Senin, 20 April 2009

MENGENAL ALLAH




Manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk memiliki pengetahuan. Keinginan untuk tahu adalah pemberian Tuhan yang sudah ada dalam diri manusia, karena manusia tidak dapat melepaskan diri dari kebenaran. Entah hubungan itu berupa penolakan akan kebenaran, ataupun penerimaan kebenaran. Pengetahuan, atau lebih tepat pengenalan akan kebenaran itulah yang membawa manusia kepada hidup yang seutuhnya.



Di dalam iman Kristen, kebenaran itu adalah kebenaran yang bersifat personal (bukan sekedar rumusan atau proposisi-proposisi tertentu). Sehingga pengetahuan kebenaran itupun bersifat relasional (dari pribadi ke Pribadi). Maka sekali lagi, lebih tepat kita mengatakan pengenalan, dan bukan sekadar pengetahuan. Apa beda antara keduanya? Pengetahuan dapat bersifat memperobjek, menjadikan apa yang kita ketahui sebagai objek. Saya, sebagai subjek yang mengetahui, kemudian Allah menjadi objek yang kita ketahui. Pengetahuan dalam pengertian seperti ini dapat membahayakan, karena dapat mengakibatkan kita tidak mengenal posisi kita yang sesungguhnya (sebagai subjek yang seolah lebih tinggi daripada objek). Maka Allah, sebagai kebenaran personal yang mahahidup, tidak hanya diketahui secara objektif, melainkan menyatakan diriNya sebagai subjek, yang menuntut perendahan diri serta cinta kasih setiap orang yang menyatakan diri mengenal Dia. Pengenalan akan Allah selalu bersifat relasional.



Alkitab bahkan menggunakan istilah mengetahui dalam pengertian yang sangat dalam. Kata ginoskein, yang merupakan kata Yunani untuk “pengetahuan” dapat diterjemahkan menjadi “mengenal” atau “mengetahui”. Dalam Injil Yohanes ini sering dipakai dalam hubungannya dengan pengenalan akan Allah. Ini selalu menyangkut suatu hasil perjumpaan dan relasi pribadi berjalan bersama dengan Allah. Seperti misalnya yang tertulis dalam Yoh. 6:69.



Seperti dikatakan oleh J. I. Packer dalam bukunya “Knowing God”, kita mengatakan pengenalan akan Allah dan bukannya pengetahuan tentang Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang sesungguhnya, sedang yang kedua dapat menjadi pengetahuan abstrak yang diperoleh melalui studi kata orang tentang Allah. Pada yang pertama selalu ada penghayatan dalam hidup sehari-hari, sementara pada yang kedua mungkin hanya merupakan konsumsi intelektual belaka. Pengenalan akan Allah yang sejati selalu melibatkan kerinduan, gairah, entusias untuk mengenal Dia lebih dalam lagi. Bagaikan seorang ilmuwan yang terpesona oleh hasil penemuannya dan terus terdorong untuk menyelidiki lebih jauh, demikianlah seseorang yang memiliki pengenalan akan Allah.



Pengenalan akan Allah juga adalah dasar semua pengetahuan yang lain. Van Til bahkan dengan ketat mengatakan bahwa semua pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus dikaitkan dengan pengetahuan/pengenalan akan Allah. Seberapa pentingkah hal ini? Apakah ada beda antara seorang Kristen yang mengetahui bahwa 2+2 = 4 dengan orang yang bukan Kristen? Atau seorang ilmuwan Kristen yang mendapatkan hasil penemuan dari penyelidikannya dengan seorang ateis misalnya? Persoalan ini sebenarnya merupakan persoalan worldview. Karena boleh saja seorang ateis menemukan kebenaran yang sama benarnya dengan orang Kristen (katakanlah dalam penyelidikan ilmiah), akan tetapi dia tidak sanggup untuk menempatkan kebenaran ilmiah yang dia dapatkan tersebut dalam tatanan kebenaran yang seutuhnya. Kebenaran yang dia temukan dalam alam ciptaan tersebut mungkin malah membawa dia ke dalam pengetahuan diri yang salah (misalnya menjadi congkak dan sombong), atau pengetahuan alam yang keliru (misalnya berpendapat bahwa alam pasti mempunyai jiwa atau kekuatan dari dirinya sendiri). Kebenaran selalu bersifat utuh (integrated), inilah yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang tidak percaya.



Maka bagi orang Kristen pengenalan akan Allah membawa kepada pengetahuan diri yang benar, pengetahuan akan siapakah manusia, siapakah sesamaku dan juga pengetahuan akan ciptaan yang lebih rendah. Barangsiapa yang mengenal Allah adalah Allah yang Mahakudus, akan dibawa kepada pengenalan bahwa saya membutuhkan Juruselamat, yang berbelas-kasihan serta mau mengampuni dosa-dosa saya. Jalan itu sudah diberikan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Pengenalan akan Allah dan akan diri yang benar juga akan membawa kita kepada pengetahuan akan manusia, sebagai ciptaan yang tertinggi, bahkan diciptakan menurut gambar-rupa Allah (Kej. 1:27). Dengan demikian kita harus mengasihi sesama manusia, karena setiap orang memiliki gambar-rupa Allah. Mengasihi sesama manusia demi Allah, dan bukan demi manusia itu sendiri, manusia sudah jatuh ke dalam dosa, sehingga ketika kita mengasihi manusia dan berusaha menyenangkan dia demi dirinya sendiri, maka kita akan diombang-ambingkan oleh rupa-rupa keinginan manusia (yang di dalam keberdosaannya merupakan kekacauan). Inilah yang disebut humanisme sekuler. Sebaliknya ketika kita mengasihi manusia demi Allah, di situ kita mengembalikan kemuliaan manusia sebagai mahkota ciptaanNya, dengan tujuan dan rencana asli untuk hidup memuliakan serta menikmati Allah. Yang terakhir, pengenalan akan Allah, diri sendiri dan sesama, akhirnya membawa kita kepada pengetahuan akan alam yang benar. Alam diciptakan untuk melayani manusia, bukan manusia yang melayani alam. Alam diletakkan di bawah penguasaan manusia, dan manusia di bawah penguasaan Allah. Penguasaan alam tanpa Allah, akan menjadikan manusia brutal, menghancurkan alam demi kenikmatan dirinya sendiri. Sebaliknya ketika seseorang mengenal Allah, dia dituntut dalam pertanggungan-jawab untuk mengelola serta mengusahakan bumi beserta segala isinya (Kej. 2:15). Manusia didorong untuk mengerjakan kekayaan serta keindahan alam untuk dinikmati sehingga membawa ucapan syukur serta kehidupan yang semakin menyembah dan memuliakan Penciptanya. Hanya di dalam pengenalan akan Allah yang benar, yang disertai hati yang takut akan Allah, yang sanggup membawa manusia untuk menikmati alam secara benar. Demikian pula penyelidikan ilmiah akan alam akan membawa manusia semakin mengagumi kuasa serta kebesaran Allah dalam dunia ciptaanNya.



Kiranya Tuhan sendiri yang mengaruniakan kita pengenalan akan Allah yang sejati, yang sanggup memimpin kita untuk masuk ke dalam kekayaan pengenalan kebenaran yang seutuhnya. Soli Deo Gloria!

--

Raja Kecil dan Dua Jenderal.

Ada seorang raja kecil di Tiongkok selatan.
Dalam acara kenegaraan akan kedatangan dua jenderal besar dari utara dan barat.
Keduanya sama perkasa dan kebesarannya, keduanya adalah sahabatnya.

Para protokol bingung mana yang akan ditempatkan disebelah kanan,
tempat yang lebih terhormat dari sebelah kiri,
karena kepangkatan dan pentingnya sama setingkat.

Protokol menanyakan pada raja yang bijak ini,
sebaiknya bagaimana mengaturnya paduka?
Raja dengan mudah menentukannya.

Kata sang raja “Siapapun disebelah kanan sebenarnya sama saja,
karena temanku akan memahami dan tidak akan menyalahkan apapun pilihanku,
dan bila dia menyalahkanku, berarti sebenarnya dia dari dulu bukan temanku.”

Dalam kehidupan, kita sering terlalu berhati hati memutuskan, karena sungkan, kawatir, dan berprasangka terlalu banyak. Sebenarnya semua teman kita akan memahami kita, bahkan sering kita tidak perlu menceritakan apapun pada mereka, mereka akan mengerti. Dan bilamana mereka tidak mau memahami anda, sebenarnya buat apa pula bersahabat dengan dia. Kehilangan dia bukan sebuah kerugian buat anda. Ketika kita akan bertindak, asal tulus, jernih dan benar: lakukan, lakukan, lakukan.

Cerita lama,
ditulis ulang,
20 April 2009

Malas, penghalang kesuksesan

Malas, merupakan salah satu penyebab negara Indonesia ini tertinggal dengan negara lain khususnya hubungannya dengan Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagai contoh janganlah jauh-jauh dahulu ke Eropa, tapi yang dekat terlebih dahulu seperti Malaysia ataupun Singapura yang secara geografis luas negaranya maupun kekayaan alamnya jauh berbeda dengan Indonesia namun jauh berbeda pula dalam hal "manusianya", padahal dulu pelajar maupun guru-guru dari Malaysia datang ke Indonesia ini untuk belajar memperdalam ilmunya.

Malas bisa berarti banyak hal, malas belajar (umum terjadi pada pelajar) ataupun malas dalam lingkup yang universal yaitu malas dalam mengerjakan sesuatu Tapi memang rasa malas sudah merupakan fitrah dari Tuhan dan kita harus yakin bahwa pemberian Tuhan itu selalu ada manfaatnya, hanya saja permasalahannya terletak pada bagaimana kita mengatasi rasa malas tersebut, mencoba mengambil manfaat atau hikmah dari penanganan rasa malas kita dan belajar melihat dari sudut pandang yang lebih baik.

Malas itu bisa diibaratkan seperti keimanan kita yang ada kalanya meningkat dan ada kalanya menurun. Tapi ternyata kalau dilatih terus menerus dan teratur keimanan itu bisa meningkat atau setidaknya tidak menurun. Nah..begitupun dengan malas, dengan cara teratur diikuti dengan kekonsistenan kita mengerjakan metode atau cara mengatasi rasa malas, insyaallah rasa malas bisa di atasi dan bukan tak mungkin bisa berubah menjadi rajin..

Aku jadi terinspirasi oleh temanku yang mengatakan seperti ini, "wah..kalau ada yang nggak malas, hebatlah". Dari perkataan terdapat makna yaitu orang yang malas dengan yang rajin, yang sukses dengan yang gagal sama-sama menghabiskan waktu 24 jam perhari, yang membedakan hanyalah manajemen dan pemanfaatan waktu tersebut. Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa malas, diantaranya ialah :

1. Banyak membaca

Jenis bacaannya bisa bermacam-macam, buku, komik, novel ataupun majalah karena disini tidak mempermasalahkan dahulu apakah buku itu baik atau tidak untuk dibaca, tapi yang penting adalah benar terlebih dahulu, benar dalam rangka untuk membentuk kebiasaan dan sifat tidak malas karena nanti itu akan menjadi kepribadian dan karakter kita. Dampak dari membaca adalah kita akan berfikir lebih "jauh" dan akan merasa rugi jika membuat waktu kita tidak efektif dan terbuang dengan sia-sia karena telah terbiasa untuk selalu mengefektifkan waktunya dengan cara yang benar. DR. Aidh Al-Qarni dalam bukunya "La Tahzan" menuliskan "Berpengetahuan dan berwawasan luas, menguasai banyak teori keilmiahan, berfikir secara orisinil, memahami permasalahan dan argumentasi pijakannya adalah sedikit dari sekian bayak factor yang dapat membantu menciptakan kelapangan di dalam hati. Orang yang berpengetahuan luas adalah orang yang berfikiran bebas dan berjiwa teduh". Sedangkan untuk implementasi dari membaca bisa dengan mengajar, menulis, dll.

Setelah kita membaca yang benar, kemudian bertambah tingkatan menjadi baik sehingga menjadi "membaca yang benar dan baik". Baik disini mengandung arti membaca buku -buku yang bermanfaat dan baik tentunya seperti buku tentang pengembangan diri, ilmu pengetahuan maupun agama, bukan lagi buku seperti komik, novel , majalah, dsb. yang biasanya informasinya tidak berlaku untuk jangka waktu yang lama dan tentunya dari segi manfaat dan bobot isi berbeda dengan buku yang baik tadi.

Dan jika setelah membaca kita ingin mempunyai semangat, bacalah buku-buku tentang orang-orang yang sukses atau tokoh -tokoh terkenal, biasanya setelah membaca buku seperti itu, timbul semangat untuk maju dan ingin sukses seperti mereka atau bahkan melebihinya. Bukankah hidup ini harus selalu dinamis dan terus mengalami peningkatan seperti hadits yang sering kita dengar " Barang siapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia orang yang terlaknat, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin maka dia orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dialah orang yang diridhai atau diberi rahmat oleh Allah".

2. Permainan pikiran.

Pokoknya, ketika kita ingin melakukan sesuatu dan tiba-tiba rasa malas muncul, jangan pernah mengucapkan ataupun berpikiran negatif seperti "ah.cape nih, sepertinya tidak akan benar". Lebih baik berpikiran positif seperti "wah..sepertinya asyik nih.pasti rame, come on semangat..semangat, de el el. Karena bagimanapun juga energi yang digunakan untuk berpikiran yang negatif dengan positif itu adalah equal alias sama, jadi bukankah lebih baik apabila kita hanya memasukkan pikiran yang positif saja. Otak secara otomatis akan menerima perintah dan masukan dari kita. Kalau berpikiran malas, pasti rasanya malas terus, otak kita akan mencari alasan supaya kita menjadi malas. "Apa yang anda pikirkan akan menjadi kenyataan" (Quantum Learning). Kemudian jika kita melakukan sesuatu harus sesuai mood dan kalau tidak mood maka yang ada hanya malas, yakinlah tidak akan sempurna, seharusnya mood atau tidak, kerjakan saja. Justru mood itu datang saat kita sedang melakukan suatu kegiatan, bukan sebelum kegiatan tersebut akan dilakukan. Masalah penampakan mood itu hanya sebuah alasan sebagai persembunyian akan rasa malas tersebut. Jadi Intinya kerjakan saja dan selalu berpikiran positif, semua itu akan membuat hidup lebih hidup.. Rasa malas tidak akan pernah hilang jika kita terus berpikiran malas dan hanya menunggu malasnya hilang. Seperti slogan salah satu produk sepatu, Just Do It .!

3. Memiliki Tujuan

Hidup bisa diibaratkan dengan sebuah kapal laut dan kitalah nahkodanya. Kalau seorang nahkoda tidak punya tujuan dan tidak mempunyai kejelasan mau dibawa kemana kapal tersebut, maka kapak itu hanya akan terombang-ambing oleh ombak dan hanya mengikuti kemana air mengalir. Dengan tujuan kita punya impian dan akan mengerahkan upaya untuk mencapai tujuan tersebut sehingga rasa malas akan tersingkirkan.

Sangatlah rugi kalau hidup ini layaknya kapal tadi, hanya mengikuti kemana air mengalir, tidak punya suatu kejelasan. Hidup ini terlalu berharga untuk disia-siakan, seperti kata bijak "masa depan adalah apa yang kita lakukan pada hari ini". Terus kalau kita malas terus bisa ditebak bagaimana jadinya masa depan kita. Semakin banyak yang kita perbuat semakin nyatalah jati diri kita. Kemudian untuk mengatasi malas, kita juga harus selalu introspeksi diri sendiri supaya kita terus memperbaharui diri dan memperbaiki kesalahan yang kita perbuat. Dan jangan lupa juga untuk selalu berpikiran ke depan. Silakan malas malasan sekarang, tapi kita juga harus siap dan berani menanggung akibatnya suatu saat nanti, khan apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Ingat, kitalah pemimpin diri kita sendiri !.

4. Berdoa

Meskipun dengan semangat yang menggebu, banyak membaca, dan terus mencari cara untuk menghilangkan malas, tetap saja kalau tanpa seizin -Nya, semua itu tidak akan pernah berhasil. Supaya kita tidak jadi orang yang sombong, banyak - banyaklah berdoa karena doa merupakan suatu pengharapan yang akan membuat kita selalu termotivasi khususnya secara psikologis. Kata - kata yang diucapkan dalam doa akan menjadi suatu pemikiran yang positif bagi kita. Lalu apa yang kita lakukan setelah kita berdoa ? jawabnya adalah ikhtiar. Kita tidak bisa hanya berdoa saja tanpa melakukan suatu upaya. Sebagai wujud tanggung jawab dari doa kita adalah kita bersungguh-sungguh berusaha mewujudkan doa tersebut. Setelah itu barulah kita bertawakkal yang berarti menyerahkan setiap urusan kepada - Nya. Kita harus sadar bahwa kita itu penuh dengan keterbatasan, kita hanya bisa berusaha dan berdoa sedangkan Tuhanlah yang berhak menentukan. Tentunya supaya doa kita dikabulkan, syarat mutlak adalah rajin beribadah..

Perlu diingat bahwa yang benar-benar ada itu adalah orang yang rajin dengan yang malas, bukan yang pintar dengan yang bodoh, karena kita itu semuanya makhluk yang unggul, coba bayangkan sebelum kita terlahir ke dunia ini kita sudah bersaing dengan berjuta-juta sperma, dan kitalah yang keluar sebagai pemenangnya.

Mungkin masih banyak cara-cara yang lain, tapi semoga cara-cara diatas bisa menghilangkan atau minimal mengurangi rasa malas kita. Tapi semuanya kembali kepada diri kita sendiri karena rasa malas akan terus menghantui kalau kitanya sendiri tidak pernah ada keinginan kuat untuk menghilangkannya. Bagaimana ?

Penulis : Mochamad Yamin Amzah, Pendidikan Network

Tidak ada komentar:

Posting Komentar