Pada suatu hari, ada seorang pertapa yang ingin membuat sebuah rumah. Selama hdupnya, dia hidup di dalam sebuah gua yang kecil. Yang pertama dia lakukan adalah turun gunung untuk membeli alat pemotong kayu di took peralatan di kota terdekat.
“saya ingin pindah dari gua saya dan bermaksud membuat rumah sendiri dari batang kayu”, begitu kata pertapa ini dengan bangga kepada pelayan toko. Lalu dia melanjutkan penjelasannya, “ Saya perlu alat pemotong kayu yang paling baik, tidak masalah berapapun harganya.
Pelayan toko yang masih muda tersebut segera menuju gudang tempat penyimpanan alat-alat yang dijualnya. Tak lama kemudian, dia kembali dengan membawa sebuah alat pemotong kayu yang tampak bagus dan mengkilap. “Ini alat pemotong yang terbaik yang ada di pasaran.”, kata pelayan itu dengan mantap. “Dengan alat pemotong ini anda bisa menebang kayu bagai pisau memotong mentega. Saya jamin dengan alat pemotong kayu ini, pekerjaan memotong dan menebang kayu yang memakan waktu sebulan, bisa diselesaikan dalam waktu satu hari saja. Jika tidak terbukti, saya berani mengembalikan uang anda dari kantong pribadi saya.”
Karena si pertapa ini sangat tertarik dengan penjelasan pelayan toko tadi, maka dia membeli alat tersebut. Lalau ia kembali kegunung tempat dia bertapa.
Sebulan setelah itu, ketika si pelayan toko sedang sibuk membereskan barang dagangannya, ia mendengar suara teriak si pertapa., “Hei anak muda!!!! Saya datang untuk mengembalikan alat pemotong kayuini. Tolong kembalikan kembalikan uang saya seperti janji anda dulu.”
Si pelayan toko memndang wajah tua si pertapa itu. Ia tertegun melihat penampilan yang sudah tidak karuan. Si pertapa tampak seperti tidak tidur selama berminggu-minggu. Pada pakaiannya tampak bercak darah dan keringan. Kelihatannya isa telah bekerja setengah mati.
“A…a…a..apa yang terjadi dengan bapak??? WAjah anda begitu memprihatinkan!!” Tanya pelayan toko tergagap-gagap.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada padanya, si pertapa tua mengangkat alat pemotong kayu ke meja penjualan. Sambil bersungut-sungut, ia berkata, “Alat pemotong kayu macam apa yang anda jual pada saya??? Katanya, alat pemotong kayu ini mampu menebang pohon dalam sehari saja. Saya sudah menggunakan alat pemotong ini selama 30 hari, tapi pekerjaan saya belum selesai juga. Seperti yang anda janjikan, tolong kembalikan uang saya.”
Si pelayan toko yang merasa keheranan lalu minta maaf dan berkata, “Tentu!!! Janji memang harus ditepati. Tetapi, tolong coba saya periksa dulu alat penebang kayu ini. Siapa tahuada yang tidak beres.”
Lalu si pelayan toko segera menarik tali yang ada pada alat penebang itu. Kontan saja alat itu berbunyi, “B-R-R-R-R-R-R-R-R-R!!!!”
Saking terkejutnya, si pertapa langsung terhempas ke belakang meja penjualan. Ia merasa seakan mendengar bunyi peluru yang ditembakkan dari alat pemotong itu. Lalu ia berteriak kepada pelayan toko, “BUNYI APAKAH ITU???”
Apa yang bisa kita pelajari dari cerita diatas???
“Seringkali kegagalan bukan disebabkan karena minimnya kemampuan atau usaha kita untuk mengerjakan sesuatu. Seringkali kegagalan disebabkan karena miskinnya pengetahuan yang kita miliki. Kita telah menjadi orang yang sangat tidak mau belajar sesuatu.”
Titik Hitam Diatas Kertas Putih
Bertahun-tahun yang lalu hingga sekitar beberapa bulan yang lalu, terus terang saya menjadi seorang yang merasa kehidupan dunia ini datar-datar saja, tidak ada yang istimewa dan layak disyukuri. Bagi saya saat tidurlah suatu kebahagiaan terindah. Entahlah, saya begitu menyesal atas apa yang saya miliki, istri, pekerjaan, kehidupan, kemampuan serta fisik yang saya miliki sepertinya tidak sesuai harapan. Saya selalu merasa menjadi orang yang KEKURANGAN di dunia ini. Semakin kuat saya berusaha untuk merubah keadaan, yang saya terima adalah semakin banyak kekecewaan. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, hingga suatu saat seorang ”sahabat” memberikan suatu nasehat yang sungguh luar biasa dan memberikan suatu gambaran utuh tentang sebuah arti syukur dalam kehidupan. Di suatu tempat aku dan sahabatku berbincang-bincang :
”Ya...aku mengerti apa yang kau alami, tidak hanya kamu akupun sendiri pernah mengalami dan mungkin banyak orang lainnya, sekarang aku akan ambil satu kertas putih kosong dan aku tunjukkan padamu, apa yang kamu lihat ?”, ucap sahabatku.
”Aku tidak melihat apa-apa semuanya putih”, jawabku lirih.
Sambil mengambil spidol hitam dan membuat satu titik ditengah kertasnya, sahabatku berkata ”Nah..sekarang aku telah beri sebuah titik hitam diatas kertas itu, sekarang gambar apa yang kamu lihat?”.
”Aku melihat satu titik hitam”, jawabku cepat.
”Pastikan lagi !”, timpal sahabatku.
”titik hitam”, jawabku dengan yakin.
”Sekarang aku tahu penyebab masalahmu. Kenapa engkau hanya melihat satu titik hitam saja dari kertas tadi? cobalah rubah sudut pandangmu, menurutku yang kulihat bukan titik hitam tapi tetap sebuah kertas putih meski ada satu noda didalamnya, aku melihat lebih banyak warna putih dari kertas tersebut sedangkan kenapa engkau hanya melihat hitamnya saja dan itu pun hanya setitik ?”. Jawab Sahabatku dengan lantang,
”Sekarang mengertikah kamu ?, Dalam hidup, bahagia atau tidaknya hidupmu tergantung dari sudut pandangmu memandang hidup itu sendiri, jika engkau selalu melihat titik hitam tadi yang bisa diartikan kekecewaan, kekurangan dan keburukan dalam hidup maka hal-hal itulah yang akan selalu hinggap dan menemani dalam hidupmu”.
”Cobalah fahami, bukankah disekelilingmu penuh dengan warna putih, yang artinya begitu banyak anugerah yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kamu, kamu masih bisa melihat, mendengar, membaca, berjalan, fisik yang utuh dan sehat, anak yang lucu-lucu dan begitu banyak kebaikan dari istrimu daripada kekurangannya, berapa banyak suami-suami yang kehilangan istrinya ? Juga begitu banyak kebaikan dari pekerjaanmu, dilain sisi banyak orang yang antri dan menderita karena mencari pekerjaan. Begitu banyak orang yang lebih miskin bahkan lebih kekurangan daripada kamu, kamu masih memiliki rumah untuk berteduh, aset sebagai simpananmu di hari tua, tabungan , asuransi dan teman-teman yang baik yang selalu mendukungmu. Kenapa engkau selalu melihat sebuah titik hitam saja dalam hidupmu ?” dan juga........ ......... .
”Itulah kamu, betapa mudahnya melihat keburukan orang lain,
padahal begitu banyak hal baik yang telah diberikan orang lain kepada kamu.
Itulah kamu, betapa mudahnya melihat kesalahan dan kekurangan orang lain,
sedangkan kamu lupa kelemahan dan kekurangan diri kamu..
Itulah kamu, betapa mudahnya kamu menyalahkan dan mengingkari- Nya atas kesusahan hidupmu,
padahal begitu besar anugerah dan karunia yang telah diberikan oleh-Nya dalam hidupmu.
Itulah kamu betapa mudahnya menyesali hidup kamu padahal
banyak kebahagiaan telah diciptakan untuk kamu dan menanti kamu”.
Mengapa kamu hanya melihat satu titik hitam pada kertas ini? PADAHAL SEBAGIAN KERTAS INI BERWARNA PUTIH ?, sekarang mengetikah engkau ?” ucap sahabatku .
”Ya aku mengerti”, ucapku lirih.
Kertas itu aku ambil, aku buatkan satu pigora indah dan aku gantung di dinding rumahku. Bukan untuk SESEMBAHAN bagiku tapi sebagai PENGINGAT dikala lupa,..lupa. ..bahwa begitu banyak warna putih di hidupku daripada sebuah titik hitam. Sejak itu aku mencintai HIDUP ini. Hidup adalah suatu anugerah yang paling besar yang diberikan kepada kita oleh Perekayasa Agung. Aku tidak akan menyia-nyiakannya.
”Terkadang Tuhan menaruh kita pada tempat yang sulit supaya kita tahu dan menyadari bahwa tidak ada yang sulit bagi Tuhan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar