Sabtu, 18 April 2009

PEMILU 50 TRILYUN



PEMILU 50 TRILYUN: MATIKAN 68 JUTA MANUSIA, LAHIRKAN 20 JUTA SILUMAN & HASILKAN WABAH KORUPSI & HANCURKAN WATAK BANGSA

Ini bukan soal siapa yang menang pemilu atau siapa dapat kursi di DPR atau siapa jadi presiden.. Tapi 50 trilyun ternyata dihabiskan untuk sebuah acara yang tidak perlu, malah mengajari masyarakat untuk menghacurkan mentalnya sendiri... untuk menghancurkan masa depan bangsanya sendiri..

Berita metro TV, 12 April 2009, untuk pemilu kali ini KPU menghabiskan dana hampir Rp.50 trilyun dengan dana sebegitu banyak ternyata menghasilkan hampir 68juta orang dihilangkan hak pilihnya (dipaksa menjadi Golput/ dimatikan haknya), karena tidak dimasukkan sebagai pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)

Sebaliknya menurut berita sebelumnya pemilu ini jugamenghasilkan lebih dari 20 juta pemilih siluman, yang tercantum dalam DPT, karena:

1. adanya pemilih fiktif, (tapi ada yang mencontrengkan)
2. org yg belum punya hak pilih tapi sudah terdaftar dalam DPT
3. pemilih ganda


Akibatnya:

1. contoh di jakarta di ribuan TPS, banyak warga yang tidak boleh memilih, meskipun sudah menunjukkan KTP, dan data kependudukan lainnya. bahkan ketua RT juga tidak mempunyai hak pilih karena tidak terdaftar dalam DPT(RCTI 9 April 2009)
2. Di Tapanuli ada sebuah daerah, sampai ribut karena warga satu desa tidak dapat mencontreng karena semua tidak masuk DPT (trans TV 9 April)
3. Di Madiun dalam satu RT hanya 3 orang warganya yang terdaftar dalam DPT, ratusan pemilih yang ada dalam DPT tidak dikenal oleh warga, termasuk oleh pak RT (jawa pos 9 April 2009)
4. Dan masih ratusan berita lainnya dari berbagai media diseluruh tanah air yang memberitakan ini.
5. Dalam kasus ini KPU selalu bilang bahwa tidak ada kesalahan dalam DPT, meskipun fakta membuktikan bahwa nama pelaku Bom Bali Amrozi dkk masih masuk dalam DPT, bahkan yang lebih naif, nama Gubernur Jawa Tengah tidak masuk dalam DPT jadi gak punya hak pilih.
6. KPU selalu menyalahkan masyarakat ataupun partai politik, kenapa DPT baru dipermasalahkan sekarang, kok tidak dari dulu. Fakta membuktikan bahwa DPT baru diserahkan kepada masyarakat H-1, seperti kata seorang ketua RT, baru H-1 DPT diterima dan setelah diteliti ternyata hampir semua warganya tidak masuk dalam DPT, waktu menanyakan dan bagaimana agar warganya punya hak pilih. Jawaban yang diterima adalah klasik, bahwa berdasar peraturan mereka yang belum masuk dalam DPT tidak dapat ditambahkan, otomatis warga kehilangan hak pilihnya
7. KPU kelihatan hanya asal menjawab dan menyatakan yang salah adalah masyarakat dan yang benar adalah KPU. dan menjawab secara ngawur, bahwa seolah masyarakat punya hak dalam penyusunan DPT. kenyataannya DPT itu adalah wewenang KPU. Setelah Daftar pemilih divalidasi dan ditetapkan menjadi DPT, barulah data diberikan kepada masyarakat, dan itu tidak boleh dirubah. Jadi mau tidak mau masyarakat harus tunduk kepada KPU.
8. Memang DPT tidak boleh dirubah dengan menambahkan warga yang belum terdaftar dalam DPT untuk dimasukkan dalam DPT agar punya hak pilih. Itu peraturannya. Kok KPU ngotot bahwa kalau warga tidak punya hak pilih adalah salah warga ya...
9. DPT bisa dirubah, hanya dengan mengurangi jika dalam DPT disatu kelurahan/TPS ada nama dan alamat yang sama dengan yang ada dikelurahan/ TPS yang lain. Nah.. siapa yang mau jalan2 menyusuri semua TPS disebuah kota/kabupaten. Toh meskipun ditemukan kejanggalan tidak boleh protes... mencoret pemilih yang punya hak pilih dibeberapa TPS karena terdaftar dalam DPT dibeberapa TPS adalah hak KPU, jika KPU tidak mencoret dan orang itu bisa memilih beberapa kali, itu adalah hak KPU, masyarakat tidak boleh protes.
10. Contoh kasus menurut berita TV dalam 1 TPS ada 1 orang yang setelah mencontreng, lalu ternyata antri lagi di TPS yang sama.. lalu ke TPS sebelahnya.. . alasan diperbolehkan mencontreng lagi karena orang tersebut punya hak pilih.. karena mendapat undangan..
11. Contoh kasus lagi ada wanita umur 15 tahun dan belum kawin, yang sedang menjalani tahanan di Lembaga Permasyarakatan, dia masuk dalam DPT, dan tetap menggunakan hak pilih yang diberikan KPU (trans TV 9 April 2009)


Mungkin bangsa ini perlu belajar demokrasi... dimana pemilu bukan hanya persoalan kalah menang.. tapi membangun kesadaran sebagai warga bangsa untuk membangun negeri secara bersama2..

Jadi pemilu bukan hanya agar ada legitimasi atau dasar alasan jadi DPR, presiden.. kalau hanya untuk itu khan tidak usah ada pemilu..

Dengan dana 50 trilyun penyelenggara pemilu telah memberi pelajaran kepada warga bangsanya agar tidak peduli pada negaranya sendiri...

Persoalannya bukan pada siapa yang menang atau dapat kursi banyak dalam parlemen, atau siapa yang jadi presiden...
Tapi proses pembelajaran yang menghabiskan dana 50 trilyun itu adalah mengajari masyarakat apatis dan tidak peduli entah bangsa mau hancur atau berantakan. Juga mengajari para calon anggota legislatif untuk tidak melaksanakan amanat rakyat.

Dan ini mungkin pemilu termahal di negara belum maju (kalau risih disebut sebagai negara terbelakang) ..
Rp. 50 trilyun.. jelas disitu ada korupsi..
maka juga mengajari masyarakat untuk tidak punya setia kawan... atau kebersamaan sebagai warga bangsa...

Kalau saya hanya menunggu.. korupsi dana 50trilyun oleh KPU itu akan diadili atau tidak???
Kalau persoalan siapa yang dapat kursi di DPR atau siapa jadi presiden.. sebagai rakyat, saya males mengikuti.. karena sudah diajari KPU untuk apatis hehehe...
apalagi karena sebenarnya.. roda kehidupan masyarakat itu jalan terus kok..
kemajuannya tidak tergantung pada DPR atau presiden dan aparat pemerintah.. ..
karena ada sistem seperti yang berlangsung sekarang ini..malah rakyat ini menanggung beban... karena keberadaan DPR, presiden, aparatur pemerintah saat ini terasa seolah membebani masyarakat.. bukan mempermudah urusan masyarakat..

Leonard Riggio: Juragan Buku Pengubah Industri

Leonard Riggio telah disebut sebagai "Ted Turner-nya toko buku" - seorang yang tidak konvensional yang mempertimbangkan resiko-resiko yang berulangkali membawa prediksi akan gagal, bahkan ketika mengubah kembali sebuah industri dengan gambarannya. Salah seorang pe-ritel buku pertama yang mengerti bahwa toko buku adalah sebuah panggung dan bahwa ritel adalah teater besar. Riggio menjadikan toko buku menyenangkan, mengubahnya menjadi pedesaan dimana orang-orang bergerombol untuk nilai hiburan sebagai pilihan tertinggi. Itu adalah marketing yang jenius, dikombinasikan dengan kemauan untuk mematahkan peraturan-peraturan, yang telah menolong Riggio menjadi salah satu figure paling kuat dan kontroversial dalam dunia buku.

Riggio memulai karir penjualan buku di awal 1960an. Terlalu miskin untuk kuliah penuh waktu, ia mengambil pekerjaan sebagai pegawai di toko buku kampus New York University (NYU) selagi belajar teknik metalurgikal di kampus kota NYU di malam hari. Sebagaimana ketertarikan dan pengalamannya di ritel bertumbuh, Riggio mengambil kesimpulan bahwa ia bisa melakukan pekerjaan lebih baik dibandingkan boss-nya bisa lakukan. Maka pada tahun 1965, di usia 24 tahun, ia drop out dari kampus, dan dengan $5000 di tabungannya, ia membuka toko buku kampus sendiri, SBX (for Student Book Exchange), di pojok dari toko buku NYU. Toko tersebut dapat berjuang, dan Riggo menggunakan keuntungan-keuntungannya untuk membuka empat lagi toko buku kampus di sepanjang kota New York. Lalu pad 1971, Riggio meyakinkan para bankir untuk meminjamkan dirinya $1.2 juta hingga ia bisa membeli toko buku Barnes & Noble yang sedang berjuang di Fifth Avenue dan 18th Street.

Leonard RiggioHingga Riggio datang, menjual buku-buku seperti sesuatu hal yang apek dan pertapa. Tetapi akan mengubahnya. Pada 1974, ia membuka Barnes & Noble Sales Annex sepanjang jalan dari toko Barnes & Noble yang asli. Ia mengeluarkan meja-meja dengan buku-buku, menyediakan shopping carts, menaruh kursi-kursi kayu - dan memberikan gratis The New York Times Book Review. Mengambil bagian dari pasar besar seperti Wal-Mart, Riggio beriklan dengan agresif. Slogannya: "Jika Anda membayar harga penuh, Anda tidak akan mendapatkannya di Barnes & Noble." Kompetisinya yang beradab pun terjadi, tetapi Riggio mengetahui bahwa dunia ritel telah berubah. "Kami merasa bahwa kami adalah gambaran dari toko-toko buku yang akan datang - tidak ada pertanyaan mengenai itu," ujarnya kepada seorang reporter di akhir 1970an. "Hari-hari dimana daftar harga penjualan buku diberi nomor."

Riggio lulus dari liga besarnya pada 1986, ketika, ia membeli B. Dalton, sebuah rantai ritel dari 800 toko-toko buku mall. Dikombinasikan dengan 37 toko buku Barnes & Noblenya ditambah 142 toko buku kampus, pembelian tersebut menjadikan Riggio seorang peritel buku paling besar di AS. Beberapa tahun tak lama setelah itu, ia membeli satu rantai toko buku berbasis di mall setelah membeli yang lainnya, seperti Scribner's, Bookstop dan Doubleday Book Stores. Tetapi merasakan perubahan lain di dunia ritel, Riggio dengan tiba-tiba meninggalkan strategi berbasis mall-nya di awal 1990an dan mengubah perhatiannya untuk membangun bangunan-bangunan toko besar.

Memvisikan toko-toko barunya sebagai tempat berkumpul dimana para kustomer nongkrong dan berlama-lama, Riggio melengkapi mereka dengan kursi-kursi nyaman, menyediakan kopi Starbucks, dan menjaga pintu tetap terbuka hingga pukul 11 malam. Strategi Riggio lebih dari sekedar menjual buku-buku - ia ingin untuk membangun nama brand.

Barnes & NobleRiggio tidak menciptakan konsep superstore. Borders-lah yang pertama. Tetapi seperti wirausahawan kebanyakan, Riggio mengambil ide yang sudah ada dan meningkatkannya. "Ia melihat apa yang sedang terjadi, mempertaruhkan perusahaannya dalam sebuah konsep baru, dan itu bekerja," ingat Bobby Haft, yang akhirnya kemudian menjalankan Crown Books. "Pada awalnya, Anda memiliki para eksekutif penerbit yang tidak mempercayai (dalam konsep toko besar). Leo keluar dan tetap membangunnya. Dan mereka semua berkata, "Ah, ya. Tentu saja! Itu dia!"

Mengikuti rencana superstore, Barnes & Noble Inc. mendapat pemasukan dua kali lipat dari $1.08 milyar pada 1992 hingga $2.4 milyar pada 1996. Pada 1998, toko-toko besar Barnes & Noble membuka toko rata-rata 90 per tahun. Tetapi dengan dominasi hadirlah kontroverso. Riggio menjadi target kritik dari para pemilik toko buka kecil independen yang mengklaim toko-toko besarnya memaksa mereka keluar dari bisnis. Mereka bahkan menuduh Riggio memaksa para penerbit agar memiliki perjanjian rahasia dan ilegal. Riggio menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut, menjelaskan kepada mereka dengan masam. "Bisnis toko buku dahulu adalah institusi elit, dan di luar jangkauan. Saya membebaskannya dari hal tersebut."

Leonard Riggio dengan toko-toko besarnya memang telah mengubah bisnis buku dengan begitu dalam menjadi sesuatu semenjak bangkitnya paperback.

Leonard RiggioTetapi seperti yang Riggio katakan bahwa revolusi baru saja dimulai... dan Internet adalah lahan pertempurannya. Barnes & Noble telah melibatkan diri dalam perjuangan berbagi pangsa penjualan buku di Internet dengan pionir toko buku online Amazon.com. Tetapi Riggio melihat Internet lebih dari sekedar tempat untuk menjual buku-buku. Bervisi sebuah pelayanan online yang akan mengijinkan para pembeli untuk mendownload dan print semua atau sebagian dari sebuah buku, Riggio mempercayai Internet akan mengubah konsep dari apa yang para konstitusi penerbit bekerja. "Perubahan ada dalam 10 tahun selanjutnya," ia memperkirakan dalam sebuah artikel di Businessweek pada 1998, "akan lebih besar dari apa yang telah terjadi selama 10 tahun terakhir." Dan jika Riggio memiliki jalannya sendiri, Barnes & Noble akan menulis babak selanjutnya dalam sejarah ritel juga.


--

Charles Lazarus: Pengusaha Pencipta Dunia Anak


Menyebutkan nama Toys "R" Us dan mengingat wajah anak-anak dapat mencerahkan. Dan begitulah bagaimana Charles Lazarus menyukainya. Riteler pertama bagi mainan merchandise berjumlah besar dengan harga-harga diskon, Toys "R" Us Inc. telah disebut sebagai salah satu kisah sukses terbesar dalam bidang ritel semenjak 20 tahun terakhir. Dan pendirinya, Charles Lazarus, telah disebut sebagai salah seorang dari sedikit jenius dalam bisnis. Lucunya, apa yang membawa Lazarus menjadi pionir one-stop-supermarket untuk mainan adalah seorang ibu yang mengomel dan boneka yang patah.

Setelah kembali dari Perang Dunia II, Lazarus memutuskan kembali berbisnis, maka ia menyewa toko reparasi sepeda yang dahulu milik ayahnya di lantai bawah rumah dimana ia lahir dan bertumbuh. "Saya kembali dari melayani Negara setelah perang, dan setiap orang yang saya ajak bicara berencana kembali ke rumah, menikah, memiliki anak, dan menghidupi mimpi Amerika," Lazarus menjelaskan. "Saya telah menabung beberapa dolar sewaktu pergi berperang, jadi saya memutuskan untuk membuka sebuah toko di toko reparasi sepeda milik ayah saya. Tetapi bukannya menjual sepeda, saya malah menjual tempat tidur bayi, kuda-kudaan, kereta bayi, kursi bayi... semuanya untuk bayi. Insting saya mengatakan bahwa waktunya tepat." Instingnya terbukti benar, dan terima kasih untuk ledakan kelahiran anak di masa selepas perang, Lazarus mengalami beberapa tahun yang sangat baik.

Sebagaimana ia belajar keluar dan masuknya menjalankan toko pertamanya, Lazarus mulai menyadari kunci dari kesuksesannya terletak pada mendengarkan kebutuhan-kebutuhan kustomernya dan memenuhinya. Tak lama, seorang wanita bertanya kepada untuk sejumlah mainan yang dapat cocok dengan kereta bayi yang telah ia beli. Tak memilikinya, Lazarus dengan cepat menambahkan beberapa barang mainan dasar untuk stoknya. Tak begitu lama kemudian seorang kustomer datang untuk mencari ganti dari mainan bayinya yang rusak. Lazarus dengan cepat menyadari bahwa orang-orang yang membeli mainan datang kembali. Dan yang membeli kereta bayi atau kursi tinggi untuk anak umumnya tidak kembali. Lazarus mendapatkan pesan tersebut dan berganti untuk menjual lebih banyak lagi mainan, sebuah industri dimana pada waktu kompetisi masih terorganisir sedikit.

Penjualan dengan cepat meningkat, dan Lazarus mulai mencari cara-cara baru dan lebih baik untuk mengambil keuntungan dari pasar mainan yang menjadi booming pada saat itu. Itulah saat dimana ia mencapai ide untuk menjual mainan-mainan dalam lingkungan lebih besar. Mengembangkan tokonya ke supermarket kosong yang di sebelah, ia membariskan rak-rak dengan kotak-kotak berisikan mainan, dimana ia menawarkan harga-harga diskon. Kombinasi dari pemilihan dan harga menjadi sukses dengan cepat.

Sangat menakjubkan, ia mengingatkan. "Kami mungkin yang pertama menjual mainan-mainan dan produk anak-anak dengan potongan harga. Disinilah kami, berlokasi di tengah Washington, DC - dan kustomer-kustomer harus mencari parkiran, dimana sangat sulit dilakukan. Tetapi seorang kustomer mengatakan kepada yang lain, dan dari mulut ke mulut benar-benar bekerja untuk kami."

Toys R UsItu bekerja dengan sangat baik hingga akhir 1950, Charles memiliki cukup uang untuk membuka toko kedua. Para pembeli bergerombol datang ke toko-toko "cash and carry"-nya, mengetahui bahwa mereka akan menemukan banyak pilihan mainan dan hampir semua jenis kereta bayi dan anak, dengan harga yang beralasan. Tetapi mainan tetaplah menjadi penjualan terbaiknya.

Maka di tahun 1957, Lazarus membuka "supermarket mainan" keduanya, dimana ia beri nama Toys "R" Us, dengan huruf R yang terbalik depan belakang. Toko keduanya tentunya beresiko. Meskipun toko mainan "cash and carry" pertamanya telah sukses, tetapi spesialis ritel dan off-price positioning masih merupakan konsep revolusioner di masa awal mall dan diskon tersebut. Ditambah, ritel mainan masih musiman. Department-department store, dimana mendominasi bisnis mainan pada masa itu, membuat 70 persen dari penjualan mereka selama enam minggu sebelum Natal. Untuk berjuang, Toys "R" Us harus sukses menjual mainan-mainan sepanjang tahun, sesuatu yang yang belum pernah terdengar di industri tersebut pada masa itu. Tetapi sekali lagi, waktu Lazarus tidak bisa lebih baik lagi. Populeritas yang bertumbuh dari televisi, dan iklan televisi, memberi pertumbuhan akan fenomena dari "mainan-mainan terbaru" - mainan-mainan yang setiap anak inginkan dan "harus memilikinya," tanpa menghiraukan waktu apa pada tahun itu. Maka Lazarus menyakinkan para orang tua dimana mereka bisa membelinya, dengan potongan harga: Toys "R" Us.

Pada 1966, Lazarus memiliki empat toko yang dari keempatnya menjual sekitar $12 juta harga mainan setiap tahunnya. Untuk pengembangan keuangan lebih jauh, ia menjual seluruh operasi kepada Interstate Sales dengan $7.5 juta kas. Sebagai bagian dari perjanjian, Lazarus tetap berperan sebagai kepala dari divisi mainan. Toys "R" Us berlanjut tetap berkembang dibawah arahan Lazarus, tetapi tidaklah bagi Interstate. Korban dari pertumbuhan yang terpegang sakit, perusahaan tersebut diharuskan menyatakan bangkrut pada 1974.

Charles LazarusLazarus meyakinkan pengadilan untuk membiarkan ia mengawasi Interstate sepanjang masa krusial. Dengan kombinasi dari keteguhan, keputusan-keputusan bisnis yang hati-hati dan investasi berat pada talenta dan teknologi, Lazarus memulai pekerjaan untuk restruksturisasi. Ia menjual atau melikuidasi operasi-operasi yang tak menguntungkan, memelihara toko-toko mainannya, dan dalam empat tahun saja Interstate berubah dari kebangkrutan dan diberi nama kembali Toys "R" Us.

Charles Lazarus diingat sebagai kepala dari Toys "R" Us hingga 1994, ketika ia melepaskan titel CEO-nya pada Michael Goldstein. Ia diingat perusahaan sebagai ketua emeritus, mencurahkan waktunya untuk fokus bisnis internasional, bekerja sebagai duta Toys "R" Us untuk Negara-negara asing dimana perusahaan berharap dapat membuka toko-toko baru.

Pekan Ke-32 Premier League
Perburuan Poin Menyengit

Bila klasemen Premier League pekan ini dipandang sekilas, terlihat ada jarak yang konsisten di antara klub-klub big four. Ini terjadi lantaran Manchester United, Liverpool, Chelsea, dan Arsenal sama-sama meraih kemenangan di pekan ke-32.

Namun, terkecuali The Reds, yang unggul 4-0 di Anfield atas Blackburn pada Sabtu (11/4), sebenarnya tidak ada perburuan poin yang terhitung mudah.

Pada hari yang sama, Arsenal tertinggal lebih dulu sebelum menang 4-1 di Wigan, keunggulan Chelsea di London pun nyaris disamakan Bolton (4-3), serta tuan rumah Sunderland hampir menahan imbang Manchester United 1-1 andai si anak ajaib Federico Macheda tidak menyentuh bola tendangan Michael Carrick di menit ke-76 (1-2).

Striker berumur 17 tahun binaan Lazio yang biasa disapa Kiko itu untuk kedua kalinya secara berurutan memenangkan United. Pada pekan ke-31, ia mencetak gol kemenangan 3-2 Red Devils atas Aston Villa.

Akhir pekan kemarin, meski gol lebih terlihat sebagai buah upaya Carrick, Macheda pada MUTV mengaku sengaja membelokkan bola demi memastikan si kulit bundar melalui hadangan kiper Craig Gordon.

Meski pengakuan ini tidak dipercaya sedikitpun oleh rekan-rekan Kiko di tim cadangan keesokan harinya, pihak Premier League tetap mencatat gol tersebut atas nama Macheda.

Sementara itu, sengitnya perburuan poin juga mencuat di zona relegasi dengan tidak adanya kemenangan yang diraih tiga tim terbawah.

Juru kunci West Bromwich sanggup menahan tuan rumah Portsmouth 2-2, seperti halnya Newcastle juga menahan imbang Stoke City 1-1. Kiprah terbaik di papan bawah adalah pencapaian kemenangan 3-1 Middlesbrough atas Hull City di Riverside.

Akibat Tekanan Kolektif

Gol The Boro dibuka Tuncay Sanli di menit ketiga sebelum dibalas Manucho Goncalves enam menit berikutnya. Buruknya pertahanan Hull membuat skuad Gareth Southgate bisa menambah gol lewat Matthew Bates (29’) dan Marlon King (90’).

Kemenangan ini adalah yang kedua dalam 20 laga terakhir dan jelas disambut gembira oleh Southgate, yang masih yakin timnya bisa bertahan di Premier League.

Dari kubu The Tigers, Phil Brown menyebut anak buahnya tampil tegang dan kerap melakukan kesalahan akibat tekanan tuan rumah yang dilakukan secara kolektif.

"Tekanan di akhir musim bertambah besar. Klub seperti Middlesbrough merespons situasi dengan benar, sedangkan kami harus belajar dari kekalahan ini," tutur Brown seperti dikutip Setanta. (Darojatun)





Thriller Enam Gol di Villa Park
O’Neill Pesimistis

Hasil imbang 3-3 antara Aston Villa dan Everton di Villa Park memang pantas disebut sebagai sebuah thriller pada Minggu (12/3). The Toffees sempat unggul 3-1 atas tuan rumah namun sebuah tendangan bebas spektakuler dari James Milner di menit ke-55 serta dijatuhkannya penalti kontroversial di menit ke-67 membuat cerita berujung lain.

Wasit Howard Webb memandang aksi Joleon Lescott hendak membuang bola yang melambung setinggi kepala akhirnya layak dijatuhi hukuman di titik putih hanya lantaran kaki sang bek kemudian mengenai kepala Stiliyan Petrov, yang berusaha menyundul dari belakang.

Penalti pun dieksekusi dengan baik oleh Gareth Barry mengecoh Tim Howard sehingga kedudukan imbang. Publik setidaknya terhibur karena selain gol Milner, gol dari sayap kiri Everton, Steven Pienaar (53’), pun terbilang mewah.

Tendangan Pienaar meluncur melengkung dari luar kotak penalti sebelum bersarang di tiang jauh gawang Brad Friedel. Gol ini disebut bos Toffeemen, David Moyes, seharusnya meruntuhkan moral tuan rumah karena lahir lewat proses yang sangat indah.

Faktanya The Villans terus melakukan perlawanan alot yang memaksa Everton melakukan beberapa kali tekel keras. Sebanyak dua di antaranya bahkan membuahkan kartu kuning.

Meski bangga dengan perjuangan anak buahnya, Martin O’Neill ternyata pesimistis dengan peluang Aston Villa masuk ke posisi empat besar dan membuka peluang lolos ke Liga Champion musim depan.

Dengan selisih delapan angka dari Arsenal dan tinggal tersisa enam pertandingan lagi, sikap O’Neill memang bisa dipahami.

“Saya tidak menyerah, tapi perjuangan kami akan semakin sulit. Arsenal akan menghadapi pertandingan-pertandingan berat di depan, tapi kami pun menjalani hal yang sama. Satu-satunya cara menjaga peluang adalah dengan tetap menang hingga musim berakhir,” ujar lelaki asal Irlandia Utara itu pada Sky Sports.

Hmm, jangan lupa, Arsenal pun masih harus menjajal Manchester United serta Liverpool! (toen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar