjizat itu nyata. Bukan karena kekuatanku namun roh-Mu, ya Tuhan. Ketika kuberdoa, mukjizat itu nyata..."
Mentor saya, John C. Maxwell berujar, ada satu kesamaan dalam setiap mukjizat yang terjadi yaitu adanya masalah. Di mana ada masalah, di situ bisa terjadi mukjizat. Di mana ada orang berkekurangan, orang sakit, orang sedih, orang tertekan jiwanya, di situ bisa terjadi mukjizat. Small problem, small miracle! Big problem, big miracle! Dengan penuh keyakinan, ia berani menyatakan, "Indonesia adalah negara besar dengan banyak masalah. Saya percaya jika kita mau selalu melakukan yang terbaik sesuai dengan kapasitas kita masing-masing, lalu menyerahkan segalanya itu kepada DIA, saya percaya suatu hari nanti akan ada mukjizat besar di negeri ini. Very big problem, very big miracle!" Saya sepenuhnya mengamini ucapan dari John yang di tahun 2007 terpilih sebagai guru kepemimpinan paling berpengaruh di dunia (the world's most influential leadership guru) berdasarkan survey internasional lembaga Leadership Gurus International (LeadershipGurus.net)
Ijinkanlah saya mengakhiri pertemuan kita kali ini dengan sebuah janji Tuhan, "Masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang." Persoalannya apakah kita sungguh percaya dan mau mempercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya? Ingatlah senantiasa bahwa Yang Maha Besar selalu bisa mengatasi masalah sebesar apa pun. Amin. ***
Kamis, 16 April 2009
The Power Of Hope
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar