Sekapur Sirih
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD) 1945 merupakan landasan konstitusi negara Indonesia. Melalui UUD 1945 pula secara jelas para founding father merumuskan falsafah dan prinsip ekonomi yang menjadi landasan ekonomi kita. Mengenai sistem ekonomi negara Indonesia, dapat kita lihat dalam Bab XIV UUD 1945 yang berjudul "Kesejahteraan Sosial", khususnya pasal 33 UUD 1945. Kesejahteraan sosial (umum) menjadi salah satu pilar, semangat berikut tujuan berdirinya Negara Republik Indonesia, selain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan menempatkan Pasal 33 UUD 1945 dalam bagian Kesejahteraan Sosial, ini berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah berlandaskan pada peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan paramater dari keberhasilan pembangunan manusia seutuhnya yang merata, bukan semata-mata angka pertumbuhan ekonomi apalagi kemegahan pembangunan ekonomi fisikal. Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang mengutamakan kepentingan masyarakat bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu dalam berwiraswasta.
Saya kutip kembali isi Pasal 33 UUD 1945 dalam sub-bab Kesejahteraan Sosial (non-Amandemen) :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Penjelasan pasal 33 UUD 1945 sebagai berikut. Landasan demokrasi mewarnai ekonomi produksi yang dikerjakan oleh semua pihak, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonmian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Jenis perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ketangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat untuk kedaulatan ekonomi.
Meskipun sistem utama ekonomi negara menganut paham demokrasi ekonomi berdasar "kebersamaan dan asas kekeluargaan" , namun pada saat itu, negara tetap menjamin paham individualisme atau asas perorangan dalam berwiraswasta seperti tertuang dalam Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 yang salah satunya tetap menggunakan ketentuan Wetboek van Koophandel (KUHD). Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi "Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini." merupakan salah satu ruang yang diberikan kepada pihak swasta untuk mengerakkan sektor ekonomi yang tidak dominan, yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
Cikal Bakal BUMN atau Perusahaan Negara
Pokok-pokok Perusahaan negara (yang kemudian dikenal sebagai BUMN) muncul dalam pasal 33 ayat 2 dan 3 yang mana pasal 31 ayat 1 UUD 1945 merupakan prinsip dasar kerja dari perusahaan negara yakni pengelolaan bersama untuk kepentingan bersama.
Dalam pasal 33 ayat 2 dan 3, secara jelas menerangkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam kalimat tersebut, secara jelas Negara Indonesia memposisikan diri sebagai negara kesejahteraan (welfare state).
Sejak Indonesia merdeka, fungsi dan peranan perusahaan negara sudah menjadi perdebatan dikalangan founding fathers terutama pada kata dikuasai oleh negara. Bung Karno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca kemerdekaan, maka negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Sedangkan, Bung Hatta menentang pendapat ini dan memandang bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat seperti listrik dan transportasi. Pandangan Hatta ini kemudian lebih sesuai dengan paham ekonomi modern, dimana posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur yang mendukung proses pembangunan (Rice, Robert C., 1983, The Origin of Basic Economic Ideas and their Impact on New Order Policies, Bulletin of Indonesian Economic Studies)
Pasca kemerdekaan, Indonesia harus membangun ekonomi ditengah usaha para negara imperaliasme menjajah kembali Indonesia. Perang dan pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah terus terjadi tanpa henti hingga Dekrit Presiden 1959. Pada awal tahun 1950-an, pendirian negara dibatasi pada beberapa sektor vital yang sesuai Hattaconomic, namun pendirian perusahaan negara masih tidak efektif karena adanya gangguan/guncangan keamanan dan politik. Dan diakhir tahun 1957, pemerintah mulai melakukan nasionalisasi hampir semua sektor yang sesuai dengan konsepsi Soekarno.
Adapaun tujuan mendirikan perusahaan negara dan nasioanalisasi menurut Bung Karno adalah untuk mendorong perekonomian nasional, terutama perusahaan negara yang bergerak dalam bidang infrastruktur. Sederatan perusahaan Belanda dinasionalisasi seperti PT Kereta Api atau Djawatan Kerera Api (UU 71/1957), PT Pos (Djawatan Pos), PT Garuda Indonesia Airways, dan diakhir pemerintah Soekarno sempat mendirikan Perusahaan Negara (PN) Telekomunikasi. Namun, sebagian perusahaan yang dinasionalisasi oleh Pemerintahan Soekarno banyak merugikan negara karena Belanda sudah terlebih dahulu mengalihkan aset perusahaannya ke Belanda. Namun demikian, perusahaan vital dan strategis pada akhirnya menjadi jati diri bangsa.
Detik-Detik Menjelang Neokolonialisme dan Imprialismenya Jilid II
Dalam Konferensi Moneter dan Keuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Bretoon Woods-Amerika Serikat yang diadakan antara tanggal 1 Juli 1944 sampai 22 Juli 1944 telah dicapai apa yang dinamakan "Persetujuan Bretoon Woods". Persetujuan in ditandatangani oleh 44 negara, menetapkan dibentuknya 2 badan keuangan internasional, yakni Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund atau IMF) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank For Reconstruction and Development atau IBRD). IBRD menjadi salah satu lembaga yang membentuk Bank Dunia (Word Bank atau WB).
Tujuan pokok dari dana ini sebagaimana tercantum dalam statutennya adalah stabilisasi kurs penukaran mata uang negara anggota, perluasan perdagangan internasional, penurunan tarif bea-bea, penghapusan pembatasan-pembatas an secara berangsur (cikal bakal free trade/pasar bebas). Tujuan dari Bank adalah untuk memberi bantuan-bantuan berjangka panjang kepada para anggota guna mengadakan rekonstruksi produksinya akibat kerusakan peperangan ataupun mengadakan pembangunan ekonomi untuk menaikkan kemakmuran rakyatnya.
Indonesia didorong oleh keinginan yang besar untuk menyatakan kesediaannya mengadakan kerjasama internasional, Dan pada tanggal 24 Juli 1950, Indonesia mengajukan permintaan untuk menjadi anggota dari Dana dan Bank tersebut. Setelah 3 tahun yakni pada pertengahan 1953, akhirnya Indonesia diterima sebagai anggota dari kedua Badan itu, keanggotaan mana kemudian disahkan dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1954 tertanggal 13 Januari 1954.
Akan tetapi pengalaman Indonesia sejak masuk menjadi anggota sampai saat tahun 1965 (kurang lebih 12 tahun) tidak membawa manfaat yang banyak, bahkan merugikan bagi kepentingan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-citanya, yakni membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Selama 12 tahun, Soekarno melihat pengalaman bahwa justru hubungan Indonesia dengan Bank Internasional lebih merugikan bagi kita. Pemerintahan Soekarno melihat bahwa IMF dan IBRD melalui praktik-praktik yang dijalankan selama ini, terutama terhadap negara-negara yang sedang berkembang hanyalah menjadi alat dari kaum kapitalis untuk menjalankan politik neokolonialisme dan imprialismenya dan dengan demikian tidak sesuai dengan ide Berdikari.
Perlakuan yang selama ini dialami Indonesia adalah lembaga ini hanya bersedia memberi bantuan mereka jika bantuan tersebut lebih menguntungkan bagi kepentingan mereka. Pemerintah Bun Karno melihat bahwa pada hakekatnya kedua lembaga keuangan ini tidak jauh berbeda dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni hanya sekedar merupakan alat kaum neokolonialisme dan imperialisme untuk menjalankan manipulasi politiknya. Bahkan dalam kedua lembaga ini, dominasi dari golongan kapitalis ini dapat dikatakan mutlak baik dalam hal politik, modal, pegawai pimpinannya maupun administrasi organisasinya.
Dalam hal ini, maka dapat dipastikan bahwa kehadiran IMF dan WB memberi andil bagi kehancuran ekonomi Indonesia di era 1950-an hingga 1960-an selain gerakan separatis seperti PRRI-Semesta yang didukung oleh pasukan CIA di bagian timur Indonesia. Berhubung dengan itu, maka Bung Karno secara tegas menarik Indonesia dari IMF dan IBRD ini melalui UU 1/1966 pada tanggal 14 Februari 1966.
IMF-WB Pasca Supersemar
Setelah Gerakan 30 September (G-30), konstelasi politik dan kekuasaan berubah cukup drastis. Unsur kekuatan PKI yang selama ini menjadi salah satu massa pendukung Bung Karno yang PNI akhirnya punah. Dan kondisi semakin memburuk tatkala ekonomi Indonesia mengalami inflasi hingga 600%. Gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yakni Bubarkan PKI, Perompakan Kabinet dan Turunkan Harga semakin mendiskreditkan Soekarno. Terlebih gerakan mahasiswa ini didukung penuh oleh Angkatan Bersenjata.
Namun, jika kita flash back tahun 1950-an, maka sebenarnya ekonomi, politik dan keamanan kita terus diusik oleh Amerika. Amerika via CIA (Sejarah CIA dan Pengaruh di Indonesia) membantu mengobarkan pemberontakan PRRI-Semesta yang berhasil dipadamkan oleh para prajurit kita. Negara dipaksakan mengeluarkan anggaran untuk berperang melawan pemberontakkan. Dan pada saat yang sama, Amerika menyusupkan agen senior CIA Guy Pauker ke Seskoad (Sekolah Komando Angkatan Darat) untuk memilih dan menyiapkan para intelektual ekonom liberal yang kemudian dikenal sebagai "Mafia Barkeley". Sehingga kehancuran ekonomi Indonesia di tahun 1965-1966 tidak bisa lepas dari tangan Amerika Cs via CIA.
Hingga, pada 11 Maret 1966, terbitlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang misterius… Dan mulai saat itu, Indonesia secara perlahan
Referensi: UU 71/1957 —UU 1/1966 —UU 1 Tahun 1967
IMF-WB Pasca Supersemar
Setelah Gerakan 30 September (G-30), konstelasi politik dan kekuasaan berubah cukup drastis. Unsur kekuatan PKI yang selama ini menjadi salah satu pendukung Bung Karno punah tidak terkecuali massa PNI. Kondisi semakin memburuk tatkala ekonomi Indonesia mengalami inflasi hingga 600%. Gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat) yakni Bubarkan PKI, Perompakan kabinet dan Turunkan harga semakin mendiskreditkan Soekarno. Terlebih gerakan mahasiswa ini didukung penuh oleh Angkatan Bersenjata.
Namun, jika kita flash back tahun 1950-an, maka sebenarnya ekonomi, politik dan keamanan kita terus diusik oleh Amerika. Amerika via CIA (Sejarah CIA dan Pengaruh di Indonesia) membantu mengobarkan pemberontakan PRRI-Semesta yang berhasil dipadamkan oleh para prajurit kita. Negara dipaksakan mengeluarkan anggaran untuk berperang melawan pemberontakkan. Dan pada saat yang sama, Amerika menyusupkan agen senior CIA Guy Pauker ke Seskoad (Sekolah Komando Angkatan Darat) untuk memilih dan menyiapkan para intelektual ekonom liberal yang kemudian dikenal sebagai "Mafia Barkeley". Sehingga kehancuran ekonomi Indonesia di tahun 1965-1966 tidak bisa lepas dari tangan Amerika Cs via CIA.
Pada 11 aret 1966, terbitlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang misterius… Dan mulai saat itu, Indonesia secara perlahan sudah jatuh ketangan asing dibawah kepemimpinan militer. Dalam sebuah penelusuran Prof. Peter Dale Scott "The United States and the Overthrow of Sukarno, 1965-1967" – "Amerika dan Pengulingan Soekarno 1965-1967" secara gamblang membeberkan keterlibatan CIA dalam pengulingan Presiden Soekarno sejak 1950-an . Begitu banyak versi kasus Gestapu 1965 yang hingga saat ini belum terpecahkan. Yang pasti, pada saat itu Amerika sedang gencar menyebarkan paham ideologi liberalis untuk menghadang komunisme Uni Soviet (Suar Suroso.2008. Bung Karno Korban Perang Dingin). Dan Soekarno adalah salah sosok yang tidak ingin memihak pada Amerika Serikat yang menganut semangat neo-imperaliasme dan neokolonialisme. Sehingga wajarlah ia disingkirkan bersama PKI yang menjadi simbol komunisme di Asia Tenggara.
Yang menarik adalah hilangnya (atau dihilangkan) dokumen asli Supersemar. Banyak versi terhadap dokumen tersebut yang membuat lahirnya Orde Baru. Sebagian saksi menyatakan bahwa dokumen Supersemar ditulis diatas korp Angkatan Darat dan ditandatangani secara terpaksa (bukan diancam, tapi tidak ada pilihan) oleh Presiden Soekarno. Saya tidak tahu seluk-beluk Supersemar itu sendiri. Namun, bagi saya yang menarik adalah pasca lahirnya Supersemar, perpolitikan Indonesia berubah drastis, arah kebajikan Indonesia berputar 180 derajat. Dan mulai saat itu, maka secara resmi Indonesia berubah haluan yakni dari memberi kebebaan tumbuhnya paham Nasionalisme- Marxisme- Islamisme menjadi paham Liberalisme Diktator. Dan mulai saat itu pula, Indonesia "AMAN" dari "kemarahan" Amerika, Inggris dan Australia.
Menurut penelusuran Prof Scott ratusan ribu simpatisan (bukan kader partai) PKI diculik dan dibunuh. Angka-angka yang ada sekitar 500.000 hingga 800.000 dalam periode 1965 hingga 1970. Ratusan dan mungkin ribuan pelajar pro-sosialis yang dikirim Soekarno untuk kuliah di luar negeri tidak dapat pulang ke Indonesia. Begitu juga kader-kader intelektual dan penulis seperti A. Umar Said. Khususnya dibidang ekonomi, John Pilgers mengungkap hal serupa.
Dalam artikel pertama, disebutkan bahwa dalam kondisi terhimpit, Soekarno masih berani terhadap Amerika Serikat CS. Tanggal 14 Februari 1966, Indonesia menarik diri dari IMF dan IBRD ini melalui UU 1/1966. Setelah dukungan bagi Soekarno mulai melemah dengan dibantainya ratusan ribu orang salah satu pendukung Soekarno, maka secara bertahap munculnya perundang-undangan yang pro terhadap kepentingan Amerika, Inggris, Australia Cs. Jika di era Soekarno,hubungan dengan Peking, Moskwa hangat, maka dibawah pemerintah Soeharto via Supersemar dapat dikatakan bertolak belakang.
Muncullah Tap MPRS RI Nomor XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia yang membuka hubungan yang luas dengan Amerika cs. Dan ditambah pada Juli 1966, keluarlah Tap MPRS RI Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebidjaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan yang memungkinkan lembaga dan korporasi asing mendapat akses yang tertentu dengan kuantitas yang besar. Melalui TAP MPRS tersebut, maka belum satu tahun terbitnya UU 1/1966 tentang keluarnya Indonesia dari lembaga IMF dan WB, pada November 1966 terbit UU 8/1966 yang menganulir UU 1/1966. Dan Soekarno sendiri (terpaksa atau tidak) yang menandatangani UU 8/1966 yang menyatakan Indonesia kembali bergabung dengan IMF dan WB.
Melalui Supersemar-lah IMF, WB, Freeport, Exxon, Caltex, Total, Halliburton, Betchell, Toyota dan korporasi asing lain menguasai sumber-sumber kekayaan alam strategis dari hutan, minyak, bauksit, tembaga hingga emas. Terlebih setelah konferensi Jenewa pada November 1967.
Cikal Bakal Penanam Modal Asing (PMA)
Sejak kejatuhan era Bung Karno dengan kondisi ekonomi, politik, keamanan yang tidak stabil dan memburuk, maka haluan ekonomi kita telah berubah arah dari nasionalisme- sosialisme- islamisme, menjadi liberalis-diktator. Gerakan mahasiswa dan tekanan kuat militer membuat "Pemerintahan" Soekarno semakin melemah. Isu-isu yang beredar di masyarakat mendeskreditkakan Soekarno seperti dengan isu bahwa Soekarno terlibat dalam Gestapu 30 September 1965. Pendiskreditkan pengaruh Soekarno dilayangkan dengan pernyataan bahwa terjadi mis-management, pemborosan, korupsi, serta pemberontakan gerakan Kontra revolusi G.30.S/PKI dan penjelewengan- penjelewengan terhadap Undang-undang Dasar 1945 menyebabkan ekonomi hancur. Secara singkat, isu ekonomilah membuat Soekarno akhirnya jatuh. Masyarakatpun secara bertahap mulai takut memuja Soekarno, karena beredar isu bahwa mereka yang mendukung Soekarno identik dengan PKI, sehingga mereka yang memuja Soekarno akan berakhir di ujung senapan.
Seperti disebut di atas, setelah Presiden Soekarno kehilangan kekuasaan secara de facto (meskipun masih menjabat sebagai Presiden), Indonesia langsung ditarik kembali menjadi anggota IMF. Dengan kondisi ekonomi yang berantakan serta pengaruh besar pak Harto membuat IMF dapat "bertandang" di Indonesia. Presiden Soekarno secara tertulis pun menyetujui Indonesia kembali menjadi anggota IMF dan Word Bank (WB) pada 16 Nopember 1966. Dan sebelum kesepakatan pertemuan di Jenewa Swiss pada November 1967, pemerintah Soeharto telah mengesahkan UU 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
Melalui UU 1/1967, secara resmi pemodal asing dapat menginvestasikan modalnya di Indonesia dengan keringanan pajak. Sektor-sektor pertambangan dikelola oleh perusahaan Amerika CS (Inggris, Prancis dkk). Sementara itu, pemerintah Soeharto masih mempertahankan sektor-sektor penting bagi negara. Pada pasal 6, UU 1 tahun 1967 menyatakan bahwa
1. Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing secara penguasaan penuh ialah bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak sebagai berikut:
a. pelabuhan-pelabuhan ;
b. produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum;
c. telekomunikasi;
d. pelayaran;
e. penerbangan;
f. air minum;
g. kereta api umum;
h. pembangkitan tenaga atom;
i. mass media.
2. Bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan Negara, antara lain produksi senjata, mesiu, alat- alat peledak dan peralatan perang dilarang sama sekali bagi modal asing.
3.
Setelah keluarnya UU 8/1966 dan UU 1/1967 maka secara bertahap kekuatan ekonomi kita sudah bergantung pada IMF, WB, dan korporasi asing. Namun dapat dipahami tujuannya setidak-tidaknya adalah untuk membangkitkan ekonomi yang terpuruk. Salah satunya adalah dengan utang via IMF, WB yang didukung dengan keterbukaan oleh modal asing. Pasca pertemuan Jenewa November 1967, tanggal 3 Juli 1968, terbit lagi UU 6/1968 tentang PMA yang direvisi. Tujuang tidak lain tidak bukan untuk membuka kran modal asing yang selama ini kurang disukai oleh Soekarno karena ada titipan kepentingan yang dibawa oleh korporasi asing tersebut dibawah bendera Amerika cs.
Tradisi Utang dan Debt Trap
Terbitnya UU 8/1966 (IMF dan WB) dan UU 1/1968 (direvisi UU 6/1968 ), menunjukkan Indonesia membuka diri terhadap kekuatan asing baik dari sisi modal maupun pelaku. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF pada tahun November 1966 membuat negara-negara Barat "berbaik hati" (salah satu tujuannya agar Indonesia mengikuti blok AS cs dan menjauhi blok Uni Soviet CS). Mereka memberi dana hibah USD 174 juta, restrukturisasi USD 534 juta utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Komitmen utang baru terus dilakukan melalui lembaga multilateral seperti IMF, WB, CGI (IGGI) dan anggota negara Paris Club.
Namun, agenda utama negara-negara donor tersebut bukan hanya semata untuk menarik Indonesia keluar dari komunisme, namun ada satu yang paling mendasar berusaha menjajah kembali secara ekonomi-politik atau sering disebut Bung Karno sebagai usaha "neokolonialisme dan neo-imperealisme" melalui campur tangan korporasi Amerika.
Pembayaran dari negara-negara Dunia Ketiga (negara miskin dan berkembang) berjumlah sekitar US$ 375 milyar per tahun atau 20 kali lebih besar dari jumlah uang yang diterimanya (dari negara-negara kaya). Sistem ini juga disebut Marshall Plan yang terbalik, dengan negara-negara dunia Selatan memberikan subsidi kepada negara-negara kaya di belahan Utara dunia, walaupun separuh dari manusia di dunia hidup dengan US$ 2 per hari." — Steven Hiatt : As Games As Old As Empire
Pengakuan John Perkins dalam "Confession of Economic Hitman" bahwa Amerika menargetkan negara-negara dunia ketiga yang memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) untuk "dirampok" dan dijebak dengan utang yang tidak sanggup negara tersebut bayar. Dengan "senjata" yang namanya utang, maka Amerika cs dapat membangun imperium global (global empire). Melalui lembaga keuangan multilateral, mereka menjadikan negara Indonesia sebagai negeri jajahan/pelayan korpotokrasi dari perusahaan-perusaha an AS, pemerintah AS, dan bank-bank AS. Ketika Indonesia terjajah secara ekonomi-politik, maka Indonesia menjadi target yang empuk kalau Amerika membutuhkan favours (untuk balas budi), termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya (John Perkins)
Jadi, secara garis besar tujuan utang dari lembaga keuangan multilateral untuk Indonesia pada saat itu untuk menjebak Indonesia dalam lingkaran utang (debt trap) dengan maksud agar:
1. Indonesia bisa lepas dari pengaruh komunisme Moskwa dan Peking (Perang Ideologi/Dingin)
2. Menjajah kembali Indonesia secara ekonomi/politik.
3. Menguasai sumber-sumber daya alam Indonesia melalui korporasi globalnya.
4. Membangkrutkan ekonomi negara yang kaya sumber daya alam
Lembaga-lembaga keuangan tersebut berpura-pura menjadi pihak baik yang bermurah hati. Mereka memfasilitasi pinjaman dari lembaga keuangan multilateral untuk membangun infrastruktur – pembangkit listrik, jalan raya, pelabuhan, bandara, atau kawasan industri yang proyeknya di mark-up tinggi. Selain itu, semua pinjaman proyek tersebut memiliki syarat bahwa perusahaan rekayasa dan konstruksi untuk mengerjakan semua proyek tersebut harus berasal dari negara AS cs. Sehingga sebagian besar uang pinjaman tersebut tidak pernah keluar dari Amerika, sebuah mekanisme sederhana dimana uang tersebut hanya berpindah dari kantor kas Bank di Washington kantor bidang rekayasa di New York, Houston atau San Fransico. [John Perkins]
Agar terlihat berhasil, mereka memberikan utang yang sangat besar sehingga perusahaan mereka seperti Bechtel, Halliburton mendapat laba yang tinggi. Terjadinya proyek-proyek lalu dilaporkan melalui angka-angka pertumbuhan GDP (PDB), meskipun proyek tersebut hanya memberi manfaaat besar pada segelintir orang (konglomerat) .
IMF, WB, CG(IGGI), Paris Club
Pasca keluarnya UU 8/1966 serta dibukanya keran modal asing pada UU 1/1968 yang direvisi UU 6/1968, maka lembaga-lembaga keuangan seperti IMF, WB, IGGI, dan negara Paris Club berbondong datang ke Indonesia dengan membawa titipan korporasinya untuk menguasai sektor-sektor strategis bagi negaranya yakni "sumber daya alam" dan "hutan".
IMF dan WB merupakan rekanan lama, karena pertama kali Indonesia masuk kepada dua lembaga ini pada tahun 1953. Sedangkan IGGI didirikan pada tahun 1967 di Den Haag. Anggota IGGI adalah Belanda, Australia, Amerika Serikat, Belgia, Italia, Jerman, Jepang, Inggris, Perancis, dan Kanada. Namun pada Maret 1992, IGGI dibubarkan dan kepemimpinan Belanda tidak diakui lagi oleh Indonesia dan diganti dengan Consultative Group for Indonesia (CGI), yang dipimpin Bank Dunia (WB). IMF dan WB tidak hanya menggaet IGGI, namun beriringnya waktu mereka membangun lembaga-lembaga keuangan lain dengan tujuan masing-masing seperti ADB, UNDP, IDA, IFAD dan IFC.
Melalu lembaga dan negara kreditor inilah ekonomi kita membaik dengan stabilitas harga. Dengan kucuran utang rata-rata USD 4 miliar per tahun, ekonomi Indonesia mulai tumbuh. Namun sayang, rata-rata 30% utang yang dicairkan bocor sampai ke tangan rakyat. Selain itu, sumber-sumber kekayaan alam dikeruk dan bahkan Indonesia ditipu oleh Freeport yang mengaku hanya menambang tembaga, padahal terdapat kandungan Emas. Disisi lain, sosialisme harus dibasmi dari pemikiran masyarakat.
Selama 31 tahun [1967-1988], total utang yang dicairkan oleh Pemerintah Soeharto sekitar USD 120 miliar atau Rp 1200 triliun (kurs Rp 10.000 per dollar). Namun 30% dari utang tersebut adalah utang najis (odious debt) karena korup dan itu diketahui oleh World Bank. Jadi, lembaga-lembaga kreditor ini pada prinsipnya tahu terjadi kebocoran dana, dan mereka secara tidak langsung mendukung kebocoran dana sehingga rakyat Indonesia akan terjebak dalam utang.
Perkembangan (pertambahan) Utang dari Soeharto hingga SBY *)
* Pres. Soekarno**) : Posisi utang LN pada tahun 1966 : ~ USD 2.1 miliar
* Pres. Soeharto [1967-1998]: ~ USD 120 miliar
* Pres. BJ Habibie [1998-1999] : USD 30 miliar
* Pres. Abdurahaman Wahid [1999-2001]: USD 20.8 miliar
* Pres. Megawati SP [2001-2004]: USD 13.3 miliar
* Pres. Susilo BY [2004-2009]* **) : USD 66 miliar
Keterangan
*) : sumber KAU dan Dirjen Pengelolaan Utang RI
**) : tidak ada data lengkap
***) : Proyeksi dalam anggaran DMO Depkeu
Dari data tersebut, kebijakan utang bukanlah hal yang buruk jika kebijakan utang dilakukan karena urgensi yang tinggi atau menjadi prorgam short term policy atas memburuknya perekonomian bangsa. Dalam konteks ini, maka seharusnya kebijakan utang tidak menjadi program tahunan. Jangan setiap tahun anggaran APBN selalu berisi utang dan utang lagi. Jangan membuat negara ini menjadi negara yang tidak lepas dari utang setiap tahunnya. Dan jangan menambah besaran utang lagi. Terlebih utang diikuti dengan program liberalisasi sektor-sektor strategis, pasar bebas, privatisasi, liberaliasi perbankan hingga liberalisasi pendidikan.
Cikal Bakal Privatisasi
Jika dalam UU 1/1967 secara tegas menyatakan bahwa hanya negara yang berhak mengelola sektor-sektor yang tertulis dalam pasal 6, maka pada UU 6/1968 sudah memperbolehkan modal asing masuk dalam sektor-sektor yang tertuang dalam Pasal 6 UU 1/1967 dengan membedakan label "modal dalam negeri" dan "modal asing" dari sisi kepemilikan (persentase modal/saham) .
Maka melalui UU 6/1968, maka secara resmi keterbukaan privatisasi sektor strategis bagi pemodal asing resmi diperbolehkan……. bersambung bagian 3 (privatisasi)
Referensi : - Confession of EHM
Syahwat Sang Politisi: Kisah Penggerebekan Anggota DPRD Saat ML di Hotel (With Pic)
SYAHWAT SANG POLITISI
"BOS, tolong buka pintu, kami petugas dari Poltabes Barelang. Kami minta kerja samanya, kalau bos tidak mau malu." Teriakan itu dilontarkan Kepala Unit (Kanit) IV Satuan Intelijen dan Keamanan Poltabes Barelang, AKP Maryon di depan kamar 204 Hotel Holiday, Nagoya, Batam, Senin (1/10).
Sudah sekitar 30 menit anak buah Maryon menggedor-gedor pintu kamar hotel itu. Tak ada reaksi sedikitpun dari sang penghuni kamar. Jarum jam menunjuk pukul 23.30 WIB. "Kalau tidak mau buka, kita tunggui terus di sini sampai dia keluar. Kalau perlu kita makan sahur di sini," ujar Maryon kepada anak buahnya yang berjumlah empat orang.
Apa sih yang terjadi? Rupanya para polisi itu tengah memburu seorang anggota DPRD Kabupaten Lingga bernama M Sadri (62) yang tengah menginap di hotel itu. Lalu apa kesalahannya? Ada SMS masuk ke HP polisi menyebut Sadri berselingkuh dengan istri Hasan bernama Zakavira alias Yanti (40). Ahhhhh kasus perkelaminan yang biasa menimpa para politisi kita akhir-akhir ini, di antaranya Yahya Zaini (anggota FPG DPR) hingga Bustamam (anggota DPRD Lima Puluh Kota, Sumbar).
Gedoran pintu petugas polisi membangunkan para penghuni Hotel Holiday lainnya. Dengan mimik ketakutan mereka memandang ke arah kamar itu. Kunci duplikat hotel tak bisa dipakai polisi karena pintu kamar digrendel dari dalam. "Percuma pakai kunci duplikat, soalnya digrendel dari dalam," ujar polisi bersungut-sungut.
Penantian polisi akhirnya berbuah. Sadri membuka pintu. "Ada apa," tanyanya kalem. "Kami dari Poltabes Barelang, ingin memeriksa kamar ini," jawab AKP Maryon. "Silakan, nggak ada apa-apa di sini," jawab pria yang kelihatan sudah mulai uzur itu. "Hidupkan lampunya! Mana saklar untuk menghidupkan lampu," teriak Maryon.
Lampu di kamar itu memang dimatikan. Begitu lampu menyala, polisi dan wartawan langsung menyerbu masuk. Clap..clap.. clap!!! Kilatan lampu kamera langsung mengenai wajah Sadri dan Yanti. Sadri mengenakan piyama duduk di kursi, sedangkan sang perempuan memakai kaus merah dan celana putih selutut. Rambutnya basah.
"Ibu siapa? Apa hubungan Ibu dengan Bapak ini. Ibu kan sudah punya suami," berondong polisi. "Saya janda. Kami sudah lama kenal, dan sebentar lagi mau menikah," jawab Yanti yang malam itu tidak mengenakan bra. "Ibu kan istrinya Hasan," tanya polisi lagi. "Saya tidak kenal Hasan. Saya janda. Siapa yang bilang saya istri Hasan," kilahnya.
Hotel berbintang
Polisi tak mau banyak debat di kamar sempit itu. "Udah begini saja, Bapak dan Ibu segera ganti pakaian. Kami mau bawa Anda sekalian ke Poltabes," potong Maryon. Sambil menuju ke kamar mandi, Sadri menenteng celana dalam warna putih. Ia berganti baju batik dan celana kain. Berikutnya Yanti masuk kamar mandi untuk memakai bra yang sebelumnya tergeletak di kursi. Perempuan berkulit putih dan berhidung mancung itu tetap mengenakan kaus merah dan celana putihnya
Drama perselingkuhan itu berakhir di Poltabes Barelang. Ironis. Syahwat yang menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia berubah menjadi bencana. Esok harinya, adegan di kamar hotel itu terpampang jelas di surat kabar. "Mengapa anggota DPRD itu menginap di hotel melati? Mengapa ia tidak menginap di hotel berbintang, kan pasti lebih aman," ujar seorang general manajer sebuah hotel bintang empat di Batam ketika bertemu saya dalam acara buka puasa.
Ia mengakui hotel-hotel berbintang di Batam sering dipakai para politisi untuk berselingkuh. "Saya tutup mata saja. Etika kami memang melindungi privacy para tamu. Yang penting mereka tak bikin ribut dan menggangu ketenangan tamu lain," ujar sang GM (general manajer). Saya cuma tersenyum mendengarnya. Masuk akal. Demi kepentingan bisnis, moralitas sang GM terpaksa harus disimpan dalam-dalam.
"Mari lho Mas Febby, hidangan buka puasanya dinikmati. Adzan maghrib sudah terdengar, batalkan puasanya," ujar sang GM membuyarkan lamunan saya. Saya segera mengambil sepotong buah apel di meja hidangan, padahal saya tak puasa. Buah apel ranum dan manis rasanya. Mungkin begitu lah yang dirasakan Sadri ketika berada dalam satu kamar dengan Yanti di Hotel Holiday. Siapa takut!!!!
Program Premier Skills di Afrika
Melatih Para Pelatih Muda
Tak selamanya tur sebuah klub Eropa ke bagian dunia lain semata berbau bisnis. Upaya klub-klub Premier League menyumbangkan pengetahuan tentang bersepak bola kepada komunitas lokal yang mereka datangi sudah pernah dilakukan meski belum maksimal.
Ambil contoh apa yang ditampilkan Chelsea di Guangzhou, Cina, pada pramusim 2008/09, saat mereka juga melakukan pelatihan pemain dari usia 6-19 tahun lewat para duta The Blues semodel Graeme Le Saux dan pesepak bola putri Lorrie Fair.
Kegiatan ini bagai sebuah proyek mercusuar dibanding sebuah kelanjutan program pelatihan milik AFC yang disebut Vision China. Nah, ternyata kubu Premier League menyikapi baik tudingan bahwa mereka serakah mengeruk uang dari kantung-kantung penggemarnya di Asia, Afrika, dan AS.
Pekan ini Premier League bersama British Council meluncurkan proyek bertajuk Premier Skills di Malawi. Kegiatan tersebut adalah pelatihan para pelatih lokal yang dilakukan sejumlah pelatih Eropa pemegang sertifikat UEFA dan FA Inggris.
Malawi adalah negara Afrika ketujuh yang dalam beberapa pekan terakhir disinggahi Premier Skills. Sebelumnya program tersebut telah mendarat di Botswana, Mesir, Maroko, Sudan, Tunisia, dan Uganda.
“Premier League dan klub-klubnya punya komitmen jangka panjang untuk berinvestasi di bidang pendidikan lewat kegiatan sejenis pada sejumlah komunitas di Inggris," kata Richard Scudamore, Chief Executive Premier League, pada situs British Council.
"Mengingat popularitas Premiership kian mendunia, kami merasa perlu meluaskan tradisi tersebut,” katanya.
Berikutnya Asia
Target Scudamore berikutnya adalah membawa Premier Skills ke India, Cina, dan Asia Tenggara hingga 2010 mendatang. Pelatihan tersebut diharapkan bisa melibatkan seribu pelatih, yang kelak akan menyebarkan pengetahuannya pada 100 ribu orang dalam kurun satu tahun.
Pelatihan di Malawi melibatkan 28 pelatih pria dan 12 wanita yang seluruhnya masih berumur di bawah 30 tahun. Peran British Council dalam Premier Skills adalah mengasah keterampilan berkomunikasi dua arah dalam bahasa Inggris untuk melatih dan memotivasi pemain.
Premier Skills di Malawi dipusatkan di Blantyre di bawah koordinasi eks pemain Wimbledon dan timnas Jamaika, Robbie Earle. Ia dibantu pelatih-pelatih komunitas Inggris seperti Mike Dixon (Manchester City) dan Jonathan Garside (Everton).
Hmmm, kapan ya Premier Skills mampir ke Jakarta? (Darojatun)
Sepekan Menjelang Pramusim 2009/10
Gereget Duel-Duel Klasik
Jadwal Premier League 2009/10 sudah diumumkan dua pekan lalu. Pekan pertama Premiership musim depan akan dimulai pada 15 Agustus 2009 secara serempak di sepuluh stadion.
Publik Inggris pun sudah menebak bahwa laga Chelsea melawan Hull City di Stamford Bridge pada hari itu akan menjadi pertandingan penyumbang gol terbanyak di pekan pertama. Namun, hasil jajak pendapat yang digelar situs resmi Liga Premier itu bisa berubah sejalan perkembangan The Blues di laga-laga pramusim.
Sebagian besar klub top Inggris akan menggelar preseason 2009/10 pada pekan depan alias minggu pertama Juli. Libur tambahan tujuh hari diberikan bagi para pemain yang baru pulang dari ajang Piala Konfederasi, tapi latihan resmi tetap dimulai sejak Rabu (1/7).
Hal yang menarik adalah bila kita mengamati nilai jual dari sejumlah turnamen pramusim yang melibatkan klub-klub Premier League. Sebut saja World Football Challenge yang digelar di AS dengan melibatkan Chelsea atau Piala Audi yang melibatkan Manchester United di Jerman.
Temperatur memang belum tinggi, tapi menyimak duel-duel klasik di pramusim tersebut akan membuat publik dihangatkan dengan kehadiran sejumlah pemain yang baru saja berganti kostum. Geregetan rasanya. (toen)
JADWAL BIG-MATCH PRAMUSIM
-------------------------------------------------------------
21 Juli: Chelsea vs Inter, di Pasadena-AS
24 Juli: Milan vs Chelsea, di Baltimore-AS
24 Juli: Tottenham vs Barcelona, di London
30 Juli: Man. United vs Bayern Muenchen/Milan, di Muenchen
8 Agustus: Liverpool vs Atletico Madrid, di Liverpool
Tidak ada komentar:
Posting Komentar