Rabu, 29 April 2009

IRONISME SEBUAH KEPERCAYAAN




Kepercayaan seringkali bagaikan pisau bermata dua, disaat sepenuhnya kepercayaan kita
serahkan pada seseorang seakan kebaikan apapun yang diperbuatnya pada kita laksana
butiran air di padang tandus. Tak mengherankan bila kita mencerung untuk memahami segala
kehilafan yang dilakukannya bahkan yang lebih parah kesalahannyapun terkadang kita
benarkan. Secara tak sadar kita menganggap kesalahannya adalah bentuk titik tolak
langkah perbaikan, mengisi kekurangan dan pembenahan yang ada.

Dan sebaliknya bila ketidakpercayaan yang berikan pada seseorang, apapun yang dikerjakannya
selalu saja meninggalkan sepenggal keraguan dalam pikiran. Ibarat sebuah pisau ketidakpercayan
mampu menyayat onggokan daging dan goresan luka tubuh orang lain yang tak kita percayai.
Dan bahkan hunjaman ketidakpercayaan melebihi kritikan yang paling tajam yang mewarnai
kehidupan. Sadar atau tidak kita sudah membentuk kristal opini yang keliru terhadap semua
bentuk usaha yang dilakukan orang lain, bukan!

Cobalah mulai memahami keberhasilan apapun yang kita peroleh dalam kehidupan ini tentunya
tak lepas dari kepercayaan yang diberikan orang-orang yang senantiasa mendukung kita, selain
memang usaha gigih yang telah kita lakukan. Dan sadarilah bahwa kegagalan-kegagalan yang kita
terimapun sedikit banyak dipengaruhi oleh ketidak percayaan yang orang lain berikan pada kita.
Sayangnya, sebagian dari kita justru lebih menyukai untuk mendapatkan kepercayaan orang lain
di saat memang sedang kita butuhkan. Ironis bukan !!! (MY)

Sifat Terpuji Hiddink
Keluar dari Kotak

Permainan sebuah tim yang solid bisa jelek, bisa juga bagus, tapi data tidak berbohong. Hiddink berhasil mempersembahkan sembilan kemenangan untuk Chelsea dalam 12 laga (sekali kalah, dua kali imbang) di Premier League, Piala FA, dan Liga Champion sejak pertengahan Februari.

Fakta di atas tidak termasuk ketika skuad Roman Emperor mengalahkan Watford 3-1 di putaran kelima Piala FA pada hari Valentine. Hari itu Hiddink masih sekadar menonton di tribun Vicarage Road karena Chelsea masih ditangani asisten pelatih Ray Wilkins.

Kunci cepatnya adaptasi Hiddink di kubu Stamford Bridge adalah lantaran pria asal Belanda yang lancar berbahasa Inggris itu mau membuka telinga untuk segala masukan. Usul Wilkins agar Didier Drogba dan Nicolas Anelka dipadukan sebagai double striker diterima dan ternyata klop.

Kebijakan Scolari, yang dulu tidak pernah mau memakai winger kidal di sisi kanan, pun diterabas pelatih berumur 62 tahun tersebut. Florent Malouda ternyata bisa menjadi sayap kanan, sebaik ketika dirinya dipasang di sisi kiri.

Sikap Hiddink yang “keluar dari pengkotak-kotakan” para pelatih pendahulunya di Chelsea kian terbukti dengan fenomena kepahlawanan bek kanan Branislav Ivanovic di perempat final Liga Champion. Dalam era Avram Grant dan Scolari, Ivanovic tidak dianggap bisa menjadi full back agresif dan hanya pantas menjadi bek sentral. Inovasi terus muncul dari kepala Hiddink. (toen)


--



Menuju Europa League 2009/10
Biar Aman Harus Juara

Coppa Italia 2008/09 memberikan tiket ke UEFA Europa League 2009/10 untuk sang juara. Wakil Negeri Piza dari Coppa Italia akan bermain di babak play-off sebelum fase grup Europa League. Tapi, ada kondisi tertentu yang bisa membuat tiket tersebut diberikan kepada tim lain, bukan sang jawara Coppa Italia.

Melihat susunan semifinalis, Inter dan Juventus tampaknya akan lolos ke Liga Champion 2009/10 karena posisi mereka di Serie A saat ini. Jadi, tiket Europa League akan diberikan kepada Sampdoria atau Lazio? Tidak segampang itu.

Sampdoria dan Lazio memang bisa mendapatkan tiket Europa League tanpa menjuarai Coppa Italia, tapi ada syaratnya. Il Samp harus melewati semifinal dan menghadapi Juventus di final. Demikian pula Lazio. Mereka harus lolos dari semifinal dan bertemu dengan Inter di pertandingan pamungkas.

Sampdoria dan Lazio tidak akan otomatis mendapatkan tiket Europa League kalau mereka berdua lolos ke final Coppa Italia. Berdasarkan peraturan, apabila kondisi itu terjadi, jatah tiket Europa League dari Coppa Italia akan dipindahkan ke tim yang finis di posisi ke-7 di Serie A.

Kalau mau aman meraih tiket ke Europa League tanpa tergantung hasil lain, Sampdoria dan Lazio jadi perlu menjuarai Coppa Italia. Tuntutan tersebut diamini Manajer Umum Sampdoria, Giuseppe Marotta.

“Kami memiliki dua target musim ini: finis di peringkat ke-7 Serie A dan lolos ke final Coppa Italia untuk kemudian berusaha memenanginya,” katanya seperti dikutip situs Cittadigenova.com. (wid)

REKAMAN SEMIFINAL 1ST LEG
---------------------------------------------------------
LAZIO vs JUVENTUS 2-1 (3/3)
Gol: 0-1 Marchionni 34’, 1-1 Pandev 65’, 2-1 Rocchi 28’.
Lazio (4-3-1-2): Muslera; Lichtsteiner (De Silvestri 79’), Siviglia, Cribari, Kolarov; Manfredini (Mauri 53’), Ledesma, Matuzalem; Foggia (Brocchi 85’); Pandev, Rocchi.
Juventus (4-4-2): Manninger; Grygera, Mellberg, Chiellini, Molinaro; Marchionni, Sissoko (Marchisio 58’), Tiago (Poulsen 69’); Nedved; Amauri (Trezeguet 79’), Iaquinta.

SAMPDORIA vs INTER 3-0 (4/3)
Gol: 1-0 Cassano 8’, 2-0 Pazzini 29’, 3-0 Pazzini 41’.
Sampdoria (3-5-2): Castellazzi; Campagnaro (Da Costa 74’), Gastaldello, Raggi; Padalino, Sammarco, Palombo, Franceschini, Pieri; Pazzini (Stankevicius 65’), Cassano (Bellucci 85’).
Inter (3-4-3): Toldo; Cordoba, Materazzi, Rivas (Maicon 46’); Zanetti, Vieira, Muntari, Maxwell (Crespo 61’); Mancini, Adriano, Balotelli (Obinna 65’).


--

Getafe vs Barcelona 0-1
Menyibak Tiga Perspektif

Sabtu (18/4), dari sisi permainan overall, praktis tak ada aksi pamer kualitas yang lazim dipertontonkan Barcelona, selain gol tunggal Lionel Messi ke gawang Getafe. Atraksi spektakuler berupa gelontoran gol trisula maut Barca, seperti ketika membombardir Bayern Muenchen di Liga Champion, nyaris tak terlihat.

Uniknya, kubu Blaugrana menganggap kemenangan tipis pada jornada 31 Primera Division La Liga itu ekstra penting. Kita bisa melihat sukacita Barca ini dari tiga perspektif berbeda. Sudut pertama tentu dari kacamata pribadi Pep Guardiola, sang entrenador.

Bagi Pep, tambahan tiga angka berarti keunggulan enam poin atas Real Madrid, pesaing terdekat mereka, bisa terjaga. Ini jelas berkaitan erat dengan total koleksi poin yang bakal terkumpul di pengujung musim nanti. Apalagi dalam empat partai ke depan, kuartet papan atas bakal menghadang Barca.

“Kemenangan ini terasa penting. Setiap kemenangan memberi kami kepercayaan diri lebih tinggi,” kata Guardiola saat diwawancarai Barca TV. “Kami harus mengangkat silverware musim ini dan para pemain tampak mengetahui apa yang diinginkan. Dari determinasi tinggi ini, mereka memperlihatkan bahwa mereka ingin meraih trofi.”

Perspektif berikut mewakili Messi. Malam itu di Coliseum Alfonso Perez, penyerang lincah yang kalah bersaing dengan Cristiano Ronaldo dalam perburuan gelar pemain terbaik Eropa maupun dunia ini terlihat begitu ekspresif seusai mencetak gol.

Ini bukan gol perdana Messi ke gawang Getafe. Ia pernah mencetak sepasang gol pada semifinal I Copa del Rey 2006/07. Salah satu golnya kala itu bahkan disejajarkan dengan gol Diego Maradona sewaktu menjebol gawang Peter Shilton di Piala Dunia Meksiko 1986.

Namun, gol pada menit ke-19 kemarin adalah gol perdana Messi di Coliseum. “Stadion ini merupakan tempat yang sulit didatangi, apalagi ditaklukkan,” begitu kata Messidona. “Saya tentu senang. Tapi, yang lebih utama bagi saya adalah Barca bisa meraih nilai penuh karena inilah yang kami perlukan.”

Perayaan eksplosif Messi juga bisa kita artikan sebagai penegas dominasi Sang Mesias dalam urusan mengebol gawang. Maklum, itulah gol ke-33 pemain berusia 21 tahun itu di seluruh kompetisi musim 2008/09. Koleksinya melebihi Samuel Eto’o (31 gol), Ronaldo (21), maupun Fernando Torres (14), pesaingnya dalam jalur pemain terbaik musim lalu.

Berujung Juara

Dalam sisa tujuh jornada, ditambah satu final Copa, dan minimal dua laga semifinal Liga Champion, Messi tinggal membutuhkan sembilan gol untuk menyamai torehan fantastis Ronaldo (42 gol) di musim 07/08. “Saya tak punya resep khusus. Saya hanya berpikir bahwa jika kami bermain sesuai dengan standar, maka gol demi gol akan tercipta dengan sendirinya,” ujar Messi.

Nah, kita pun tiba pada perspektif terakhir. Tidak ada kaitannya dengan kualitas teknik, melainkan lebih berbau klenik. Kemenangan di Coliseum punya makna spesial bagi penyuka data statistik. Pada dua kemenangan terdahulu atas klub yang bermarkas di pinggiran ibu kota Spanyol itu, Barca mampu menutup musim dengan gelar el campeon.

Sukses pertama datang di musim 04/05, saat gol-gol Rafael Marquez dan Deco memenangkan Barca 2-1, dilanjutkan musim berikutnya tatkala masing-masing satu gol Eto’o, Ludovic Giuly, dan Thiago Motta memberi keunggulan 3-1 The Catalans. Pada dua musim ini, Barca memuncaki La Liga.

Di dua musim terakhir, Barca hanya bisa bermain imbang 1-1 dan kalah 0-1. Bisa diartikan sebagai kebetulan atau tidak, tapi yang jelas Madrid sukses merebut dua trofi beruntun saat Barca gagal menang di Coliseum.

Bagaimana akhir cerita musim ini? Masih butuh waktu hingga pengujung Mei untuk memastikannya. Satu hal pasti, meski Barca ditunjang aspek historis untuk memutus three-peat Madrid, sang juara bertahan belum mau mengibarkan bendera putih.

Kemenangan 1-0 di kandang Recreativo Huelva membuktikan bahwa Juande Ramos, yang baru menyamai pencapain Miguel Munoz (60/61) dengan memetik 15 kemenangan dan satu seri dalam 16 pekan, punya ambisi juara yang tak kalah besar. (Sapto Haryo Rajasa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar