Mengasihi dalam Ketidaksempurnaan (1)
1 Korintus 13:4-8
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Alkisah seorang pria yang sudah bertahun-tahun melajang berdoa kepada Tuhan. "Tuhan, mengapa hingga saat ini aku masih belum juga memiliki pasangan hidup?" katanya. Dengan lembut, Tuhan menjawab, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak pernah memintanya."
Si pemuda ini terdiam dan mengamini ucapan Tuhan. "Kalau begitu, dapatkah Engkau memberikan padaku pasangan yang selama ini aku idam-idamkan? Aku menginginkan pasangan yang baik hati, lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, serta penuh perhatian. Aku percaya, Engkau adalah Tuhan yang Maha Pemurah, tentu Engkau akan mengabulkan doaku dan membuatnya indah pada waktunya," ujar si pemuda itu. Tuhan hanya tersenyum.
Seiring dengan berlalunya waktu, si pemuda ini menambahkan daftar kriteria pasangan hidup yang diinginkannya. Misalnya, ia menginginkan pasangannya itu seorang yang penurut, tidak pernah mengeluh, pandai mengasuh anak, pandai memasak, dan seterusnya.
Dalam sebuah doa malam, Tuhan datang menyapa si pemuda ini. "Anak-Ku, Aku tidak dapat memberikan kepadamu pasangan yang engkau inginkan," kata Tuhan dengan penuh kasih. "Mengapa Tuhan? Apakah Engkau marah kepadaku, Tuhan?" tanya si pemuda ini. "Tidak, sama sekali tidak!" kata Tuhan. "Lalu, mengapa tidak Engkau berikan saja, Tuhan?" tanya si pemuda dengan nada penasaran. Dengan lembut Tuhan menjawab, "Karena Aku adalah Tuhan yang Maha Adil. Aku adalah kebenaran dan segala yang Kulakukan adalah benar."
Penuh kebingungan pemuda ini kembali bertanya, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang kumohon?" Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskannya kepadamu. Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagi-Ku untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagi-Ku untuk memberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar, atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam, atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam, seseorang yang peka terhadap kebutuhanmu, namun engkau sendiri tidak peka terhadap kebutuhan sesama di sekitarmu."
Si pemuda ini hanya terdiam. "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seorang pasangan hidup yang dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seorang yang sudah mempunyai semuanya itu. Pasanganmu itu akan berasal dari tulang rusukmu dan engkau akan melihat dirimu sendiri dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu. Aku tidak memberikan kepadamu pasangan yang sempurna karena engkau sendiri tidaklah sempurna. Namun, Aku akan memberikan kepadamu pasangan yang akan bertumbuh bersamamu menjadi insan yang lebih baik dari hari ke hari."
Apa hikmah yang bisa kita petik dari cerita di atas? Pertama, dalam hidup ini kita seringkali mengharapkan orang lain sempurna namun kita lupa bahwa diri kita pun bukanlah makhluk yang sempurna. Itulah sebabnya kita cenderung ingin agar orang lain berubah namun kita enggan merubah diri kita sendiri terlebih dahulu.
Kedua, dalam ketidaksempurnaan itu kita sebenarnya dapat saling mengasihi bahkan tumbuh bersama. Keadaan yang tidak sempurna inilah sebenarnya yang memungkinkan adanya "ruang" bagi perkembangan masing-masing pribadi yang ada di dalamnya. Bayangkan jika semua orang di dunia ini penuh kasih sayang yang sempurna satu sama lain, tentu kita akan lebih sulit lagi menumbuhkan kualitas kasih dalam hati dan hidup kita. Justru di tengah situasi yang penuh dengan kebencian, kita memiliki peluang yang amat besar untuk menyebarkan kasih sayang kepada sesama.
Mengasihi versus Mencintai
Saya masih ingat pengalaman ketika memberikan training kepemimpinan di Denpasar, beberapa waktu lalu. Dalam training itu saya katakan betapa pentingnya relationship dalam leadership. Hal ini sangat logis. Bukankah kita tidak akan mengikuti kepemimpinan seseorang yang tidak kita sukai? Dan, dengan sangat jelas kita bisa melihat kondisi atau lingkungan kerja yang tidak menyenangkan karena orang-orang di dalam sebuah organisasi tersebut tidak mampu berhubungan baik.
Lebih lanjut saya mengatakan agar sebuah hubungan baik bisa terjalin, seorang pemimpin harus melihat orang-orang yang dipimpinnya sebagai pribadi yang harus dikasihi bukan dieksploitasi. Sayangnya, tidak sedikit pemimpin (terutama pemimpin bisnis) yang masih menganggap stafnya sebagai alat produksi alias mesin uang bagi kepentingan dirinya semata. Ironis!
Yang membuat hari itu begitu berkesan bagi saya adalah ketika salah seorang peserta menanyakan kepada saya, apa perbedaan antara mencintai dan mengasihi. Terus terang saya agak terkejut dengan pertanyaan semacam ini. Kemudian saya teringat kepada Yesus yang mengasihi murid-murid-Nya dengan begitu tulus dan tanpa syarat Yohanes mencatat bahwa Yesus senantiasa mengasihi murid-murid-Nya bahkan Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya (Yohanes 13:1). Dari gambaran itulah saya kemudian menjawab, "Kasih itu tidak bersyarat. Unconditional! Sementara cinta penuh dengan berbagai macam syarat."
Secara pribadi saya bukanlah tipe orang yang suka berdebat mengenai istilah namun dalam hal mencintai atau mengasihi, saya rasa, kita harus lebih banyak merenung dan bercermin diri. Sungguhkah saya mengasihi orang lain atau saya hanya mencintai mereka?
--
Mengasihi dalam Ketidaksempurnaan (2)
Dalam berbagai kesempatan - terutama dalam seminar dan training - saya sering bertanya kepada orang-orang, mengapa mereka berbuat baik kepada rekan sekantor mereka? Ijinkanlah saya mengajukan pertanyaan yang sama kepada Anda kali ini, "Mengapa Anda berbuat baik kepada orang di sekitar Anda?"
Saya tidak tahu apa jawaban Anda namun dari pengalaman, biasanya orang akan menjawab, "Saya berbuat baik kepada orang lain agar mereka juga baik kepada saya atau minimal agar mereka jangan menyakiti saya." Wow, betapa sebuah alasan yang sangat egois! Tapi itulah manusia yang cenderung untuk egois dan lebih tertarik pada kepentingan dirinya sendiri.
Terkadang saya juga bertanya, "Mengapa Anda memberi sumbangan kepada orang yang membutuhkan?" Ada saja yang menjawab, "Agar jangan sampai saya merasa tidak enak. Masa semuanya pada nyumbang tapi saya tidak." Ada juga yang menjawab, "Saya memberi agar saya bisa merasa bahagia. Bukankah kebahagiaan sejati akan didapatkan jika kita memberi?"
Ada sebuah cerita menarik tentang memberi agar bahagia. Konon, seusai sebuah kebaktian, seorang ibu mengeluarkan uang pecahan 100.000 rupiah dari dompetnya dan memberikannya kepada seorang pengemis yang berdiri di pintu gereja. Si pengemis sangat terkejut. Tak putus-putusnya ia mengucapkan terima kasih lalu ia bertanya, "Ibu, baru kali ini saya menerima pemberian sebesar ini. Ibu betul-betul orang yang sangat murah hati." Si ibu hanya tersenyum. Si pengemis melanjutkan ucapannya, "Tetapi kalau boleh saya tahu, mengapa Ibu memberikan saya uang yang sangat banyak?" Dengan nada santai, si ibu berujar, "Saya merasa bahagia bila bisa memberi." Kali ini dengan polosnya si pengemis berkata, "Lalu, kenapa ibu tidak memberikan saja semua uang yang ada di dompet ibu agar ibu bisa merasa jauh lebih bahagia?"
Kita barangkali tersenyum atau tertawa setelah membaca kisah tersebut. Namun maukah kita jujur mengakui bahwa terkadang dalam hidup ini kitapun berperilaku seperti ibu di atas. Kita melakukan sesuatu yang sebenarnya untuk kepentingan kita sendiri. Kita bukannya mengasihi melainkan mencintai. Jangan kecil hati, hal ini bukan hanya terjadi pada Anda, namun juga saya secara pribadi.
Itulah sebabnya saya ingin mengajak kita semua untuk sejenak merenungkan kembali alasan mengapa kita harus mengasihi sesama, terutama orang-orang yang paling dekat dengan kita. Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Sebagai pengikut Kristus, tentulah kita ingat pesan Sang Guru mengenai hukum yang terutama yakni, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:36-40)".
Dari pengalaman hidup, saya kemudian berpendapat ada beberapa alasan penting mengapa kita harus mengasihi. Pertama, karena Tuhan telah terlebih dahulu mengasihi kita. Yohanes menulis, "Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi. Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita (1 Yohanes 4:11-12)". Alasan kedua, dengan mengasihi kita meneruskan kasih Tuhan kepada sesama. Kita menjadi alat Tuhan untuk mewartakan kasih-Nya kepada orang di sekitar kita. Bunda Teresa berkata, "Sebarkan kasih Anda kemana pun Anda pergi. Pertama, di dalam rumah Anda sendiri. Berikan kasih kepada anak-anak Anda, isteri atau suami Anda, kepada tetangga di sebelah rumah Anda. Jangan sampai ada orang yang datang kepada Anda yang pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah alat untuk menunjukkan kebaikan hati Tuhan; melalui keramahan di wajah Anda, keramahan di mata Anda, keramahan dalam senyum Anda, keramahan dalam salam hangat Anda." Ketiga, mengasihi adalah "identitas mutlak" dari para murid Kristus. "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi," kata Yesus (Yohanes 13:34-35).
Belajar Mengasihi
Terus terang, saya harus mengakui bahwa saat ini pun - bahkan hingga akhir hidup saya di dunia ini - saya masih menjadi siswa dari "mata pelajaran kasih". Betapa mudahnya mengucapkan kasih dan betapa sulitnya mempraktekkan kasih dalam kehidupan nyata, terutama dalam situasi yang serba sulit. Saya masih harus belajar dari Allah, Sang Kasih Sejati dan juga dari manusia-manusia yang merupakan pancaran kasih Allah bagi dunia ini.
Diakui atau tidak, kasih telah menjadi kebutuhan mutlak setiap manusia. Maurice Wagner bahkan menyebutkan kalau dalam hati setiap manusia ada kebutuhan untuk merasa dikasihi tanpa harus diperiksa dahulu apakah ia pantas menerimanya. Setiap manusia ingin dikasihi sekaligus ingin mengasihi!
Jika kita berbicara mengenai kasih, kita tidak mungkin memisahkannya dari hubungan antar manusia. Hubungan ini kerap menjadi sumber sukacita sekaligus dapat menjadi sumber kekecewaan yang paling mendalam. Hubungan kasih yang terus meningkat membuat hidup semakin berseri sedangkan hubungan yang buruk membuat hidup semakin muram.
Jika kasih menjadi pondasi bagi sebuah hubungan tentu hubungan itu akan bertambah baik dan bertumbuh subur dari hari ke hari. Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara menumbuhkannya? Barangkali saran dari Glenn Van Ekeren dapat membantu kita semua. Lewat bukunya 12 Simple Secrets of Happiness (Finding Joy in Everyday Relationships) Glenn mengatakan, dalam hubungan antar manusia Anda dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi dengan:
Memberi lebih banyak daripada yang Anda terima
Memberi kesempatan kepada seseorang untuk tetap terhormat
Mampu menyimpan rahasia
Memberi dukungan dan saran positif
Bersikap loyal
Bersedia mendengarkan
Memperlakukan orang secara bermartabat
Mengatakan "tolong" dan "terima kasih"
Bersedia menerima pandangan orang lain
Bersedia memaafkan kesalahan
Mengasihi Orang Sulit
Salah satu hal yang sering dilupakan orang adalah mengasihi tidak selalu identik dengan berusaha memuaskan keinginan orang lain. Kita harus sadar sepenuhnya kalau dalam hidup ini kita tidak akan pernah bisa memuaskan keinginan semua orang. Manusia begitu banyak dan beragam keinginannya sehingga kita tidak mungkin dapat memenuhi semua keinginan mereka. Tentu akan ada yang kecewa. Itu hal yang sangat wajar! Lagipula, jika kita senantiasa berusaha hidup menurut keinginan, pendapat dan kehendak orang lain, kita akan kehilangan jati diri kita dan mudah sekali diombang-ambingkan oleh perkataan orang lain. Kita menjadi orang yang tidak memiliki prinsip atau pegangan hidup.
Itulah sebabnya ada orang yang mengatakan bahwa salah satu hal tersulit dalam hidup ini adalah mengasihi orang-orang sulit (difficult people) yakni orang-orang yang membuat kita senantiasa merasa sedih, memperburuk keadaan atau bahkan mencelakakan kita. Dalam hidup ini, saya kerap berhadapan dengan orang-orang semacam itu. Semula saya sempat marah dan menaruh dendam namun akhirnya saya sadar bahwa tindakan itu hanya membuat saya makin terpuruk dalam kesedihan. Sesungguhnya dalam hidup ini tidak seorangpun dapat membuat kita sedih atau frustrasi jika kita tidak mengijinkannya.
Cara terbaik adalah dengan belajar memaafkan dan melupakannya. Selain itu, saya mencoba melihat kehadiran mereka sebagai sebuah peluang untuk perkembangan pribadi saya sehingga saya dapat semakin dewasa dan bijaksana. Jika kita jeli, kehadiran orang-orang sulit justru dapat menjadi sebuah pelajaran sangat penting bahkan teramat mahal agar kita tidak mencontoh perilaku mereka.
Sebagai contoh, saya beberapa kali berteman dengan orang-orang yang terbiasa menerima namun tidak terbiasa untuk memberi. Ketika mereka membutuhkan saya, mereka akan mengejar-ngejar saya dan terus mendesak saya. Namun setelah bantuan diberikan, mereka pun berlalu bersama sang angin dan tidak pernah terdengar lagi kabarnya hingga hari ini. Beberapa dari mereka bahkan sempat menjatuhkan nama baik saya. Dari mereka ini saya kemudian mendapat satu prinsip hidup yang saya pegang hingga hari ini yakni: jika saya tidak bisa menguntungkan Anda, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk tidak merugikan Anda.
Ada juga beberapa teman yang hampir selalu sinis dan senantiasa "jeli" dalam melihat plus mengkritik segala kelemahan ataupun kesalahan saya. Mereka senantiasa bersikap negatif terhadap segala sesuatu. Dari mereka inilah saya belajar pentingnya bersikap positif dan bersabar dalam menghadapi kritikan. Saya juga belajar untuk tidak takut mengoreksi diri sendiri dan memperbaikinya.
Pesan Kasih
Perkenankanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan sebuah pesan kasih dari Bunda Teresa, "Ketika ajal kita tiba, ketika kita bertatap muka dengan Tuhan, kita akan dihakimi dalam hal kasih - bukan perihal berapa banyak yang telah kita perbuat, melainkan berapa banyak kasih yang telah kita sertakan dalam perbuat-perbuatan kita itu." Salam kasih bagi Anda semua. ***
--
Kita ikut Tuhan untuk menjadi pemenang dan bukan pencundang, oleh karena itu apabila kita membaca dan mengerti isi Alkitab, kita semua harus mengerti bagaimana mengganti persneling kita dalam mengikuti Tuhan, yang tadinya masuk ke gigi dengan mental mundur , sekarang kita masuk ke gigi satu untuk melesat maju terus walaupun di depan kita ada badai dan topan apa pun.
Ketahuilah! Tubuh Anda adalah tempat Roh Allah berdiam. Ada kuasa kebangkitan Allah yang diberikan untuk memampukan Anda menjadi pemenang bukan pecundang. Kita semua berani percaya bahwa kita akan menjadi pemenang karena Allah di pihak kita, tidak ada satupun lawan yang bisa menghalangi kita. (Roma 8:31).
Menjadi pemenang adalah kehendak Allah, karena kita ditetapkan untuk menjadi lebih dari PEMENANG. Untuk menjadi pemenang akan banyak pilihan-pilihan yang akan dibuat sebagai orang Kristen, dari pilihan-pilihan tersebut akan menentukan apakah Anda sampai ke garis akhir atau tidak.
Untuk sampai ke tempat yang Tuhan sudah sediakan, Tuhan berikan suatu api di jiwa kita untuk bisa sampai ke tempat tersebut. Api ini yang akan terus membakar dan menekan kita terus maju ke tempat yang Tuhan sediakan. Tuhan berbicara kepada umatnya melalui mimpi dan penglihatan (vision).
Yoel 2:28 Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan.
Yoel 2:12 "Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."
Kita sebagai anak Tuhan sangat membutuhkan mimpi dan visi, karena ini yang akan membawa engkau naik lebih tinggi bersama Tuhan. Mimpi sering timbul di tengah-tengah krisis dan tekanan yang besar di dalam kehidupan Anda sebagai anak Tuhan. Namun tekanan-tekanan tersebut yang akan membawa kebesaran kepada Anda.
Setiap mimpi yang Tuhan berikan kepada kita akan mendapat perlawanan dari setan. Setan akan keluar dari lubang neraka untuk mematikan visi yang Tuhan lepaskan di dalam kehidupan Anda.
Pada saat tekanan ini datang, jangan goyah iman Anda karena semua kesusahan akan datang. (I Tesalonika 3:2-5) Kita semua tahu bahwa akan banyak tantangan dan tekanan di dalam kehidupan kita pada waktu kita masuk dalam rencananya Tuhan. Tekanan dan kesusahan akan datang, karena setan akan mengeluarkan segala upayanya untuk kita tidak sampai kepada apa yang Tuhan siapkan.
Karena itu kita harus bertekad! Orang yg bertekad akan tampak dari setiap perkataannya. Tekad akan membawa terobosan (breakthrough). Miliki sikap untuk maju terus, artinya ‘Tetap melakukan yang benar di tengah situasi yang tidak benar'. Sikap seperti ini yang akan membuat terobosan datang. Jangan pasif dan pesimis, sikap seperti ini sangat berbahaya.
Tetapkan suatu gol dalam hidup Anda , terus press on..., Yesus adalah seorang Pribadi penyelesai, Dia menyelesaikan dengan baik. Di dalam diri Anda ada Roh PENYELESAI tersebut. Roh ini yang akan memberikan kita hikmat dan pewahyuan untuk mengatasi situasi yang kita alami (Efesus 1:17).
Mari gereja Tuhan, BANGKIT dan bertumbuh terus untuk menyelesaikan semua yang Tuhan siapkan bagi kita semua. Kita harus terus maju sampai tidak takut mengalami tekanan (1 Tesalonika 3:3).
PRESS ON TERUS.....
Galatia 6:9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
JANGAN LIHAT SITUASINYA... LIHAT KEMENANGANNYA. Jangan lihat sekeliling Anda dengan ketakutan. (Yesaya 41:10).
Kamis, 16 April 2009
Mengasihi dalam Ketidaksempurnaan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar