I decided long ago / Never to walk in anyone's shadow / If I fail, if I succeed / At least I'll live as I believe / No matter what they take from me / They can't take away my dignity
Because the greatest love of all / Is happening to me / I found the greatest love of all / Inside of me
The greatest love of all / Is easy to achieve / Learning to love yourself / It is the greatest love of all
Kutipan lirik lagu The Greatest Love of All di atas, dapat menggambarkan geliat dan pergumulan hati Ken Soetanto, pada saat ia terpaksa harus berhenti bersekolah. Tahun 1965, ketika terjadi gejolak politik, Chung-Chung High School di Surabaya - Jawa Timur ditutup pemerintah. Padahal waktu itu, ia baru duduk di kelas satu SMA.
Maka, selanjutnya ia bekerja di toko milik kakaknya. Sembilan tahun kemudian, akhirnya ia berhasil berangkat ke Jepang untuk melanjutkan sekolah.
Berbekal semangat belajar tinggi, tekad yang pantang menyerah, serta terus menggenggam erat mimpi-mimpinya, Ken berhasil meraih gelar profesor dan empat gelar PhD/Doktor dari empat universitas berbeda di Jepang. Yaitu PhD di bidang aplikasi rekayasa elektronika dari Tokyo Institute of Technology (1985), PhD di bidang kedokteran dari Universitas Tohoku (1988), kemudian gelar Doktor ilmu farmasi dari Science University of Tokyo (2000), dan Doktor ilmu pendidikan dari Universitas Waseda (2003). Bahkan dari pengembangan interdisipliner dari keempat ilmu yang dikuasainya, Soetanto telah menghasilkan 29 paten di Jepang dan dua paten di Amerika Serikat.
Berbagai penghargaan berhasil diraih Soetanto, di antaranya Outstanding Achievement Awards in Medicine and Academia dari Pan Asian Association of Greater Philadelphia, AS. Juga predikat profesor riset terbaik dan profesor mengajar terbaik selama tujuh tahun berturut-turut di Toin University of Yokohama. Sebuah pencapaian yang bukan hanya sangat luar biasa, akan tetapi bahkan terbilang nyaris mustahil. Mengingat, sebelumnya begitu banyak rintangan yang harus ia hadapi. Mulai dari para akademisi Jepang yang meremehkannya sampai kisah masa kecilnya yang rapuh dan mengidap penyakit TBC saat masih tinggal bersama ibu tirinya.
Lalu, dari mana semua keberhasilannya itu ia peroleh? Jawabannya, seperti bunyi pepatah lama "There is no Greatness, without Suffering! Tak ada KEAGUNGAN tanpa PENDERITAAN". Seperti apa persisnya penderitaan yang di lalui Soetanto di masa kecilnya? Serta bagaimana ia terus berusaha berkelit dari semua rintangan yang datangmenghadang? Berikut kronologinya.
Sukses yang Tertunda
Saat sekolah SMA-nya ditutup, Soetanto terpaksa bekerja sebagai tukang reparasi radio di toko milik kakaknya. "Setiap tutup toko jam delapan malam, saya belajar sampai jam lima pagi. Saya terus mengotak-atik radio dan tape. Semangat ini masih saya bawa sampai sekarang, dan inilah semangat yang kemudian mendorong saya untuk mengambil sekolah di Jepang," kisahnya kepada majalah motivasi LuarBiasa. "Setelah saya bisa, kemudian saya mulai muter ke toko-toko elektronik yang ada di Blawuran, untuk menawarkan reparsi secara cuma-cuma. Saya ditanya kamu siapa? Apa bisa reparasi? Waktu itu orang belum percaya kepada saya. Biasanya saya jawab: nanti nggak usah bayar, kalau rusak komponennya saya ganti. Waktu itu saya keliling memakai sepeda."
Meski tokonya kemudian berkembang sangat pesat, sehingga Soetanto pun berhasil mengumpulkan banyak sekali uang, akan tetapi panggilan jiwanya tak berhenti mengusik. Ia tak sedikit pun bermimpi ingin menjadi pedagang, meski bakal berhasil sekaya apa pun. Keinginannya pada waktu itu hanya satu, yaitu ingin terus menuntut ilmu, dan menjadi ilmuwan. Akan tetapi dalam suasana sosial politik di Indonesia pada waktu itu, peluangnya boleh dibilang mustahil. Karena itulah mimpi berikutnya adalah sekolah di Jepang.
"Untuk biaya sekolah ke Jepang, kebetulan saya punya tabungan dan kakak saya juga akan membantu separuhnya. Sebetulnya kakak saya menentang, dia bilang: orang yang lulus S1 saja inginnya menjadi manajer, lha kamu yang punya perusahaan sendiri kok mau kembali menjadi kere? Saya ingin sekolah lagi karena saya merasa bahwa selama berusaha mencari uang, perasaan saya hampa, sehingga hanya berjalan begitu-begitu saja. Saya memerlukan teknik, untuk bisa mengabdi kepada masyarakat. Sebetulnya saya punya dua pilihan, yaitu sekolah ke Jerman atau ke Jepang. Tetapi akhirnya saya lebih memilih ke Jepang."
Ketika akhirnya Soetanto berhasil meneruskan sekolah ke Jepang, perjuangan yang sesungguhnya baru dimulai. "Pada saat mulai belajar bahasa di sana, saya diremehkan. Sebab, saat sekolah itu umur saya sudah 27 tahun. Dan di sana, lazimnya pada saat umur 27 tahun, orang sudah lulus S3 dan sudah memperoleh gelar PhD. Kalau dihitung-hitung, saya sudah telat delapan tahun.
Rencananya saya mau sekolah di Jepang selama satu tahun, tapi akhirnya sampai empat tahun. Pada saat memasuki tahun ketiga, tiba-tiba perusahaan kakak saya di Pasar Turi, terbakar. Waktu itu sekitar 3.500 sampai 4.500 toko terbakar habis dalam waktu 3 hari. Karena itu kakak saya bilang, ‘Maaf saya sudah sudah tidak bisa membantu biaya kamu lagi, kamu sebaiknya pulang sekarang.' Saya jawab, ‘Saya pasti lulus! Untuk itu, saya tetap akan meneruskan sekolah tanpa kiriman dari kakak.' Kebetulan saya di Jepang mengajar privat, dengan penghasilan 40 ribu yen, atau kira-kira sepertiga dari biaya hidup yang saya butuhkan. Singkatnya, never-never give up, saya kejar terus," kisahnya, tentang masa-masa awal ia menerima cobaan.
Soetanto berhasil menyelesaikan S1 dalam waktu empat tahun, S2 selama dua tahun, dan S3 di Tokyo Institut of Technology selama tiga tahun. "Setelah persis tiga tahun lulus S3, saya merasa harus pulang ke Indonesia, untuk membawa istri dan anak saya datang ke Jepang. Kebetulan saya mempunyai dome yang murah, sehingga bisa mengajak istri dan anak tinggal di Jepang. Tapi ternyata setelah satu setengah tahun mencari pekerjaan, saya nggak mendapatkannya. Dari lima puluh surat aplikasi (lamaran) yang saya kirim nggak ada satupun yang dijawab! Saya sempat heran, Tokyo Institut of Technology sekolah saya itu, merupakan sekolah yang bagus, setara dengan MIT-nya Jepang. Nilai saya pun juga bagus, tapi nyatanya kok nggak ada satu pun yang mau membalas lamaran saya. Sampai akhirnya saya tahu, bahwa ternyata orang Indonesia atau orang luar negeri nggak mungkin bisa bekerja sebagai akademisi di Jepang. Ada semacam tembok penghalang yang merintangi.
Saya terus berusaha mencari jalan keluar, sampai kemudian saya berkesimpulan, bahwa satu-satunya cara agar bisa dapat pekerjaan, saya harus melebihi kepintaran orang Jepang. Saya harus lebih pintar, lebih jago dari mereka. Tapi bagaimana caranya? Pada saat itu saya sudah memiliki gelar PhD di bidang elektro," kenang Soetanto.
Soetanto akhirnya kuliah lagi. Kali ini Soetanto mengincar gelar PhD di bidang kedokteran. "Mestinya, waktu yang saya butuhkan untuk sampai mencapai gelar PhD sekitar tujuh tahun. Tapi syukurnya, dalam waktu 3,5 tahun saya sudah meraih gelar Doktor. Dengan mengaintongi dua gelar PhD, saya merasa menjadi orang top. Kalau istilahnya orang Jepang, seperti ‘hantu yang membawa besi.' Hantu itu sudah ditakuti, apa lagi masih ditambah membawa besi, maka akan sangat ditakuti dan kuat. Dalam pikiran saya, pasti saya bakal langsung dapat pekerjaan. Karena saya merasa seperti layaknya Doktor lulusan Stanford dan Doktor lulusan Harvard di Amerika. Tapi siapa sangka, pada saat saya kembali mencari pekerjaan, ternyata saya tidak juga mendapatkannya. Padahal biaya hidup, saya sudah nggak punya. Sampai anak istri saya ungsikan ke Hong Kong di tempat kakaknya.
Karena tidak punya uang, tempat tinggal saya ganti dengan yang lebih kecil. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba ada telepon dari profesor saya, yang saya panggil dengan sebutan Profesor IT. Profesor ini benar-benar pintar, sangat hebat, patennya hampir mencapai 900 item, tetapi sangat kejam. Dia menelepon saya, memberi kabar bahwa dia sudah pensiun. Kemudian ia minta tolong saya, untuk mengurusi murid-murid kiriman Pak Habibie dari Indonesia.
Singkatnya, pada waktu bertemu dia sempat mengeluh, "Aduh, saya pusing menjadi Chairman, karena disuruh mencari dosen Biomedical, di Jepang mana ada?'
Maka segera saya jawab, ‘Pak saya ini dari kedokteran dan biomedical.' Dia bingung mendengar jawaban saya. Profesor ini dulu dosen saya di S1 dan S2. Tak lama kemudian dia tanya, ‘Apa kamu bisa?' Singkat cerita, saya dikenalkan ke Rektor. Setelah itu saya dites. Hasilnya? Respektor saya 37, sudah sangat cukup, bahasa Inggris saya juga cukup. Mereka bilang: Ya sudah, besok kirim aplikasinya."
Seketika Soetanto merasa sangat senang sekali! Akhirnya dia berhasil mendapat pekerjaan juga. ‘Tuhan memang mangasihi orang-orang yang tidak putus asa', begitu pikirnya. "Saking senangnya, aplikasi papernya saya buat serapi mingkin. Sampai saya harus menyiapkan hingga jam lima pagi. Saya nggak berani tidur, karena jam 7 pagi saya mesti sudah berangkat ke universitas untuk menyerahkan aplikasinya. Pada saat saya memasuki kampus, orang-orang nggak ada yang melihat saya. Sudah jam 9, akhirnya saya permisi memperkenalkan diri, ‘Saya ini Soetanto yang kemarin datang bersama profesor IT.' Sampai saya menunggu selama 45 menit, semuanya masih pada diam.
Sekali lagi saya buka suara, ‘Saya ini Soetanto muridnya profesor IT yang kemarin ke sini, Anda kemarin juga ikut menemui saya kan?' Lagi-lagi, semua tetap diam.
Baru sekitar jam setengah 11 siang, profesor keluar dari ruangan, saya senang sekali. Tiba-tiba, si profesor berkata ‘Tanto, ini bukan di Indonesia, ini Jepang, lupakan aplikasi kamu!' Wah...saya jadi bingung. ‘Yang menyuruh kan Anda? Yang mencari dosen kan Anda? Yang suruh bawa aplikasi juga Bapak sendiri kan?'
Dengan dingin dia bilang kepada saya, ‘Kamu ke sini kan untuk belajar dari orang Jepang.' Mendengar jawaban itu kontan saya menangis. Profesor itu menambahkan. ‘Kamu itu bisa belajar atas bantuan orang Jepang, kok sekarang mau mengajar orang Jepang? Orang Jepang tidak butuh kamu!' Hati saya benar-benar hancur saat itu," tutur Soetanto.
Namun, netter yang luar biasa, semua peristiwa pahit yang dialami Soetanto sejak masih kecil hingga berbagai tekanan yang diterimanya di Jepang, seakan memang dimaksudkan "kehidupan," untuk mempersiapkannya. Sebagaimana tekanan dan panas bumi dalam suhu tinggi yang mampu mengubah batu bara biasa, menjadi berlian yang indah. Begitu pula yang terjadi pada Soetanto. Beliau kini telah menjelma menjadi "orang besar". Ia adalah orang pertama dari luar Jepang yang bisa menduduki level jabatan Kepala Divisi di Universitas Waseda-salah satu universitas paling top di Jepang, bahkan dunia, khususnya dalam hal sains. Tahukah Anda? Kementerian Pendidikan Jepang bahkan membiayai risetnya hingga 14 juta dollar AS (sekitar Rp144 miliar) per tahun.
Ken Soetanto juga menjadi salah satu dari tiga pemohon paten paling terkemuka di Jepang, yang telah mempublikasikan lebih dari 1100 karya ilmiahnya. Kini, ia menjabat sebagai guru besar School of International Liberal Studies di Universitas Waseda, guru besar di Toin University of Yokohama, Jepang, dan anggota Komite Evaluasi Tokyo Institute of Technology.
Prof Ken, ketika sedang berbagi kisah, ilmu, dan inspirasi, dalam seminar "Create Your Hoki/Success in Business and Career", 20 Februari lalu di Jakarta.
Sebagaimana dialami oleh Albert Einstein yang pada waktu kecil benar-benar dianggap sebagai anak yang payah serta bodoh dalam semua mata pelajaran, kecuali matematika, tapi kemudian malah berhasil menjadi fisikawan terbesar Abad Dua Puluh. Begitu pula dengan kisah hidup Ken Soetanto, yang kini telah berhasil menemukan ergon-nya. Di mana karya-karyanya merupakan amal, dharma atau pelayanan bagi banyak orang, sebagaimana ia mimpikan sejak usia muda.
-
Reza Ningtyas Lindh (28 tahun), warga negara Indonesia, membuat prestasi gemilang di Swedish Idol 2009. Ia berhasil menyisihkan 11.000 orang pendaftar dan mendapatkan wild card dari dewan juri (karena suara seraknya yang khas dan teknik vokal yang baik) untuk masuk ke babak final bersama 11 kontestan lain. Dan...ini yang luar biasa: Reza sukses menembus babak 5 besar!
Siapa Reza? Reza adalah penyanyi amatir Indonesia yang lahir dan besar di Jakarta. Ia berasal dari keluarga besar dengan 7 saudara. Ia mulai menyanyi di hadapan publik saat berusia 9 tahun, pada perayaan HUT RI. Bakat dan prestasinya dilanjutkan di Asia Bagus (ajang pencarian bakat penyanyi Asia) 1995. Sekadar tahu, aliran musik yang disukainya adalah soul, R&B, pop, dan jazz.
Pindah ke Swedia
Reza pindah ke Lund, kota kecil berpenduduk 100.000 jiwa yang terletak di bagian selatan Swedia, pada Desember 2004. Penyesuaian diri dengan budaya masyarakat setempat, plus bahasa dan cuaca yang sangat berbeda, ditambah kesibukan bekerja, menunda keinginan Reza untuk kembali menyanyi. Boleh dibilang, ia hanya menyanyi pada perayaan HUT RI di Swedia, pada tahun 2006. Saat itu, kualitas suaranya yang prima dan teknik vokalnya yang nyaris sempurna sempat mengejutkan warga Indonesia lain.
Partisipasi Reza di ajang Swedish Idol 2009, terjadi berkat "bantuan" orang lain. Di awal musim panas, ketika tim audisi tiba di Malmo dekat Kota Lund, beberapa rekan Reza secara diam-diam menjebaknya. Dengan alasan akan mengajak Reza jalan-jalan ke Kopenhagen, mereka langsung membawanya ke tempat audisi di mana ratusan orang lainnya juga sudah menunggu giliran.
Di sinilah awal perjalanan Reza di kontes Swedish Idol 2009, yang disiarkan secara ke seluruh Swedia oleh TV4,setiap Jumat malam.
Swedish Idol
Babak final Swedish Idol dimulai pada 9 Oktober 2009 dan rencananya akan berakhir pada 11 Desember mendatang. Dari minggu ke minggu, Reza membawakan berbagai lagu dari bermacam genre. Mulai dari Summertime (lagu jazz legendaris yang dinyanyikan oleh sang diva Ella Fitzgerald, Halo (Beyoncé), The Way You Make Me Feel (Michael Jackson), dan Don't Stop Me Now (Queen).
Penampilan terbaik Reza adalah saat membawakan lagu New York New York, yang lekat dengan nama Liza Minelli dan Frank Sinatra, pada babak 8 besar. Ia tampil layaknya penyanyi profesional yang membawakan lagunya dengan penuh penghayatan. Seakan-akan belum cukup, Reza juga menunjukkan kepiawaiannya berkomunikasi di atas panggung dengan penonton dan kamera. Luar biasa! Begitu ia selesai menyanyi, ketiga juri langsung memberi peghargaan tertinggi berupa standing ovation. Penonton pun bertepuk tangan sambil bersorak-sorai.
Perjalanan Reza di ajang bergengsi ini memang hanya sampai pada babak lima besar. Namun kita tetap harus bangga pada prestasi anak bangsa ini. Sebab, tak mudah untuk lolos ke babak final dalam ajang Idol di negeri orang. Apalagi, sistem penilaian ditentukan oleh publik melalui telepon dan SMS. Juri hanya bertugas mengomentari dan memberi kritik yang membangun. Maka Reza yang jauh dari keluarga harus berjuang sendiri. Jika setiap minggu penampilan finalis lain didukung komunitas dan keluarga besarnya, maka Reza "hanya" mendapat dukungan moral dari teman-teman, kekasih, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia yang ada di Stockholm.
Selain itu patut dicatat, Swedia merupakan salah satu negera dengan industri musik terbesar di dunia. Banyak lho, penyanyi Swedia yang sukses di dunia internasional. Dan ajang Swedish Idol merupakan suatu kesempatan besar dan bergengsi bagi penyanyi-penyanyi di negara itu untuk mengembangkan karirnya di bidang tarik suara.
Selamat untuk Reza! Semoga prestasinya terus berkembang dan terus mendapatkan dukungan.
-
Pada suatu hari, Jason Sadler (26 tahun), seorang pemasar profesional dari Florida, diberhentikan dari pekerjaannya. Kecewa? Ya. Sedih? Pasti! Tapi hal ini tidak membuatnya terus terpuruk. Ia berhasil menemukan ide kreatif yang spektakuler, bangkit, dan kini telah menjadi seorang jutawan dengan penghasilan sekitar Rp800 juta setahun. Luar biasa!
Ide Jason adalah memasarkan/mengiklankan sesuatu melalui kaus. Mengenai desain dan informasinya, ia serahkan pada kliennya.
Sebagai langkah awal, Jason membuat website "iwearyourshirt.com". Kemudian, mulailah ia membuat networking dan mencari klien.
"Tarif saya 1 dollar AS untuk satu hari," ujar Jason. "Plus beberapa kaus untuk saya pakai, ukuran XL! Jika Anda menyewa saya untuk jangka waktu beberapa bulan atau satu tahun, ada harga khusus."
"Untuk mengiklankan sebuah perusahaan atau produk, saya akan berjalan-jalan keliling kota dengan kaus promosi tersebut. Lalu saya berfoto dan membuat video di beberapa tempat. Kemudian, foto-foto dan videonya saya upload di berbagai blog-juga Twitter, Facebook, dan YouTube-ditambah sedikit penjelasan tentang perusahaan atau produk itu."
Beberapa perusahaan langsung tertarik. Otomatis, Jason harus mengenakan kaus promosi nyaris sepanjang hari, setiap hari! Namun, ia tidak keberatan dan berhasil mengantungi keuntungan sekitar 85.000 dollar AS atau Rp800 juta dalam kurun setahun. Jumlah ini termasuk besar, lho. Sebab, berdasarkan data Biro Statistik Amerika Serikat, rata-rata pendapatan di Negara Paman Sam "hanya" Rp304 juta per tahun.
"Jadwal saya sudah penuh untuk tahun 2010," pungkas Jason. "Kini, saya berencana untuk mempekerjakan orang lain."
-
Sandhy Sondoro (28 tahun), putra Indonesia asal Ciputat - Jakarta, sukses mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia. Pada awal Agustus 2009, ia sukses menyabet gelar JUARA UTAMA di ajang "International Contest of Young Pop Singer: Novoya Volna/New Wave".
Kontes menyanyi internasional terbesar di Eropa Timur ini, digelar di Kota Yurmala, Latvia, pada 28 Juli hingga 2 Agustus 2009. Siaran langsungnya bisa disaksikan di banyak negara, selain Latvia sendiri. Antara lain: Ukraina, Georgia, Belarus, Kazakstan, Finlandia, Perancis, Italia, dan Rusia.
Babak final diikuti oleh 17 finalis yang berasal dari 14 negara. Sandhy adalah finalis pertama yang berasal dari wilayah Asia Tenggara.
Kita patut bangga, Sandhy tampil gemilang di ajang ini. Pada hari pertama, 11 (dari 12 orang) juri memberikan nilai sempurna alias 10 untuk suara dan penampilannya. Jumlah poin yang sama, diperoleh pada hari kedua. Pada hari ketiga, Sandhy bahkan bisa mendapat nilai sempurna dari semua juri! Para penonton yang hadir juga langsung berdiri dan memberi tepuk tangan panjang untuk putra Indonesia ini. Luar biasa, kan!
Memang, perolehan angka Sandhy pada hari terakhir bisa disamai oleh Djamala, peserta perempuan dari Ukraina. Masing-masing berhak mendapat piala dan hadiah uang sebesar 50.000 euro (sekitar Rp700 juta). Namun, berdasarkan berbagai pertimbangan, dewan juri memutuskan bahwa Sandhy-lah pemenang utama kompetisi ini.
**
Bagaimana kisah perjalanan Sandhy, yang kemampuannya diakui Benua Eropa ini? Pada mulanya, Sandhy pergi ke California, Amerika Serikat. Setelah beberapa waktu, ia pergi ke Kota Berlin, Jerman untuk sekolah.
Setelah selesai menempuh pendidikan ilmu arsitektur, 12 tahun yang lalu, Sandhy mengembangkan bakat musiknya. Ia merasa terinspirasi oleh band legendaris asal Inggris, The Beatles. Ia pun merasa memiliki kelebihan dalam bermain gitar dan menyanyi. Maka, ia mengamen di berbagai bar, kafe, dan subway. Tak mudah bagi Sandhy, merebut hati orang-orang Eropa, khususnya orang Jerman.
"Contohnya waktu di kafe. Habis nonton saya manggung, mereka paling cuma komentar begini, ‘Not bad'," cerita Sandhy.
Namun, Sandhy tak lekas putus asa. Ia begitu cinta pada musik. Ia juga seorang pekerja keras dan orang yang ulet. Maka, ia terus berjuang.
Jalan masuk ke industri musik rekaman di Jerman terbuka lebar ketika Sandhy sukses menembus lima besar kontes menyanyi pop ternama di Jerman (seperti American Idol, namun di Jerman namanya cukup unik: SSDSDSSWEMUGABRTLAD/ Stefan sucht den Superstar, der singen soll, was er möchte, und gerne auch bei RTL auftreten darf). Sekadar info, acara yang dipandu oleh Stafan Rabb ini disiarkan oleh stasiun televisi ProSieben (Pro7), setiap Senin malam hingga Kamis malam.
Pada 2009, Sandhy merilis album Why Don't We. Album ini terasa kental dengan nuansa pop-blues. Lagu-lagu yang ada di dalamnya, antara lain Superstar (How Could We Not Love) dan Shine (featuring Dublex Inc). Ia sempat datang ke Jakarta, untuk mengenalkan album tersebut, sekaligus memperdengarkan lagu "Malam Biru", yang khusus diciptakannya untuk kita di Indonesia.
"Saya ke Indonesia hanya untuk say hello. Kalau (saya) bisa diterima, syukur. Kalau enggak, ya engga apa-apa," kata penyanyi yang memiliki tarikan suara sedikit serak ini. "Sebenarnya saya susah membuat lagu berbahasa lain (selain bahasa Inggris). Tetapi saya sengaja buat lagu pakai bahasa Indonesia. Lagu itu bercerita tentang kerinduan, dalam arti luas. Rindu kepada Indonesia, kekasih, dan lain-lain."
Mengenai keikutsertaannya di ajang International Contest of Young Pop Singer: Novoya Volna/New Wave, Sandhy menjelaskan bahwa dia mendaftarkan diri secara pribadi. Keiikutsertaannya tidak melalui pihak-pihak di Tanah Air, yang bisa menyertakan seniman Indonesia dalam lomba musik di luar negeri.
"Saya ikut atas nama pribadi," jelas Sandhy. "Tapi, karena saya dari Indonesia, saya terdaftar sebagai Sandhy Sondoro dari Indonesia."
Lalu tentang kemenangannya, Sandhy berkomentar, "Bagi saya kemenangan bukanlah hal yang utama. Hal terpenting bagiku adalah sambutan publik yang luar biasa; benar-benar di luar dugaan saya!"
Untuk selanjutnya, Sandhy memilih tetap berkarir di bidang musik. "Saya memang suka dan ingin main musik," tuturnya. Ia sangat bersyukur, hingga saat ini, dapat hidup berkecukupan dari pilihan karirnya tersebut.
**
Salam sukses luar biasa! Semoga Sandhy tetap bisa mengharumkan nama bangsa sekaligus menjadi inspirasi bagi banyak orang.
-
ory
[Simpan dalam bentuk PDF] SocialTwist Tell-a-Friend
Delapan Pemuda Luar Biasa yang Mengubah Dunia (bagian 1)
Penulis : Team Andriewongso.com
Senin, 25-Mei-2009
1. Mark Zuckerberg (kini 25 tahun/asal AS)
Ketika menciptakan situs jejaring sosial Facebook, Mark Zuckerberg baru berusia 19 tahun. Ia membuat Facebook untuk membantu membangun jaringan sosial bagi remaja di kampusnya saat itu, Universitas Harvard, Amerika Serikat.
mark zuckerberg
Kini, Facebook merupakan situs jejaring sosial terbesar kedua setelah MySpace. Di bawah pimpinan Sang Penemu, situs ini terus tumbuh hari demi hari. Jutaan pengguna baru terus mendaftar setiap bulan!
2. Steve Shih Chen (31 tahun/Taiwan-AS), Jawed Karim (30 tahun/Jerman-AS), Chad Hurley (32 tahun/AS)
Keduanya adalah pencipta dari situs "berbagi video online", YouTube. Mereka mendirikan YouTube pada 2005. Ketika itu, Chad berusia 28 tahun dan Steve 27 tahun.
Penemu YouTube
Pada Oktober 2006, YouTube diakuisisi (diambil alih kepemilikannya) oleh Google. Nilainya: 1,65 miliar dollar AS (Rp16,9 triliun).
3. Jerry Yang (40 Tahun/Taiwan-AS) dan David Filo (42 tahun/AS)
Pada tahun 1995, kedua orang ini menemukan Yahoo!, situs mesin pencari kedua terbesar setelah Google. Saat itu, Jerry berusia 26 tahun dan Filo 28 tahun.
Penemu Yahoo!
Tahun lalu, perusahaan raksasa Microsoft sempat ingin membeli Yahoo!. Nilai tawaran yang dibicarakan: 44,6 miliar dollar AS (Rp458,8 triliun). Rencana ini memang batal. Namun, Microsoft dan Yahoo! tidak menampik mengenai kemungkinan kerja sama di masa mendatang.
4. Matt Mullenweg (25 tahun/AS)
Matt Mullenweg adalah pencipta situs penyedia blog gratisan: WordPress. Ia mulai baru berusia 19 tahun ketika mulai menciptakan cikal bakalnya.
matt
WordPress menjadi tenar dalam waktu singkat. Alasannya, situs ini mudah dipakai dan selalu diperbarui. Hingga tahun 2008, tercatat ada 230 juta pengakses tetap dengan 6,5 miliar halaman WordPress yang bisa dilihat. Lalu, ada 35 juta posting baru dengan tambahan rata-rata empat juta posting setiap bulan.
Matt, yang pernah datang ke Jakarta pada Januari 2009 ini mengatakan, ia tidak akan menjual WordPress ke perusahaan besar dengan harga' selangit'. Ia juga bilang, tidak mencari keuntungan dari WordPress. Keuntungan sudah ia dapatkan dari beberapa perusahaan, yang dimilikinya.
5. Tom Anderson (38 tahun/Amerika Serikat)
Tom Anderson merilis MySpace pada bulan Agustus 2003. Ada kesimpang siuran data mengenai usianya saat itu, namun berbagai sumber menyebut Tom berusia kurang dari 30 tahun ketika menciptakan MySpace.
Tom Anderson
Saat ini, MySpace adalah salah satu situs jejaring sosial paling besar di dunia, yang bersaing ketat dengan Facebook. MySpace telah digunakan lebih dari 100 juta orang, dengan pengguna terbesar berasal dari kawasan Amerika Serikat.
Kelebihan MySpace terletak pada bidang musik. Ketika fasilitas musik terbaru (yaitu "audio streaming" gratis) diluncurkan pada 25 September 2008, hanya dalam beberapa hari saja, ada miliaran lagu yang didengarkan oleh para penggunanya. Kelebihan ini membuat banyak orang memperkirakan bahwa MySpace bisa mempengaruhi industri musik di internet.
6. Blake Aaron Ross (23 tahun/AS)
Blake Ross adalah pemuda jenius yang menciptakan Mozilla, fasilitas penjelajah internet. Mozilla diluncurkan untuk umum pada November 2004. Saat itu, usia Blakebaru 19 tahun!
Blake Ross
Mozilla kemudian digabungkan dengan Firefox, program yang diciptakannya bersama Dave Hyatt. Maka, setelah itu, namanya menjadi Mozilla Firefox.
Dengan cepat, Mozilla Firefox diterima para pengguna internet di dunia. Ia, antara lain, dinilai lebih aman dan mudah dipakai (dibandingkan dengan para kompetitornya). Ia juga dinilai mampu merebut sebagian pasar fasilitas penjelajah internet, yang selama ini dikuasai oleh Microsoft Internet Explorer.
Banyak orang memuji kesuksesan Blake Ross. Direktur engineering Yayasan Mozilla, Chris Hoffman, mengatakan, "Dalam dunia ‘Open Source', posisi seseorang tergantung pada keahliannya. Dan Blake Ross memiliki semua keahlian yang dibutuhkan."
7. Pierre Omidyar (41 tahun/Perancis-AS)
Pierre Omidyar merilis eBay pada 4 September 1995. Saat itu, usianya 28 tahun.
Pierre
eBay adalah situs lelang online. Awalnya, Pierre membuat eBay untuk menolong seorang teman dekat yang ingin menjual sebuah produk. Namun, tak lama kemudian, eBay berkembang pesat menjadi lahan bisnis yang amat prospektif. Kini, eBay adalah situs lelang online terbesar di dunia.
Menurut Pierre, dalam sebuah wawancara, kesuksesan eBay tidak lepas dari dua hal. Pertama, kuatnya komunitas penjual dan pembeli, yang jumlahnya mencapai ratusan juta orang. Kedua, nilai-nilai baik yang dianutnya. Dalam bisnis, eBay percaya bahwa pada dasarnya setiap manusia itu baik dan setiap orang memiliki suatu keunggulan yang bisa diberikan kepada orang lain. Selain itu, eBay percaya bahwa kejujuran dan keterbukaan bisa membawa kebaikan pada diri manusia.Maka, aturan "emas" eBay adalah mengakui dan menghormati setiap orang sebagai individu yang unik. eBay pun berharap para anggotanya bisa mengikuti contoh yang diberikan.
8. Larry Page (36 tahun/AS) dan Sergey Brin (35 tahun/AS)
Keduanya merilis Google pada 4 September 1998. Saat itu, mereka baru berusia 25 tahun dan 24 tahun. "Kantor" pertama mereka adalah garasi.
Google, mesin pencari yang bisa menampilkan segala jenis informasi ini, disukai banyak orang - terutama para mahasiswa. Maka, hanya dalam tempo waktu beberapa tahun saja, Google bisa berkembang amat pesat dan meraup keuntungan miliaran dollar AS. Kini, Google bisa disebut sebagai mesin pencari nomor satu di dunia.
Kisah sukses Larry Page dan Sergey Brin dalam menciptakan dan mengembangkan Google telah menjadi inspirasi bagi banyak orang muda di dunia ini, khususnya para penggemar teknologi informasi. Mereka berharap bisa membuat program baru yang berguna bagi masyarakat dunia dan menguntungkan dari segi finansial.
--
Ma Li -
Ma Li adalah seorang balerina profesional, yang sudah membangun karirnya sejak masa kanak-kanak. Ia berasal dari Provinsi Henan, China. Sayangnya, ketika berusia 19 tahun (tahun 1996), ia mengalami kecelakaan mobil. Akibatnya, lengan kanannya harus diamputasi. Kemudian, kekasihnya pergi meninggalkannya.
Betapa bingung dan kecewanya Ma Li! Ia sempat mengurung diri di rumahnya selama berbulan-bulan. Namun, dukungan orangtua menguatkannya. Perlahan tapi pasti, ia melanjutkan hidupnya. Ia segera belajar melakukan mengurus diri dan rumahnya dengan satu lengan. Beberapa bulan kemudian, dia sudah membuka usaha, dengan mendirikan satu buah toko buku kecil.
Pada tahun 2001, Ma Li kembali ke dunia tari yang dicintainya. Ini hal yang sulit, karena dengan hanya satu lengan, ia kurang bisa menjaga keseimbangan tubuhnya - khususnya ketika melakukan gerakan berputar. Namun Ma Li tidak putus asa. Ia terus berusaha, hingga akhirnya ia bisa menyabet medali emas pada kompetisi tari khusus untuk orang-orang yang memiliki kekurangan pada fisiknya. Menurut Ma Li, di kompetisi itu, selain mendapatkan prestasi, ia juga mendapatkan dukungan dari orang-orang yang senasib dengannya. Dari situlah, ia mendapatkan dorongan motivasi dan rasa percaya diri yang lebih besar.
Ma Li
Pada 2002, seorang laki-laki bernama Tao Li jatuh cinta pada Ma Li. Tapi Ma Li meninggalkannya karena khawatir kejadian masa lalu yang menyakitkan terulang kembali.
Tao Li bukan pemuda yang mudah putus asa. Ia mencari Ma Li hingga ke Beijing, tempatnya meniti karir sebagai penari. Ketika bertemu kembali, pasangan ini tidak terpisahkan lagi.
Ma Li dan Tao Li sempat jatuh bangkrut saat virus SARS menyerang China (November 2002 hingga Juli 2003). Sebab, pada masa itu, semua gedung teater/seni ditutup! Namun mereka tetap berjuang dan bangkit kembali.
Setelah serangan virus SARS mereda, Tao Li mendapat izin resmi untuk menjadi agen Ma Li. Sambil berusaha mengembangkan diri dan usaha, kedua insan ini kerja sambilan sebagai pemeran figuran di berbagai lokasi syuting drama. Nah, pada suatu malam bersalju, keduanya pulang larut malam dan harus menghabiskan banyak waktu, untuk menunggu bus yang datang pada pagi hari. Agar tidak terlalu kedinginan, keduanya menari. Pada saat inilah, Tao Li mendapatkan ide untuk menciptakan tarian yang indah dan unik, tarian yang khas Ma Li. Ma Li setuju, dan mulai saat itu mereka mencari seorang penari pria (untuk menjadi pasangan menari Ma li) dan koreografer...
-Zhai Xiao Wei-
Pada umur 4 tahun, Zhai Xiao Wei sedang asyik bermain. Ia lalu mencoba memanjat sebuah traktor, lalu... terjatuh. Karena cedera berat, kaki kirinya harus diamputasi.
Beberapa saat sebelum diamputasi , ayah Xiao Wei kecil bertanya pada putranya: "Apakah kamu takut?"
"Tidak," jawab Xiao Wei. Ia kurang memahami arti amputasi.
"Kamu akan banyak mengalami tantangan dan kesulitan," kata sang ayah.
"Apakah itu tantangan dan kesulitan? Apakah rasanya enak?" tanya Xiao Wei.
Ayahnya mulai menangis. "Ya, rasanya seperti permen kesukaanmu," katanya. "Kamu hanya perlu memakannya satu persatu." Setelah itu, sang ayah berlari keluar ruangan.
Berkat dukungan orangtua dan lingkungannya, Xiao Wei tumbuh menjadi anak yang sangat optimis, periang, dan bersemangat. Kemudian, ia menjadi seorang atlet. Xiao Wei aktif di cabang olahraga lompat tinggi, lompat jauh, renang, menyelam, dan balap sepeda.
-Pertemuan Ma Li dan Zhai Xiao Wei-
Pertemuan itu terjadi pada bulan September 2005. Saat itu, Xiao Wei (21 tahun) sedang berlatih agar bisa tampil di kejuaraan balap sepeda nasional. Ma Li melihatnya dan merasa dialah partner menari yang cocok untuknya.
Ma Li berlari ke arah Xia Wei dan mengajukan berbagai pertanyaan.
"Apakah kamu suka menari?" Itulah pertanyaan pertama Ma Li.
Xiao Wei terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia, yang hanya punya satu kaki, melakukan kegiatan seperti menari? Selain itu, Xiao Wei mengira bahwa Ma Li adalah perempuan bertubuh normal. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat saat itu Ma Li mengenakan lengan palsu dan pakaian khusus untuk menutupi cacat tubuhnya.
"Siapa namu kamu? Berapa nomor telepon kamu? Tinggal di mana?" begitulah selanjutnya pertanyaan-pertanyaan Ma Li. Xiao Wei diam saja - tidak menjawab sepatah kata pun. Maka, Ma Li memberikan selembar tiket pertunjukan tari kepada pria itu. Tawaran itu diterima.
Dua hari kemudian, Xiao Wei berdiri terpesona di gedung pertunjukan tari. Ia terkesan sekali dengan tarian yang dipersembahkan Ma Li. Akhirnya, ia setuju untuk menari balet bersama. Untuk itu, ia rela pindah ke Beijing untuk berlatih bersama Ma Li.
Selanjutnya, mereka latihan tiap hari, dari jam 8 pagi hingga 11 malam. Mulai dari melatih mimik wajah di depan cermin hingga gerakan-gerakan tari. Keduanya harus melalui masa-masa sulit, karena sebelumnya Xiao Wei tidak pernah menari. Sementara Ma Li sendiri, adalah seorang penari yang perfeksionis. Tahukah Anda, untuk mendapatkan gerakan "jatuh" yang tepat, Ma Li sampai rela dijatuhkan lebih dari 1.000 kali! Pada hari pertama berlatih "jatuh", gerakan benar yang pertama baru bisa dilakukan pada pukul 8 malam...
Hand in Hand
Hand in Hand
Apa yang terjadi berikutnya, Anda tentu sudah mengetahuinya! Pada April 2007, mereka menyabet medali perak pada lomba tari "4th CCTV National Dance Competition" (saksikan videonya di AW Inspirational Video). Pasangan Ma Li/ Zhai Xiao Wei menjadi terkenal. Tarian "Hand in Hand" menjadi inspirasi bagi banyak orang. Apabila mau belajar dan berusaha mengatasi kekurangan yang ada pada diri kita, dan dengan tekun mengembangkan potensi diri, kita semua pasti mampu menjadi pemenang yang sesungguhnya!
--
Eleanor Simmonds atau Ellie adalah seorang anak Inggris. Ia mengidap penyakit achondroplasia. Akibatnya, tubuhnya tidak bisa berkembang dengan normal. Saat ini, pada usia 14 tahun, tinggi badannya hanya 1,23 meter, dengan berat badan 43 kilogram.
eleanor di tepi kolam renang
Namun, janganlah memandang remeh dirinya. Ia sangat berbakat, percaya diri, dan prestasinya LUAR BIASA! Ialah wakil termuda Inggris Raya untuk Paralimpik 2008 di Beijing, China. Paralimpik adalah kejuaraan olahraga khusus untuk orang yang cacat fisik dan penglihatan.
Ellie berlaga di lima nomor perorangan cabang olahraga renang. Berbekal impian meraih medali Paralimpik, ia harus bertanding dengan orang-orang dewasa yang usianya jauh di atasnya. Hasilnya? Ellie sukses meraih dua medali emas di nomor gaya bebas 100 meter dan 400 meter!
ellie di paralimpik
eleanor dan dua medali emas
Bahkan, pada nomor 400 meter, Ellie berhasil mengalahkan Nyree Lewis (28 tahun) - senior sekaligus sumber inspirasinya. Karena Nyree-lah, Ellie tertarik menjadi atlet renang.
Prestasi Ellie terdengar sampai telinga Ratu Inggris Elizabeth II. Ratu berkenan memberinya penghargaan "Member of the Order of the British Empire" (MBE). MBE adalah gelar untuk kelas terbawah dalam susunan bangsawan Kerajaan Inggris Raya. Penghargaan atau gelar ini diberikan untuk warga Inggris Raya yang bisa mengharumkan nama negerinya.
Ellie menerima medali ini langsung dari tangan Ratu Elizabeth II pada Rabu, 18 Februari 2009. Betapa bangganya, Ellie! Apalagi ia menjadi orang termuda sepanjang sejarah, yang dianugerahi penghargaan MBE.
eleanor dan penghargaan mbe
Prestasi dan penghargaan tentu membuat kehidupan Ellie dan keluarganya menjadi lebih baik.
Puaskah Ellie? Tidak! Dua pekan setelah mengukir prestasi gemilang di Beijing, dia sudah sibuk belajar di sekolah dan tentu saja, latihan renang.
eliie di sekolah
renang
"Saya latihan pagi dua jam sebelum berangkat sekolah dan dua jam lagi sepulang sekolah," ujar Ellie. "Liburnya hari Minggu saja. Saat itu saya memulihkan kondisi dan bermain dengan teman-teman." Sekadar tahu, Ellie memang sudah terbiasa dengan kerja keras. Ia mulai latihan renang sejak usia 5 tahun dan ikut lomba sejak usia 10 tahun. Baginya, renang sangat menyenangkan. Dari olahraga air inilah, semangat hidupnya membara.
Apa target besar dan menantang berikutnya? Ellie ingin menambah prestasinya di Paralimpik 2012, yang akan diadakan di London, Inggris. Ia ingin mendapat medali emas di semua nomor! "Keluarga dan teman-teman, yang tahun lalu tidak bisa datang ke Beijing, akan bisa mendukung impian saya secara langsung!
Kita lihat saja, prestasi selanjutnya dari Eleanor Simmonds.
--
Bagi penggemar film-film action, khususnya silat, pastilah satu nama ini tak bisa lepas dari ingatan. Gerakannya yang lincah dan gaya bertarungnya sangat lentur. Tak heran, sebab, sosok ini-Jet Li-bukan sekadar aktor yang ahli di layar perak, tapi juga memang juara beladiri sejati di kehidupan senyatanya. Tengoklah prestasinya. Berturut-turut selama lima tahun, dari 1974-1979, Jet Li mampu menjuarai kejuaraan bela diri pada pertandingan Chinese National Martial Arts Contest.
Terlahir di Beijing China pada 26 April 1963, Jet Li yang bernama Mandarin Li Lian Jie tak begitu saja menjadi ternama seperti sekarang. Ia mengalami proses perjuangan panjang layaknya kisah-kisah dalam berbagai filmnya. Bahkan, ia tercatat mengalami beberapa kegagalan dalam proyek film yang digarapnya. Pernah suatu ketika, Jet Li yang mulai terkenal melalui film Shaolin Temple ini mencoba merambah Amerika. Kala itu, sekitar tahun 1989, ia tampil di film Dragon Fight. Hasilnya jeblok. Tapi, bukan Jet Li kalau langsung menyerah. Ia pun lantas bertemu dengan produser dan sutradara ternama, Tsui Hark. Bersama, mereka lantas membuat film dengan dana pribadi dengan judul The Master pada tahun 1990. Hasilnya? Makin jeblok, bahkan film itu konon tak diterima bioskop di sana. Ia pun kemudian kembali ke China dan meneruskan karier filmnya kembali, mulai dari bawah.
Sebenarnya, awal kecintaan Jet Li pada dunia film tak bisa terlepas dari kecintaan dirinya pada beladiri wu shu. Sebab, beladiri inilah yang pertama kali menerbangkannya ke Amerika untuk mementaskan wu shu di depan presiden Amerika saat itu, Richard Nixon. Kala itu, Jet Li terpilih sebagai bagian dari kontingen pertukaran budaya karena prestasinya di kejuaraan beladiri di China.
Wu shu sendiri memang seperti sudah mendarah daging pada diri Jet Li. Sejak usia dini, Jet Li sudah belajar beladiri yang sangat kental nuansa orientalnya ini. Kala itu, sekitar usia 8 tahunan, ia masuk ke sekolah beladiri di Beijing Athletic School. Di sana, pria yang sudah menjadi yatim sejak usia dua tahun ini bertemu dengan guru yang kemudian dianggap sebagai ayahnya sendiri, Wu Ben.
Wu Ben inilah yang melihat bakat Jet Li yang tersembunyi. Bakat alami yang dimiliki Jet Li kemudian membuat Wu Ben berusaha melatih Jet Li sangat keras. Kala itu, Jet Li sempat merasa dirinya diberi porsi latihan yang tak semestinya. Ia merasa harus berlatih lebih berat daripada rekan yang lain sehingga membuatnya sempat merasa tak sepaham dengan Wu Ben. Tapi, belakangan, Jet Li baru sadar, bahwa Wu Ben justru sedang berusaha memunculkan bakat alami dan mengasahnya agar menjadi modal masa depan Jet Li. Dan, semua itu terbukti kala Jet Li mampu menjadi juara di berbagai pertandingan beladiri sehingga ia diajak berkeliling dunia ke lebih dari 40 negara untuk mempertunjukkan keampuhan beladiri asli China.
Bakat dan kemampuannya inilah yang kemudian mengantarkan Jet Li masuk ke dunia film. Kala itu, film pertamanya berjudul Shaolin Temple mendulang sukses yang luar biasa. Film inilah yang kemudian mengenalkan kehidupan ala Shaolin ke seluruh dunia sehingga banyak pemuda yang ingin belajar langsung ke kuil Shaolin. Sejak saat itu, berturut-turut, banyak film yang sukses dibintanginya.
Meski sempat gagal saat mencoba merambah Amerika, ia kemudian justru sukses saat menjadi tokoh jahat di film Lethal Weapon 4 yang juga dibintangi aktor ternama, Mel Gibson. Sejak saat itu, nama Jet Li menjadi makin terkenal di Amerika dan dunia, sehingga film-film lawasnya pun ikut kembali terangkat.
Saat di puncak ketenaran, sebuah kejadian nyaris merenggut nyawanya. Kala itu, Jet Li bersama anaknya yang baru berusia 4 tahun, nyaris ikut terbawa arus laut yang menggila karena tsunami besar tahun 2004. Saat sedang berlibur di Maladewa, ia harus pontang panting menyelamatkan keluarganya hingga kakinya sempat robek terkena pecahan furnitur. Inilah yang kemudian membuatnya sadar untuk segera berbuat sesuatu bagi sesamanya. "Saya yakin bahwa dunia adalah satu keluarga besar, karena itulah kita perlu membantu satu sama lain," sebutnya kala meresmikan yayasan yang dibentuknya, One Foundation. Yayasan ini dibentuk salah satu tujuannya untuk memberikan bantuan bagi mereka yang terkena bencana atau musibah besar karena faktor alam, tanpa melihat batasan agama, ras, sosial. Melalui yayasan ini, Jet Li menggugah kepedulian dengan program 1 person + 1 dollar + 1 month (each month) = 1 (big) family, yang berarti satu orang yang mampu mendonasikan satu dolar tiap bulan akan membantu banyak keluarga di dunia sebagai sebuah keluarga besar.
Ketenaran Jet Li sebagai aktor laga tak diragukan lagi. Itu semua merupakan buah kerja keras dan semangat pantang menyerah dalam hidupnya. Kini, dengan apa yang diraihnya, ia ikut menggugah kepedulian orang dengan yayasan yang dibentuknya. Sungguh, sebuah sikap yang patut diacungi jempol dan diteladani. Luar biasa!!!
--
Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa jadi milik Anda.
Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. "Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi," itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks.
Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia merintis "cangkir demi cangkir" dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.
Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal Starbucks. Duo tersebut memang dikenal sangat getol mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Ia pun segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin. Sayang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru. Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.
Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan.
Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian keseharian yang harus dihadapinya.
Tekad itu terwujud--dan bahkan--dengan uang yang terkumpul dari usahanya, ia berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu tak berhenti dengan terbelinya Starbucks. Saat terjadi akuisisi, ia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan dan bahkan memberikan opsi saham sehingga sense of belonging karyawan makin tinggi.
Kini, dibantu dengan CEO yang diperbantukannya, Orin C Smith, Howard berhasil mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan layanan dengan keramahan pada konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Howard terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.
Howard Schultz adalah gambaran kegigihan seseorang dalam mewujudkan ide. Meski diremehkan pada awalnya, Howard tetap bertahan dan akhirnya membuktikan bahwa dengan tindakan nyata, semua ide bisa menjadi nyata. Kepedulian yang ditunjukkan dengan "memanusiakan" semua karyawannya juga telah membuatnya makin disegani sehingga mampu terus memperbesar usahanya.
-
Jangan pernah meremehkan sebuah panggilan hati, meski itu bertentangan dengan apa yang menjadi sikap keseharian kita! Itulah yang terjadi pada sosok Martha Tilaar. Barangkali, melihat kiprah perempuan yang masih terlihat segar di usia yang tak lagi muda ini pasti kita membayangkan masa mudanya tak bakal jauh dari urusan seputar kecantikan? Pastilah ia berhubungan erat dengan keelokan, keanggunan, dan kemolekan ala kraton Jawa yang terbentuk baik dari sikap maupun penampilan.
Ternyata, masa muda perempuan kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 4 September 1937 ini jauh dari kesan cantik dan anggun. Malah, ia tumbuh jadi gadis tomboy, lincah, bahkan bandel. Ia sangat tidak suka merawat diri jika dibandingan dengan saudara-saudaranya. Bayangkan, hobinya main layang-layang dan berenang di sungai! Karena itu, kulitnya jauh dari kesan mulus dan bahkan rambutnya pun memerah. Ibunda Martha muda sering menegur dirinya agar berpenampilan layaknya seorang perempuan.
Masa remajanya, Martha mengambil kuliah jurusan sejarah di IKIP Negeri Jakarta. Sejak lulus tahun 1962, ia kemudian mengajar sejarah. Profesinya sebagai guru membuat dirinya makin sering diperingatkan sang bunda untuk berpenampilan lebih layak di depan murid-murid. Akhirnya, ia lantas dipaksa untuk ikut les kecantikan. Konon, diantar sang ibu ia belajar tata kecantikan ke Titi Purwosoenoe. Rupanya, di sinilah jiwa perempuan Martha terpanggil. Entah siapa yang memengaruhi, atau entah itu merupakan panggilan hati, Martha mulai jatuh cinta dengan dunia kecantikan.
Maka, saat sebuah kesempatan menghampirinya, Martha pun menyempatkan diri belajar kecantikan di Academy of Beauty Culture, Bloomington, Indiana, AS. Saat itu, ia mengikuti tugas belajar suaminya ke Amerika. Dari hasil pendidikannya, ia kemudian membuka praktik salon. Ia terjun ke lapangan sendirian untuk mempromosikan usahanya. Mulai dari masuk kampus-kampus, hingga mendatangi ibu-ibu yang ikut suami tugas di sana. Martha juga menyempatkan diri melamar bekerja sebagai salesgirl produk kosmetika Avon. Setiap sore ia keluar masuk asrama mahasiswa dan mengetuk pintu untuk lalu berteriak lantang, "Avon Calling!"
Dari sini, jiwa wirausahanya terus bergolak. Maka, sekembalinya ke Indonesia, ia pun memutuskan membuka salon. Karena belum mempunyai rumah sendiri, garasi rumah orangtuanya jadi laboratorium usaha yang ia beri nama "Martha Salon". Di sebuah ruangan berukuran 6x4 meter daerah Menteng Jakarta itu, tepat pada tanggal 3 Januari 1970, menjadi hari bersejarah penentu arah hidup Martha Tilaar. Di sana, ia mulai membuat produk-produk kecantikan dari bahan alam dengan nama Sariayu Martha Tilaar, merek yang jika diartikan "Sarinya Wong Ayu".
Dari garasi itulah, perjalanan bisnis Martha Tilaar teruji dengan berbagai hal. Meski produknya mulai diterima oleh banyak orang, ia sempat ditolak saat hendak menyewa beberapa mal dan plaza terkemuka di Jakarta. Produknya dianggap tidak memiliki image berkelas.
Martha Tilaar lantas menjawab tantangan tersebut dengan mendirikan Puri Ayu Martha Tilaar pada kisaran Mei 1995. Tepatnya di daerah Kuningan Jakarta Selatan, ia membuat gerai jamu dan kosmetika Sariayu. Berkat perjuangannya, gerai tersebut mampu berkembang dan bahkan punya cabang di kota-kota besar lain di Indonesia. Usaha yang kini dinamai Martha Tilaar Group berkembang dengan sekitar 11 anak perusahaan dan mampu mempekerjakan setidaknya 6000-an orang.
Kini, dengan kesuksesannya, ia mendirikan Yayasan Martha Tilaar untuk mendidik kaum perempuan tentang kecantikan. Yayasan ini bertujuan mendidik kaum perempuan agar mempunyai keterampilan tentang kecantikan hingga bisa jadi modal saat terjadi krisis seperti pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kisah perjuangan Martha Tilaar dari nol hingga menjadi sukses luar biasa patut diteladani oleh siapa saja. Kekuatan tekad untuk mendobrak tantangan yang ada adalah inspirasi bahwa siapapun yang mau berusaha dan berjuang, pasti akan menemukan jalan keberhasilan.
-
Siapa yang tidak kenal Sudono Salim atau Liem Soei Liong (92 tahun), usahawan sukses kelas dunia? Ia mendirikan Grup Salim. Grup ini, antara lain melahirkan Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, Bogasari, Bank Central Asia, dan lain-lain. Pria yang akrab disapa Om Liem ini juga pernah menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Bahkan, ia sempat masuk daftar "100 Orang Terkaya di Dunia". Apa rahasianya, hingga bisa jadi pengusaha besar?
Pertama, Om Liem punya bakat dan naluri bisnis yang luar biasa. Kedua, ia mengembangkan sifat-sifat ini: pekerja keras, pantang menyerah, dan tekun! Katanya, kepada harian "Kompas" di Singapura: jika ingin sukses, jangan berpangku tangan saja. Semasa muda, bekerjalah habis-habisan. Bersemangatlah dan efektif dalam menggunakan waktu. Jangan cuti lama-lama, jangan selalu jalan-jalan, dan jangan tidur cepat! Jangan pula mudah menyerah pada kesulitan.
Bagaimana kalau gagal dalam usaha? Jangan putus asa. Bangun lagi dengan kiat baru! Begitu seterusnya hingga Anda menemukan formula paling pas untuk sukses. Kalau Anda mudah putus asa, sebaiknya jadi pekerja saja, jangan jadi usahawan...!
Selain itu, jadilah pengusaha yang memiliki karakter yang baik. Orang yang sukses dengan cara curang, pasti akan segera gulung tikar karena orang-orang/publik menolaknya. Oleh karena itu, lebih baik untung lebih sedikit, namun diusahakan secara jujur dan ikhlas. Kita bisa tidur lebih nyenyak dan tidak punya beban.
"Memang benar, seorang pengusaha harus banyak akal," kata Om Liem. "Tapi, jangan curang. Jangan ambil milik orang lain."
Terakhir, Om Liem mengingatkan: rajinlah membantu fakir miskin. Tujuannya, agar jiwa kita terasah untuk selalu berbagi.
Kini, di usianya yang sudah senja, Om Liem tinggal di Bukit Timah, Singapura. Sesekali, ia pergi ke kantornya yang sederhana, untuk bersosialisasi. Banyak teman-teman yang datang berguru padanya, untuk menjadi seorang pengusaha besar.
--
Rafael Nadal, Sang Pejuang Pantang Menyerah
Penulis : Team Andriewongso.com
Rabu, 06-Agustus-2008
Perjuangan habis-habisan dan pantang menyerah sampai tetes darah terakhir barangkali tepat untuk menggambarkan perjuangan Rafael Nadal mengalahkan petenis nomor satu dunia, Roger Federer di ajang tennis Wimbledon. Betapa tidak, mereka mencetak rekor permainan tenis terlama dalam sejarah, yakni empat jam 48 menit. Dan, itu pun dengan skor yang sangat ketat, 6-4, 6-4, 6-7, 6-7, dan 9-7.
Selama ini, tepatnya dua musim berturut-turut, Nadal selalu kalah di final Wimbledon oleh Federer. Nadal yang dikenal sebagai jago lapangan tenis tanah liat hanya bisa menang dari Federer di final Perancis Terbuka, yang memang menggunakan lapangan tanah liat. Selebihnya, jika berjumpa di lapangan rumput, hampir selalu dipastikan Federerlah pemenangnya.
Karena itu, kemenangan Nadal atas Federer di Wimbledon ini menjadi sejarah tak terlupakan bagi Rafael Nadal. Sebab, selain bisa mengalahkan musuh bebuyutannya beberapa tahun belakangan, Nadal juga kembali mengharumkan nama negaranya-Spanyol-yang terakhir jadi juara di Wimbledon tahun 1966 atas nama Manuel Santana.
Yang jelas, pertandingan kali itu memang layak disebut sebagai pertarungan tenis abad ini. Betapa tidak, susul menyusul angka, hingga jatuh bangun mewarnai partai yang juga diselingi hujan tersebut. Beberapa kali kejar mengejar angka terjadi, bahkan hingga ke angka kritis. Sang pemenang ditentukan oleh kesiapan dan mental juara serta semangat juang habis-habisan. Meski, yang kalah pun sebenarnya juga punya daya juang yang tak kalah luar biasanya. Terbukti dari selisih angka yang memang sangat tipis. Sungguh, inilah gambaran dari seorang Rafael Nadal yang pantang menyerah mengejar mimpi. Itulah Rafael Nadal, si raja tanah liat yang kini telah berhasil menaklukkan sang maestro lapangan rumput.
"Saya masih tak percaya bisa memenangkan gelar di Wimbledon. Sejak kecil, saya memang memimpikan bermain di sini, tapi untuk jadi juara, itu sangat mengesankan. Apalagi, saya harus bertarung dengan pemain terhebat sepanjang sejarah di turnamen ini dimana saya merasakan kalah di final dua kali berturut-turut sebelumnya oleh pemain yang sama," ujar Nadal usai menang melawan musuh bebuyutannya itu.
Kelahiran 3 Juni 1986 di Manacor, Mallorca, Spanyol ini memang gambaran seorang pejuang sejati. Ia berusaha melawan semua anggapan bahwa ia hanyalah juara tenis di lapangan tanah liat. Nadal pun mati-matian meningkatkan kemampuannya di lapangan rumput. Perjuangannya mencapai puncak dengan keberhasilannya mengalahkan Federer di Wimbledon.
Tapi, tak hanya itu, ia juga berhasil mengukir rekor 32 kali tak terkalahkan dalam berbagai kejuaraan. Meski, akhirnya ia harus mengaku kalah pada petenis Serbia, Novak Djokovic, justru pada puncak di mana ia mampu menggeser tahta Federer sebagai petenis nomor satu dunia 4,5 tahun berturut-turut. Kini, petenis yang mendapat gemblengan sangat keras dari pamannya sejak usia belasan itu, telah memetik hasilnya. Hasil latihan hingga larut malam yang diterapkan pamannya, Toni, kini telah berbuah. Nadal bersiap untuk menggantikan posisi raja tenis pria saat ini.
Sungguh semangat pantang menyerah yang patut diteladani dari sosok Rafael Nadal. Berjuang empat tahun lebih untuk menggapai puncak-raja tenis pria-kini ia berhasil mewujudkan impiannya. Ia pun berjanji tak kan berhenti berjuang demi meraih supremasi di lapangan tenis. Demikian juga kita dalam perjuangan hidup ini, tak boleh berhenti meski telah merasa mendapatkah semua mimpi. Sebab, tantangan demi tantangan lain akan terus menanti untuk menjadikan kita sebagai juara sejati!
-
Siapa yang kenal sosok nenek cantik yang masih lincah di usia kepala tujuhnya ini? Yah, dia adalah Titiek Puspa. Perempuan yang masih sangat bugar di usia lebih dari 70 tahun ini memang sudah dianggap sebagai legenda artis sepanjang zaman di kalangan pemusik tanah air. Betapa tidak, puluhan bahkan ratusan karyanya, telah mencetak hits di tembang nasional. Baik sebagai penyanyi dan pencipta lagu, kemampuan Titiek Puspa sudah tak diragukan lagi. Ia juga sudah bermain di berbagai judul film. Artis junior dan senior juga sering memakai lagu ciptaannya untuk menjadi batu loncatan melariskan album musiknya.
Di usia yang makin senja, Titiek selalu saja tampil enerjik di setiap kesempatan. Kini, selain dunia keartisan, ia juga sukses membesarkan usaha katering. Ia pun selalu tampil rendah hati pada setiap orang yang dijumpainya. Itulah yang membuatnya mampu bertahan hingga kini. Bahkan, demi menghormati kiprahnya, beberapa artis muda sempat membuatkan persembahan album musik, "A tribute to Titiek" bagi nenek kelahiran Tanjung Kalimantan Selatan 1 November 1937 ini.
Kesuksesan memang sudah direngkuh dan berhasil dipertahankan Titiek hingga kini. Tapi, jika melihat perjuangannya di dunia tarik suara, barangkali orang baru akan memaklumi mengapa ia bisa bertahan hingga sekarang. Perempuan yang punya nama kecil Soemarti ini masa kecilnya justru dilarang oleh orangtuanya untuk jadi penyanyi. Namun, karena dorongan teman dan tekadnya yang bulat, ia diam-diam ikut festival nyanyi dengan nama samaran Titiek Puspo. Titiek diambil dari nama panggilannya, sedangkan Puspo adalah nama ayahnya, Tugeno Puspowidjojo. Panggilan inilah yang justru belakangan melesatkan namanya ke belantika musik negeri.
Saat memulai perjuangannya sebagai penyanyi, kala itu ada sebuah ajang musik bernama Bintang Radio dan Televisi. Ajang tersebut adalah sebuah batu loncatan bagi banyak artis untuk naik ke puncak, dikenal, dan membuat rekaman. Beberapa kali, Titiek juga berupaya melalui jalur lomba tersebut untuk mencapai mimpinya menjadi penyanyi ternama. Sayang, ia tak pernah berhasil menjadi juara utama.
Hebatnya, kekalahan justru makin membulatkan tekadnya untuk berjuang meraih yang terbaik. Untuk menggapai jalur popularitas, Titiek pun menempuh jalur pentas dari panggung ke panggung. Sebuah perjuangan berat karena ia harus lebih intens "menawarkan suaranya" ke mana-mana agar bisa dikenal.
Dan, rupanya jalur independen melalui panggung ini sepertinya memang telah jadi jalan sukses bagi nenek 14 cucu ini. Kiprahnya di panggung bersama Orkes Simphony Djakarta pimpinan Sjaiful Bachri kala itu mengantarkannya menjadi penyanyi yang cukup laris. Apalagi, sejak sang ayah--sebelum meninggal dunia--telah mengijinkan Titiek berkiprah di dunia tarik suara.
Sejak saat itu, karier Titiek terus naik. Ia kemudian juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu yang banyak menyoroti kemanusiaan. Banyak lagu yang diinspirasikan dari rasa empati dan simpati yang sangat dalam kepada setiap manusia yang terpojok. Misalnya saja lagu tentang kehidupan cinta manusia (dalam lagu Cinta dan Jatuh Cinta), persahabatan (Bing), empati kepada kaum pinggiran seperti pekerja seks komersial (Kupu-kupu Malam), hingga ke sikap patriotik bela negara (Pantang Mundur dan Ayah).
Perjalanan karier Titiek Puspa adalah gambaran sebuah komitmen dan perjuangan pantang menyerah. Ia membuktikan pada orangtuanya, bahwa menyanyi mampu jadi jalan hidup yang membawa kebaikan padanya. Kini, dengan semua raihan tersebut, Titiek juga justru semakin rendah hati sehingga bisa diterima oleh semua kalangan. Sungguh, sebuah gambaran perjuangan dan sikap seorang ‘pemenang' yang patut diteladani siapa saja.
--
Putera Sampoerna
Penulis : Team Andriewongso.com
Selasa, 09-September-2008
Siapa yang tidak kenal dengan Putera Sampoerna? Ya, Putera sempat mencengangkan publik dengan langkahnya melepaskan seluruh saham Sampoerna Group ke Philip Morris Internasional beberapa tahun silam. Berbagai kisah mengiringi keputusan kontroversialnya. Tapi, setelah sekian lama, terbukti bahwa langkah yang ditempuhnya sudah dipikirkan dengan matang. Buktinya, walau sudah melepaskan saham Sampoerna, Putera justru kian sukses. Pria kelahiran Schimdam, Belanda, 13 Oktober 1947 bertenger di urutan kelima pengusaha terkaya di Indonesia versi GLOBE Magazine 2008 dengan total kekayaan US$ 2.42 miliar.
Sebelum memimpin PT. HM Sampoerna, generasi ketiga Sampoerna ini lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura bersama istrinya Katie, warga Amerika Serikat keturunan Tionghoa. Dia mulai bergabung dalam operasional PT. HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun kemudian Putera menjabat sebagai CEO menggantikan Aga Sampoerna, sang ayah.
Setelah ayahnya meninggal pada tahun 1994, Putera semakin aktif menggenjot perusahaan. Putera mengelola perusahaan keluarga ini secara profesional dengan dukungan manajer profesional. Putera dikenal luwes dalam menjalankan roda perusahaannya. Ia tidak hanya lihai dalam melakukan inovasi produk inti perusahaan yakni rokok, namun juga jeli melihat peluang bisnis di segmen usaha lain.
Putera di antaranya berhasil mengekspansi bisnis seperti supermarket dengan mengakuisi Alfa dan mendirikan Bank Sampoerna pada tahun 1980-an. Sayang, bisnis perbankannya ini jeblok. Namun, satu inovasi yang paling diingat orang sampai saat ini adalah gebrakan Putera meluncurkan A Mild, rokok rendah nikotin pertama di Indonesia. Inilah yang menunjukkan Putera sebagai seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan. Sensasinya membuat rokok rendah nikotin akhirnya diikuti oleh banyak perusahaan rokok lain.
Tetapi, sensasi paling mengagetkan dari kiprah Putera Sampoerna adalah adalah keputusan menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk sebanyak 40 % ke Philip Morris Internasional pada bulan Maret 2005. Inilah keputusan yang dianggap merubah sejarah perusahaan keluarga yang dirintis kakeknya. Padahal saat itu, perusahaan rokok Sampoerna sedang dalam posisi yang sangat baik yaitu menguasai 19,4 % pasar rokok di Indonesia dengan laba bersih Rp15 triliun. Putera berani melepas zona nyamannya di bisnis rokok untuk menjemput pasar masa depan dengan mengubah langkah bisnisnya dari rokok ke argoindustri dan infrastruktur. Apakah langkahnya kali ini mampu tetap membuatnya jadi pengusaha sukses di Indonesia? Kita tunggu saja kiprahnya.
Putera Sampoerna, generasi ketiga keluarga Sampoerna ini memang seorang pebisnis yang sangat visioner. Dengan kelihaian melihat pangsa pasar membuat Sampoerna bertengger menjadi perusahaan rokok yang sangat besar di Indonesia. Keputusan sensasionalnya membuat dirinya justru semakin berkibar di jajaran pengusaha besar Indonesia. Langkah mengubah haluan dari ‘zona nyaman' untuk mencari terobosan ke depan patut dijadikan contoh, bahwa keputusan berani kadang perlu diambil untuk mencapai tingkat sukses berikutnya.
--
Obama, Sang Pembaharu
Penulis : Team Andriewongso.com
Rabu, 08-Oktober-2008
Jika ada sosok yang sebelumnya kurang dikenal dan tiba-tiba mencuat menjadi buah bibir di seluruh dunia, barangkali salah satunya adalah Barack Obama Junior. Yah, berkat kemenangannya dalam pemilihan calon presiden dari Partai Demokrat-mengalahkan calon kuat, Hillary Clinton-ia kini maju menjadi calon presiden negara adidaya Amerika Serikat (AS). Dalam pemilihan mendatang, ia akan melawan rivalnya dari Partai Republik, John McCain.
Hebatnya, Obama tercatat sebagai calon presiden pertama AS yang berkulit hitam. Tentunya ini menjadi catatan sejarah. Sebab, meski di AS pernah bermunculan pemimpin kulit hitam, namun belum satu pun yang kemudian menjadi calon kuat menjadi presiden. Apalagi, posisi pria kelahiran 4 Agustus 1961 di Honolulu Hawaii-dalam berbagai jajak pendapat-sangat diunggulkan.
Memang, tak banyak orang di dunia yang tahu sosok pria murah senyum ini sebelum akhinya maju jadi capres. Ia yang sebelumnya menjabat sebagai senator di negara bagian Illinois, hanya dikenal di AS saja. Bahkan, sebelum jadi senator, mungkin juga tak banyak orang yang tahu bahwa ia adalah seorang dosen hukum konstitusi di University of Chicago Law School dari tahun 1992-2004. Padahal, lulusan Columbia University dan Harvard Law School ini punya sejumlah prestasi yang cukup membanggakan.
Terlahir dari keluarga multietnis, sosok Obama mengundang banyak simpati. Ayahnya, seorang ekonom kulit hitam lulusan Harvard, Barack Husein Obama Senior berasal dari Kenya. Sedangkan ibunya yang berkulit putih, Ann Dunham, berasal dari Wichita Kansas. Ketika berusia dua tahun, orangtuanya bercerai. Obama pun ikut ibunya. Sang ibu kemudian menikah lagi dengan pria berkebangsaan Indonesia, Lolo Soetoro, yang kala itu sedang menempuh pendidikan jenjang MA Geografi di East-West Center.
Lolo yang juga pejabat di Pertamina kemudian memboyong ibunya dan Obama ke Indonesia. Inilah yang kemudian membuat Obama dianggap sangat dekat dengan Indonesia. Bahkan, ia sempat sekolah di Indonesia sampai usia 10 tahun. Setelah itu, ia kemudian tinggal bersama kakek neneknya dan bersekolah di Punahou School di AS. Di sana, sepertinya bakat kecerdasan dan kepemimpinan Obama mulai tertanam. Buktinya, ia lulus dengan predikat honor atau sangat baik.
Karier Obama di dunia politik mulai teruji ketika ia memutuskan untuk menjadi calon anggota DPR Amerika pada tahun 2000. Saat itu, ia gagal. Meski begitu, ia pantang berputus asa. Sembari tetap mengajar, ia maju lagi dalam pencalonan sebagai senat tahun 2003. Kemudian, pada kesempatan pidato dalam Democratic National Convention, ia berhasil memukau dan akhirnya terpilih sebagai senator pada November 2004.
Kiprahnya terus menanjak. Di antaranya ia berperan aktif dalam menelurkan sejumlah aturan, seperti soal penggunaan senjata dan transparansi keuangan dana federal. Berbekal berbagai gebrakan politiknya inilah, Obama kemudian memberanikan maju sebagai capres dari Partai Demokrat. Sebab, menurutnya, untuk merubah sesuatu perlu tindakan nyata, dan menjadi presiden adalah salah satunya. "Perubahan tak kan terjadi jika kita menunggu orang lain atau kesempatan lain untuk berubah. Sebab, diri kitalah yang kita tunggu, kitalah perubahan yang dicari itu," ujarnya dalam sebuah kesempatan. "Butuh banyak tetesan darah dan keringat untuk sampai di sini (pemilihan presiden-red). Tapi kita baru mulai. Yang kita lakukan hari ini adalah untuk memastikan bahwa dunia yang akan kita tinggalkan kelak jauh lebih baik untuk anak kita daripada saat ini."
Dengan tekad itulah, kini Obama terus maju. Entah bagaimana hasilnya kelak, kita tunggu saja.
Tekad dan kemampuan Obama untuk melakukan perubahan dengan maju ke panggung politik perlu mendapat acungan jempol. Meski tak diunggulkan sebelumnya, dengan tekad kuat dan semangat pantang menyerah, ia menunjukkan bahwa dirinya layak dipilih untuk jadi orang nomor satu di negara adidaya Amerika. Sebuah semangat dan tekad yang patut dicontoh dan diterapkan di banyak bidang. Sebab, sejatinya, tanpa tekad kuat dan semangat pantang menyerah-plus kerja keras tentunya- sebuah cita-cita hanya akan berujung pada impian semata.
--
Eka Tjipta Widjaja - Pendiri Sinar Mas Grup
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Selasa, 10-Juni-2008
Siapa yang tidak kenal dengan Eka Tjipta Widjaja? Ya, Eka merupakan pendiri Sinar Mas Grup yang kini bertengger di posisi ketiga dalam daftar sepuluh orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe Asia 2008 dengan total kekayaan U$ 3,8 miliar. Tentu saja kesuksesan yang diraih Eka dicapai dengan penuh perjuangan dan kerja keras dari usia belia.
Jiwa bisnisnya sudah telihat ketika ia berusia sembilan tahun. Saat itu, Eka dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Eka pun membantu sang ayah berjualan di Ujung Pandang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Eka pun berjualan dari rumah ke rumah. Walaupun hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Hokkian, Eka tidak patah semangat untuk berjualan. Ia banyak menggunakan bahasa "Tarzan", yaitu dengan menujuk-nunjuk atau menggunakan bahasa tubuh untuk menjual barang bawaannya.
Karena terdidik dengan pola sebagai pedagang, ia pun memutuskan untuk berusaha sendiri pada usia yang masih sangat belia, 15 tahun. Usaha pertama yang dilakukannya adalah menjual biskuit dan gula-gula. Namun karena tidak ada modal, Eka lantas bermaksud mengambil barang dulu dan kelak setelah menjadi uang baru dibayar. Tentunya, ia tak langsung dipercaya. Ia banyak sekali mendapat penolakan di beberapa toko grosir.
Ditolak di beberapa grosir tak membuatnya berputus asa. Eka pun menaruh jaminan ijazah SD sebagai identitas untuk bisa mengambil barang-barang dagangannya. Dengan cara ini, ia pun pelan-pelan bisa mendapat kepercayaan mengambil barang tanpa harus membayar di muka, meski barang yang bisa dijual tidak banyak. Kala itu, ia mendapat jatah empat buah kaleng biskuit dan gula-gula kembang senilai 21,50 gulden. Dengan barang jualan itu, ia selalu bersemangat berjualan dengan bersepeda ke toko-toko di wilayah Makasar. Pelan tapi pasti, usaha ini terus berkembang hingga akhirnya ia bisa berjualan dengan menyewa becak.
Saat mulai berkembang, bisnisnya sempat goncang. Ketika Jepang masuk Makasar tahun 1941, ia jatuh miskin lagi. Tetapi Eka memang tipikal orang yang pantang menyerah. Meski jatuh berkali-kali, ia tetap semangat membangun kembali usahanya. Saat itulah ia melihat truk-truk tentara Jepang yang sedang membuang bongkahan. Eka melihat sak-sak tepung terigu, semen, besi-besi bekas, dan merasa barang-barang itu merupakan peluang bisnis yang bisa digarap untuk kembali membangun usaha. Barang-barang bekas tersebut lantas dibawanya kembali ke rumah, dibungkus seperti semula, kemudian dijualnya. Perkiraannya ternyata tepat. Barang bekas itu ternyata laku.
Itulah gambaran keuletan seorang Eka Tjipta. Figurnya memang dikenal pantang menyerah. Dengan kekayaan mental itu, usaha demi usaha yang dirintis oleh Eka berbuah manis. Kini, dengan Sinar Mas-nya, ia telah memiliki empat sayap bisnis utama yang meliputi bisnis finansial, bubur kertas (pulp) dan kertas, agrobisnis, dan real estate. Bisnis keuangan dikendalikan Sinar Mas Multiartha, sementara usaha pulp di bawah Asia Pulp & Paper. Sementara itu, kelompok agrobisnis dikendalikan Smart Corp dan propertinya ada di bawah kendali Duta Pertiwi.
Eka bukan hanya memiliki jiwa bisnis, namun ia juga memiliki jiwa sosial. Untuk itu Eka mendirikan yayasan "Eka Tjipta Foundation" sebagai bentuk kepedulian sosialnya. Eka berusaha menunjukkan kepedulian dengan mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang di antaranya memberikan perhatian pada persoalan pembangunan sosial kemasyarakatan.
Berada ditengah-tengah perekonomian keluarga yang sulit membuat Eka harus berjuang membantu orangtua mencukupi kebutuhan mereka. Semangat dan tekad yang kuat untuk membantu keluarganya berbuah manis. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Eka merupakan sosok yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Ketika gagal ia mampu untuk bangkit lagi. Bangkit dengan membaca peluang yang ada disekitarnya. Kekayaan mental seperti inilah yang perlu selalu kita miliki untuk menjadi seorang pemenang, dalam segala bidang.
--
Michael Jordan, Sang Legenda Basket
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Jumat, 25-April-2008
Dunia olahraga mengenal beberapa nama sebagai legendanya masing-masing. Tinju ada Mohammad Ali. Sepakbola ada Pele dan Maradona. Golf ada nama Tiger Woods. Balap F1 ada Michael Schumacher. Dan, di bola basket, ada satu nama yang dianggap paling berpengaruh hingga sekarang, Michael Jordan.
Untuk satu nama terakhir, meski sudah pensiun dari olahraga yang membesarkan namanya, namun dirinya seolah tak tergantikan. Beberapa nama yang dianggap sebagai the next Jordan-di arena basketball Amerika, NBA-tetap tak bisa menggantikan ketenarannya. Nomor kaosnya-23-hingga kini juga digantung di langit-langit hall of fame sebagai bentuk penghargaan atas prestasinya.
Michael Jordan memang sosok yang sangat komplit. Di dalam lapangan, kemampuannya tak diragukan lagi. Berbagai atraksi menarik disuguhkan saat bertanding. Ia bahkan disebut-sebut bukan lagi sebagai seorang atlet, melainkan sudah menjadi aktor film yang mengundang decak kagum penontonnya. Karena itu, tak heran, kala ia pernah memutuskan pensiun dini-pada tahun 1993-jumlah penonton basket di dunia menurun.
Dunia basket seakan kehilangan ruhnya. Tak urung, komentar yang meminta Jordan kembali ke lapangan terus bergema. Dan, hal itu akhirnya diwujudkan oleh Michael dengan bergabung lagi ke tim Chicago Bulls pada tahun 1995. "Saya mundur karena merasa sudah tak ada tantangan lagi. Dan saya kembali lagi karena saya merasa kini ada tantangan baru," sebut Jordan dalam sebuah wawancara.
Sosok Jordan memang fenomenal. Jika beberapa orang merasa kurang nyaman saat bertemu dengan halangan dan rintangan, ia justru mencarinya. Misalnya, ketika ia kembali dari pensiunnya, secara tidak langsung, ia menantang pemain basket yang dianggap sebagai penggantinya, Kobe Bryant. Dalam sebuah pertandingan para bintang, ia beraksi mencoba menundukkan juniornya tersebut.
Hal tersebut juga ditunjukkan ketika masa awal kuliah. Karena tak punya tinggi badan yang memadai untuk masuk tim utama, dirinya sempat disingkirkan. Namun, bukannya merasa putus asa, ia terus berlatih sendiri hingga tinggi badannya mencukupi. Meski masih dianggap kurang ideal, ia mampu mencetak skor meyakinkan sehingga akhirnya jadi pilihan utama. "Saya dapat menerima kegagalan, tapi saya tidak dapat menerima jika saya belum mencoba," sebut Jordan mengungkap rahasia suksesnya.
Tantangan dan halangan memang sering justru jadi penguat dirinya untuk mencapai prestasi. Pernah, ketika ia mulai masuk di tim profesional NBA, karena memunyai prestasi cemerlang, ia justru sempat "dikucilkan" oleh pemain senior. "Saat kita ingin mencapai sesuatu, pasti akan ada halangan. Saya juga menjumpainya seperti juga orang lain. Tapi, seharusnya itu tak perlu menghentikan kita. Seperti saat mendapati tembok, jangan berpikir menyerah, tapi coba lompati dan lewati," ungkap Jordan. Dengan keyakinan inilah, Jordan mampu mengubah tantangan itu sebagai batu loncatan mencapai sukses yang lebih maksimal.
Kini, nama Jordan sangat lekat sebagai ikon NBA. Tak urung, legenda basket lain seperti Larry Bird pun hingga sampai mengomentari, "Dewa menyamar sebagai Michael Jordan." Prestasi fenomenalnya membuat ia sering diundang untuk menyemangati banyak orang dalam berbagai bidang. "Saya sudah lebih dari 9000 kali gagal melakukan tembakan. Saya sudah hamper 300 kali kalah dalam pertandingan. Setidaknya, 26 kali saya dipercaya untuk menjadi algojo penentu kemenangan dan saya gagal. Saya gagal terus dan terus dalam hidup saya. Dan, justru karena itulah saya sukses," sebut Jordan dalam beberapa kali pidatonya.
Prestasi fenomenal Michael Jordan tak diperoleh dalam sekali dua kali latihan. Ia juga sering gagal dalam kariernya. Namun, justru itulah yang menjadikan dia legenda hingga saat ini. Karena, ia tak pernah menyerah pada keterbatasan. Dan bahkan, ia mampu mengubahnya menjadi sebuah kekuatan. Keyakinan, kerja keras, dan ketekunan adalah contoh nyata dari seorang Michael Jordan yang patut kita contoh untuk mencapai sukses sebenarnya.
--
Michael Schumacher
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Senin, 12-Mei-2008
Berbicara soal Formula One, pasti kita sudah tidak asing lagi dengan nama Michael Schumacher. Ya, pembalap F1 yang satu ini memang rajanya dunia balap. Pria yang akrab disapa Schumi ini merupakan pembalap Jerman pertama yang berhasil menjadi juara dunia F1. Bayangkan saja, pria kelahiran 3 Januari 1969 ini menjuarai 90 balapan F1 dengan rekor tujuh kali merebut gelar juara umum F1.
Pertama kali Schumi diperkenalkan pada dunia balap oleh ayah dan ibunya Rolf dan Elisabeth. Tepat di hari ulang tahunnya yang keempat, ia dihadiahi sebuah gokart yang dibuat sendiri oleh ayahnya. Dilengkapi dengan mesin sepeda motor kecil, ia belajar mengendarai gokartnya di sirkuit lokal, di luar Kerpen.
Sifat pantang menyerahnya terlihat sejak kecil. Schumi rela berhujan-hujanan menyelesaikan lapnya di sirkuit lokal Kerpen. Untuk mengasah feeling dan keseimbangan, Schumi berlatih kuda. Ia belajar kapan harus menarik tali kekang dan menjaga keseimbangan saat berdiri di atas sanggurdi.
Pada usia 12 tahun, Schumi mulai ikut balapan sebenarnya. Gelar pertamanya adalah menjuarai Karting Jerman kelas Junior pada tahun 1984. Sejak saat itulah, bakatnya makin terasah. Prestasinya menanjak dengan cepat. Tahun 1989, Schumi meningkatkan kelasnya dengan menjajal dunia balap Formula Three. Baru dua tahun, Schumi langsung keluar sebagai juara dunia F3.
Schumi semakin memantapkan dirinya di dunia balap saat masuk ke arena F1 pada tahun 1991. Prestasi Schumi melesat bersama Benetton. Tahun pertamanya di F1 bersama Benetton, ia langsung menjadi juara ketiga. Hingga, berturut-turut, ia menjadi juara dunia F1 pada tahun 1994 dan 1995. Tidak lama kemudian, Schumi hengkang ke Ferrari. Bersama Ferrari, Schumi makin gemilang. Ia mengantarkan tim Kuda Jingkrak tersebut menjadi juara dunia F1 dari tahun 2000 hingga 2004.
Menurut direktur teknik Ferrari Ross Brawn, keberhasilan Schumi terletak pada komitmen totalnya terhadap tim. Ia selalu menunjukkan solidaritas saat menghadapi masalah, dan mampu memotivasi seluruh anggota tim, di saat senang dan susah. Hasilnya, setiap orang ingin melakukan yang terbaik. Yang mengagumkan adalah kemampuannya memperoleh banyak informasi tentang mobil. Hanya dalam beberapa lap, ia bisa memberi petunjuk, termasuk masalah kecepatan.
Michael sangat paham titik-titik lemah mobil pendahulunya, ia membantu timnya untuk memperbaiki area-area yang harus diperbaiki, ia selalu mempunyai ide untuk mengembangkan mobilnya. Menurut Brawn, kecepatan bukanlah segalanya. Konsistensi adalah kunci kesuksesan Schumi. Ia tak hanya cepat di satu lap, tetapi mampu menjaga ritmenya. Dedikasi total dan kemauannya untuk melibatkan diri merupakan karakternya.
Pada tanggal 10 September 2006, Schumi mengumumkan pengunduran dirinya dari ajang F1. Setelah pensiun, Schumacher masih terlibat dengan tim Ferrari untuk membina pembalap-pembalap muda seperti Kimi Raikkonen dan Felipe Massa.
Kecintaan pada dunia balap membuat Schumi berhasil menorehkan tinta emas di dunia internasional. Komitmen, dedikasi, kemauan, kerja keras, konsistensi, solidaritas, dan kebersamaan dengan tim membuatnya merajai dunia balap. Kecintaannya pun tidak memudar walau ia sudah pensiun dengan membina pembalap-pembalap muda. Sebuah rekor fantastis dari seorang Michael Schumaker dan perjalanan hidup yang dapat diteladani.
--
Hary Tanoesudibjo, Raja Multimedia Indonesia
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Senin, 26-Mei-2008
Belakangan ini, media di Indonesia semakin ramai. Era kebebasan pers seolah telah menjadi pintu yang terbuka lebar bagi munculnya media di tanah air. Namun ternyata, dari sekian banyak media yang bermunculan, yang bertahan hidup dan sukses hanya sedikit. Salah satu aktor utama pemilik media yang dianggap cukup sukses adalah seorang pria bernama Hary Tanoesodibjo. Ia di antaranya menguasai tiga televisi, RCTI, TPI, dan Global TV melalui jaringan Media Nusantara Citra miliknya.
Sukses Hary menjadikan dirinya disebut sebagai spesialis "dokter" perusahaan yang bermasalah. Langkah paling gemilang lulusan Ottawa University, Kanada ini di antaranya yaitu dengan membenahi Bimantara yang terbelit utang. Kini, di tangan Hary, Bimantara semakin melebarkan sayapnya dengan memiliki stasiun Trijaya FM, majalah ekonomi dan bisnis Trust, tabloid remaja Genie, dan Koran Seputar Indonesia. Kemampuan tersebut menjadikan Hary juga berjuluk Raja Multimedia Indonesia.
Kepiawaian Hary berbisnis sudah nampak sejak ia di bangku kuliah. Pada saat menjadi seorang mahasiwa, Hary bermain saham di bursa Toronto. Di sana Hary mengenal investor-investor kelas kakap. Maka, sepulang ke Indonesia, bermodalkan pinjaman dari sang ayah, Hary mendirikan perusahaan sekuritas PT Bhakti Investama di Surabaya.
Pria kelahiran tahun 1965 ini lantas banyak terlibat dalam kegiatan investment banking serta aksi merger dan akuisisi. Perusahaan-perusahaan bermasalah diborong dengan harga murah, diperbaiki, lalu dijual. Dari sinilah ia memperbesar bisnisnya. Hary piawai dalam membaca peluang dan mencari sumber dana. Aksi akuisisinya jarang menggunakan dana sendiri. Ekspansi bisnisnya dengan cara mencari dana dari publik melalui penawaran saham ataupun melalui konsorsium.
Dengan latar belakang sebagai banker investasi yang terkemuka, dia membangun perusahaan bisnis dengan bendera PT Media Nusantara Citra Tbk hingga seperti sekarang ini. Tahun 2002, Hary masuk ke Bimantara Citra. Ia tidak membentuk konsorsium maupun melakukan pinjaman, melainkan modalnya dari keuntungan dalam kegiatan investment bangking.
Sejak memiliki Bimantara, Hary semakin agresif di bidang media. Buktinya, tak sampai lima tahun semejak bernaung di Media Nusantara Citra (MNC), Hary berhasil menguasai saham mayoritas di tiga stasiun TV (RCTI, Global TV, dan TPI). Saham MNC sendiri sebanyak 99,9 % dimiliki oleh Bimantara Citra.
Pria yang jarang mau diwawancara ini memang terkesan low profile. Namun, bagi orang-orang di dekatnya, kunci sukses Hary karena ia dianggap "sangat mencintai pasar modal". Selain gemar mengikuti berbagai seminar soal pasar modal, jika sudah bicara soal pasar modal, ia seolah lupa waktu.
Kecintaan pada profesi inilah yang terbukti mampu mengantarkan Presiden Direktur dan CEO PT Media Nusantara Citra Tbk serta Group Executive Chairman PT. Bhakti Investama Tbk ini menjadi pengusaha terkaya kelima belas di Indonesia versi Forbes tahun 2007.
Kesuksesan yang dimiliki Hary sekarang ini tak terlepas dari kepiawaiannya membaca peluang dan mencari sumber dana. Berkat kepiawaiannya tersebut, Hary mampu menata kembali perusahaan yang sedang bermasalah dan membawa perusahaan tersebut di puncak kesuksesan. Namun, kepiawaian itu didapat karena kecintaannya yang mendalam terhadap pekerjaannya. Totalitas Hary inilah yang patut dijadikan teladan untuk mencapai sukses untuk profesi apapun yang kita geluti
--
Jeffrey P Bezos, Raja Bisnis Buku Online
Penulis : Team Andriewongso.com
Selasa, 15-April-2008
Selama ini, jika kita hobi membaca, seringkali toko buku menjadi salah satu daftar toko yang wajib dikunjungi. Namun, berkat perkembangan teknologi informasi, utamanya sejak era dotcom berkembang, kita tak perlu susah-susah lagi antri di toko buku. Tinggal buka situs di internet, pilih buku yang diinginkan, sekali dua kali klik, buku sudah terkirim langsung ke alamat kita. Sangat praktis dan bebas dijamin bebas antri. Bahkan, tak jarang kita mendapatkan harga yang lebih murah dari membeli dari toko. Karena itu, hadirnya situs penjualan buku online dianggap sebagai sebuah solusi yang sangat tepat di era yang serbainstan dan serbacepat ini.
Salah satu pelopor penjual buku online tersebut adalah Amazon.com. Nama toko buku online-yang belakangan juga menjual berbagai produk selain buku-seakan telah melekat kuat di benak para cybershopper. Buku-buku yang tersedia di Amazon.com sangat beraneka dan selalu up to date. Hal inilah yang membuat Amazon berkembang demikian pesat sejak didirikan.
Adalah Jeffrey P Bezos yang menjadi dalang di balik suksesnya Amazon. Bersama sang istri, Mackenzie, ia membangun Amazon menjadi pelopor toko buku online yang kini telah mendunia. Kelahiran 12 Januari 1964 dari Albuquerque, New Mexico ini sejak kecil sudah menunjukkan bakatnya di bidang teknik. Meski masih kecil, ia gemar mengotak atik segala macam benda. Salah satunya ia mencoba memperbaiki sendiri kasur kecilnya dengan sebuah obeng.
Kesenangan utak atik Jeff kecil terus berlanjut. Di antaranya ia membuat semacam alarm listrik di kamarnya untuk mencegah adiknya masuk dan menjaga privasinya. Bahkan, ia kemudian menjadikan garasi orangtuanya sebagai laboratorium untuk melakukan berbagai eksperimen ilmiah. Kegemaran inilah yang kemudian mengantarkan Jeff kuliah di Jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Listrik di Universitas Princeton.
Setelah lulus, ia kemudian bekerja di Wall Street, khusus menangani bidang komputer. Kala itu, komputer makin besar perannya untuk mencatat data pasar. Dari sana, ia kemudian bergabung di beberapa perusahaan. Terakhir, Jeff bekerja untuk sebuah perusahaan keuangan yang mengembangkan aplikasi komputer untuk pasar saham, D.E. Shaw&Co. Di perusahaan inilah, ia bertemu dengan calon istrinya.
Berkat kecermelangan dan inovasinya di bidang komputer, Jeff segera mendapat tempat dan karier cemerlang. Ia bahkan tak perlu waktu lama untuk menduduki jabatan sebagai Vice President. Tapi, ia rupanya justru melihat ada sesuatu yang lain di bidang komputer yang menantang. Jeff akhirnya memilih meninggalkan karier cemerlangnya untuk mencoba peruntungan berbisnis di bidang teknologi informasi, khususnya internet, yang sedang berkembang kala itu.
Keputusannya berhenti dari pekerjaan yang sangat menjanjikan segera dibayarnya dengan kerja keras. Saat itu, ia mencoba mencari kira-kira komoditas apa yang bisa dengan mudah dijual dari internet. Ia menemukan, bahwa katalog buku dengan mudah bisa di-upload sehingga lebih mudah ditampilkan di internet. Jeff pun kemudian menggunakan mobilnya untuk menghubungi beberapa penerbit. Ia juga mengubah dua kamarnya menjadi ruang kerja untuk memulai usaha yang kemudian diberi nama Amazon, sebuah sungai terpanjang di dunia, dengan harapan usahanya pun akan terus berkembang tanpa batas dengan cabang di mana-mana.
Tanpa menunggu lama, yakni tak kurang dari 30 hari, Amazon sudah mendapat pelanggan di lebih dari 50 negara bagian dan 45 negara di dunia. Sebuah hasil yang tak dibayangkan oleh Jeff sebelumnya. Dari sana, perkembangan Amazon terus menggulung hingga kini telah mengantarkan Jeff Bezos menjadi miliarder dunia. Dengan pendapatan US$10,7 miliar, Jeff dengan Amazonnya kini juga sering mendermakan sebagian pendapatannya. "Mendermakan sebagian uang kita memerlukan perhatian sama besar dengan membesarkan sebuah perusahaan,"sebutnya.
Tekad Jeff Bezos untuk merebut peluang yang ada dengan mengorbankan posisi dan jabatannya menunjukkan dirinya adalah seseorang dengan kemauan dan komitmen yang kuat. Dengan bekal keyakinan akan peluang yang menantang, ia bekerja keras membesarkan Amazon.com. Sikap Jeff yang mampu mempertemukan peluang dengan sikap kerja keras dan komitmen kuat patut dijadikan teladan siapapun yang ingin mengembangkan jiwa kewirausahaan.
--
Rusdi Kirana, Maestro Penerbangan Murah
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Kamis, 27-Maret-2008
Beberapa tahun silam, terbang dengan pesawat hanya milik orang-orang berduit. Anggapan ini begitu kuat melekat karena memang ongkos naik pesawat sangat mahal. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan peraturan, mulailah bermunculan pesawat dengan biaya lebih terjangkau. Demikian juga yang terjadi di Indonesia. Jika dulu pesawat hanya didominasi oleh Garuda dan Merpati-dua perusahaan penerbangan milik pemerintah (BUMN)-yang notabene harga tiketnya cenderung mahal, kini berbagai maskapai terbang menghiasi angkasa Indonesia.
Maraknya dunia penerbangan Indonesia saat ini boleh jadi dipelopori oleh munculnya maskapai penerbangan murah (low cost) pertama di Indonesia, yaitu Lion Air. Dengan slogannya: "We make people fly" atau "Kita membuat orang-orang terbang", maskapai yang baru beroperasi awal tahun 2000-an tersebut seolah memicu munculnya maskapai low cost lainnya. Lion sebagai maskapai baru segera menjadi bahan perbincangan karena mampu menyedot banyak penumpang meski kehadirannya sempat diragukan sebelumnya. Bahkan kini, maskapai tersebut telah menduduki peringkat kedua sebagai maskapai dengan penumpang paling banyak di tanah air.
Sukses Lion Air tak bisa lepas dari sosok pimpinannya, yakni Rusdi Kirana. Kelahiran 17 Agustus 1963 ini mampu menepis segala keraguan dengan menjadikan Lion Air sebagai salah satu armada terbesar saat ini. Berbekal pengetahuan menjadi sales agent sebuah biro perjalanan, ia nekad mendirikan Lion Air. Ia menyebut modalnya saat itu hanya kepercayaan. ""Dari mana saya punya uang, modal airline itu kan bukan cuma 1-2 milyar? Ini karena kepercayaan," tegasnya.
Terlahir dari keluarga pedagang, bapak tiga anak ini memang dididik dengan keras oleh keluarganya. Hal itulah yang menjadi bekalnya untuk membesarkan Lion Air. Dari kesuksesannya mendirikan biro perjalanan Lion Tours, bersama dengan saudaranya-Kusnan Kirana-ia memberanikan diri terjun ke bisnis penerbangan. Kala itu, banyak orang memperkirakan Lion Air tidak akan bertahan lama. Sebab, pengalaman menjalankan bisnis biro perjalanan dianggap sangat berbeda dengan menjadi operator pesawat sendiri. "Banyak yang memprediksi saya, Lion Air akan segera tutup. Waktu saya bisa bertahan sampai hampir setahun, ada teman dari salah satu airline menelepon, you hebat juga bisa bertahan. Saya bilang saya bukan hebat, nasib saja yang membawa saya bisa begini," ujarnya merendah.
Selain pekerja keras, Rusdi memang dikenal sebagai orang yang rendah hati. Ia mudah bergaul dengan banyak orang dan selalu tampil sederhana di setiap kesempatan. Rusdi mengatakan bahwa itu semua didapat karena latar belakang pendidikan orangtuanya. "Kami, nggak pernah diarahkan mesti jadi apa. Jadi bajingan, maling atau pengusaha, terserah. Tapi ada satu, mesti punya hati nurani. Dukungan materi tak mereka berikan, tapi moril sangat besar, dan saya bisa sampai di hari ini karena dipercaya orang," terangnya menyebut salah kunci sukses membesarkan Lion Air.
Selain itu, Rusdi juga menyebut bahwa bisnis yang digelutinya bisa sukses karena ia selalu berusaha memberikan kepuasan kepada orang lain. "Bisa melihat pegawai bekerja, penumpang naik pesawat, mendengar deru mesin pesawat, kita bisa senang, itu prestasi. Kalau sama saya, tiap orang punya standar kepuasan. Karena itu, kita buat agar maskapai ini berprestasi yang baik."
Begitulah, dengan prinsip tersebut, Rusdi Kirana kini dikenal sebagai pelopor penerbangan murah di tanah air. Bahkan, ia pernah dinobatkan sebagai tokoh bisnis paling berpengaruh dari sebuah media ekonomi nasional. Kini, perusahaannya juga telah bersiap mendunia dengan aliansi beberapa maskapai dunia. Beberapa waktu lalu, Rusdi juga menandatangani kesepakatan pembelian pesawat Boeing terbaru senilai US$8,5 miliar. Di tengah banyak sorotan negatif tentang dunia penerbangan Indonesia, semoga langkah Rusdi ini akan membuat dunia penerbangan Indonesia kembali cerah dan terjauh dari segala bentuk kecelakaan.
Rusdi Kirana adalah contoh orang yang selalu optimis di tengah pandangan negatif yang ditujukan padanya. Ia lebih memilih untuk menunjukkan kapasitas dan kemampuan dengan bukti nyata, dibandingkan menanggapi asumsi negatif orang lain. Namun, di saat dirinya mampu membuktikan dan meraih kesuksesan, ia pun tetap rendah hati. Sebuah contoh perjuangan yang patut dijadikan contoh kegigihan semangat wirausahawan sejati. Luar Biasa!!!
--
Azim Premji, Raja TI Yang Rendah Hati
Penulis : Team Andriewongso.com
Rating Artikel :
Selasa, 05-Pebruari-2008
Jika Anda berkesempatan datang ke India dan melihat sosok pria ini, mungkin Anda tak pernah menyangka siapa dia. Ia kadang berjalan-jalan seperti orang kebanyakan. Ia bahkan juga tak jengah untuk naik kendaraan umum atau taksi saat hendak bepergian. Ketika datang ke dari bandara, ia juga tak harus dijemput oleh pegawai atau karyawannya. Padahal, pria bernama Azim Premji ini adalah seorang multimilioner dari India. Ia bahkan masuk sebagai daftar 25 orang terkaya versi Forbes dan TIME.
Terlahir dari keluarga yang dianggap minoritas, Azim yang beragama Islam, sebenarnya menjadi pengusaha karena sebuah faktor keterdesakan. Sang ayah yang memiliki usaha minyak goreng meninggal saat Azim masih berusia 21 tahun. Ketika itu, ia yang baru lulus dari Universitas Stanford Amerika segera dipanggil pulang ke India untuk menggantikan posisi ayahnya.
Dalam usia semuda itu, Azim langsung diuji untuk meneruskan usaha keluarga yang sudah cukup berkembang kala itu. Namun, ternyata, usia yang muda membuat sejumlah orang merasa ragu dengan kemampuannya. Pada saat itulah, mampu menujukkan kedewasaannya. Dengan tangan dingin, Azim bertindak tegas membeli saham orang yang meragukan kemampuannya itu, dan mengganti dengan orang lain. Kemudian, ia juga memutar haluan core business usahanya dari usaha minyak goreng menjadi usaha berbasis teknologi informasi (TI). Sebab, dari pengalamannya menimba ilmu di Amerika, Azim menemukan bahwa TI akan menjadi unit usaha yang sangat menguntungkan di masa depan.
Azim kemudian membangun bisnis Wipro Technologies untuk mewujudkan visi ke depannya itu. Dan, seperti yang sudah terlihat hasilnya saat ini, Wipro di tangan Azim menjelma menjadi imperium bisnis di bidang TI yang sangat besar. Wipro Technologies bukan hanya menjadi perusahaan TI terbesar di India, bahkan termasuk salah satu yang terbesar di dunia.
Semua itu, menurut Azim bisa dicapai karena kerja tim. Karena itu, Azim sangat peduli pada pengembangan SDM bagi karyawannya. Untuk itu, ia membuat program Wipro’s Leadership Programs untuk mencetak tim dan pemimpin yang bisa diandalkan untuk membangun bisnisnya. Selain itu, di India, pria yang kini tinggal di Bangalore itu dikenal sebagai pelopor standar kualitas tertinggi bagi tiap unit bisnisnya. Sebagai salah satu bukti, Azim adalah orang pertama yang menerapkan sistem Six Sigma, sebuah pola manajemen moderen di perusahaannya. Wipro bahkan dinobatkan sebagai perusahaan penyedia layanan software yang mencapai level 5 standar SEI CMM, yakni level tertinggi dalam kategori layanan. Wipro juga mendapat predikat level tertinggi dalam kategori People Capability Maturity Model. Dengan pencapaian ini, Azim membuktikan, dengan mengedepankan kualitas dan integritas, siapapun bisa menjadi sukses di bidangnya.
Kini, meski memiliki kekayaan mencapai USD18.5 miliar atau sekitar Rp170 triliun, Azim tetap bersikap sederhana dan rendah hati. Ia bahkan tak pernah meminta diistimewakan, meski di perusahaannya sendiri. Ia bahkan tak punya tempat parkir khusus layaknya CEO lain. Dengan kekayaan itu, Azim juga menunjukan kepeduliannya pada dunia pendidikan. Ia berpendapat, India bisa maju jika SDM-nya juga maju tingkat pendidikannya. Karena itu, secara khusus raja teknologi India ini mendirikan Yayasan Azim Premji. Visinya, yaitu menyediakan pendidikan yang setara dan adil bagi semua golongan. Dari yayasan ini, ia telah menyekolahkan sekitar 1,8 juta siswa dari berbagai golongan dengan berbagai program pengembangan SDM.
Kesuksesan Azim Premji menunjukkan bahwa dengan mengedepankan kualitas dan integritas, seseorang bisa menggapai impiannya. Ia juga menunjukkan bahwa dengan kerja tim, sebuah hal yang biasa, bisa menjadi kekuatan yang luar biasa. Azim juga tak lupa bahwa semua orang punya hak yang sama untuk sukses. Karena itu, kepeduliannya membangun dunia pendidikan di India patut dijadikan contoh bahwa kesuksesan akan jauh lebih berarti jika bisa menularkan kesuksesan itu kepada orang lain. Luar Biasa!!!
--
Iwan Tirta - Pelestari Batik Asli Indonesia
Penulis : Team Andriewongso.com
Rabu, 23-Januari-2008
Jika beberapa waktu lalu kita merasa tidak nyaman dengan pengakuan negara tetangga kita, Malaysia, atas kepemilikan budaya asli kita. Maka, yang pantas kita tanyai sebenarnya adalah diri kita sendiri. Sudah seberapa cintakah kita pada produk asli negeri ini. Batik misalnya. Hal ini diungkap oleh seorang desainer dan pelestari seni batik asli Indonesia, Iwan Tirta. Perancang busana batik yang karyanya sudah dipakai oleh banyak petinggi dunia ini mengatakan bahwa sebenarnya justru kitalah yang kurang maksimal dalam mengenalkan seni batik ini ke dunia internasional.
Iwan Tirta yang bernama asli Nusjirwan Tirtaamidjaja ini memang tak asal bicara. Pengusaha dan perancang busana batik nasional ini menemukan fakta bahwa kita kurang maksimal dalam mempromosikan produk kita sendiri. "Sekarang Malaysia ke mana-mana mengaku batik sebagai milik mereka. Itu karena kita tidak punya kemampuan public relations," kata penerima Anugerah Kebudayaan 2004 kategori individu peduli tradisi ini. Karena itu, pria yang sebenarnya justru mendalami bidang hukum-Iwan adalah lulusan sekolah Hukum di Yale University Amerika-ini kemudian justru memilih batik sebagai jalan hidupnya. Keprihatinannya yang mendalam membuat ia lantas melakukan penelitian seni batik nusantara dan lantas mendirikan perusahaan batik PT Ramacraft.
Sebenarnya, ketika kecil, Iwan malah bercita-cita menjadi diplomat. Karena itulah ia mengambil sekolah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, dan lulus pada 1958. Ia pun kemudian sempat menjadi dosen bidang Hukum Internasional. Untuk memperdalam ilmunya, Iwan lantas menempuh pendidikan ke London di School of Economics and School of Oriental and African Studies. Merasa belum cukup, ia kemudian mengambil gelar Master ke salah satu universitas terbaik dunia, Yale University di Connecticut, Amerika. Saat itulah, ia sering mendapat pertanyaan tentang budaya Indonesia yang kemudian membuat Iwan makin tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia.
Sejak saat itu, demi mengetahui ragam kekayaan budaya Indonesia, ia makin mencintai budaya tanah leluhur. Hal ini diperkuat saat ia menerima hibah dana dari John D Rockefeller III untuk mempelajari tarian keraton Kesunanan Surakarta. Di sanalah Iwan memutuskan mendalami batik dan bertekad mendokumentasi serta melestarikan batik. Hasil penelitiannya ia simpulkan dalam bukunya yang pertama, Batik, Patterns and Motifs pada tahun 1966.
Keprihatinannya akan budaya batik yang justru makin tergerus oleh mode dari luar, membuat Iwan kemudian bertekad untuk mengenalkan batik ke dunia internasional. Dengan bendera PT Ramacraft-nya, ia berhasil melebarkan cabang perusahaannya ke beberapa kota, dengan produksi sekitar 3.000 meter per bulan. ''Batik tulis memang tidak dapat diproduksi secara besar- besaran, karena membutuhkan tenaga dan kehalusan cita rasa,'' katanya. Selain itu, ia memproduksi berbagai macam barang souvenir khas dengan motif batik yang telah dijual hingga ke manca negara.
Kepekaan seni dan pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan dari Timur dan Barat, membuat Iwan Tirta mampu membawa batik menjadi busana yang diterima bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Tiga puluh tahun kemudian, pemahaman dan pengalamannya tentang batik yang semakin matang ia tuangkan dalam bukunya Batik, A Play of Light and Shades (1996).
Perjuangan Iwan mengenalkan batik asli Indonesia ke luar negeri juga mendapat apresiasi dari berbagai kalangan. Bahkan, hampir semua pejabat tinggi negara di dunia yang datang ke Indonesia, sudah pernah mengenakan rancangan batik Iwan. Kini, dengan usaha keras, meski tak sempat jadi diplomat seperti impian masa kecilnya, Iwan justru telah mampu mengharumkan nama bangsa sebagai ''duta batik'' Indonesia ke dunia.
Kecintaan pada budaya asli Indonesia terbukti telah menjadi jalan sukses Iwan Tirta. Tak hanya itu, ia juga berhasil mengharumkan nama bangsa dengan berbagai rancangan batik karyanya. Iwan menjadi contoh bahwa hanya dengan tindakan nyata, kita bisa "bicara" di dunia internasional. Karena itu, daripada hanya sekadar mengutuk atau merasa resah terhadap klaim bangsa lain atas produk bangsa, akan jauh lebih baik jika kita mampu bertindak nyata, seperti yang dicontohkan Iwan Tirta
--
Jumat, 23 April 2010
I decided long ago
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar