Senin, 06 Juli 2009

Penulis Besar Pecinta Kaum Papa






Nama lengkapnya adalah Lyev Nikolayevich Tolstoy, lahir di Yasnaya, Tula, Rusia tanggal 28 Agustus 1828 dari sebuah keluarga ningrat. Sejak kecil ayahnya telah meninggal sehingga ia dibesarkan dalam asuhan ibu dan saudara-saudara perempuannya. Meskipun berasal dari keluarga ningrat, Tolstoy tidak menjadi angkuh dan ingin dihormati, justru sebaliknya ia dikenal sebagai filsuf moral dan reformator sosial. Disebut demikian karena pada saat itu sedang terjadi tekanan revolusi sosial, dimana orang kaya dari kelompok ningrat hidup dalam kemewahan dan pesta pora. Sementara kaum petani dan lainnya yang miskin hidup dalam kesengsaraan.



Pendidikan yang dijalani Tolstoy tidak hanya dari kalangan pendidik Rusia tetapi juga dari negara barat lainnya. Ia lulus dari pendidikan fakultas Hukum Universitas St. Petersburg tahun 1848. Masuk ketentaraan pada tahun 1851 dengan menggabungkan diri pada tentara Kaukasia dan ikut dalam perang Krim.

Latar belakang pendidikan hukum membuat Tolstoy mengerti praktek-praktek kehidupan yang menyimpang. Kaum ningrat, bangsawan kaya yang hidup dalam kemewahan, ternyata tidak selamanya memperoleh semua kekayaan itu dengan cara yang benar. Melalui minat dan bakatnya yang besar dalam penulisan, Tolstoy menyampaikan keluhan-keluhan kaum tertindas dalam karya-karyanya yang luar biasa. Dalam tulisannya nampak nyata ungkapan-ungkapannya mengenai prinsip kekristenan secara mendalam. Begitu terlihat bahwa dirinya memiliki pengalaman-pengalaman yang supranatural.

Setelah meninggalkan ketentaraan dan tinggal di tanah pertanian miliknya di Yasnaya Polyana, ia berkelana di Eropa Barat tahun 1857. Sekembalinya dari Eropa, yaitu tahun 1861, ia menikah dengan Sofia Andreyevna Behr. Kebahagiaan hidupnya yang terbesar adalah ketika anak-anaknya lahir. Ketika ia pulang dari pengembaraannya itu, hatinya dipenuhi rasa muak atas peradaban barat dan materialisme dalam kehidupan masyarakat borjuis Eropa. Seluruh pengalamannya itu dituangkan dalam karyanya yang bernada getir, yaitu ‘Luzern’ (1857).

Di tahun-tahun 1865-1869, Tolstoy membuat karya pujangga yang membuatnya dikenang banyak orang, yaitu ‘Vojna i mir’ (Perang dan Damai). Di dalamnya ia memaparkan bentang sejarah peperangan Napoleon Bonaparte ketika mengadakan invasi di Rusia. Dalam karyanya yang lain ‘Anna Karenina’ ia menulis suatu pemandangan yang mencekam dari penghidupan berbagai lapisan masyarakat Rusia.

Keturunan ningrat yang cinta orang papa ini rela hidup di tengah kaum petani. Waktu itu sistem perbudakan masih berlaku dimana-mana, termasuk Rusia. Namun Tolstoy rela membebaskan orang yang bisa ia jadikan sapi perah demi kasihnya pada semua orang. Anehnya, para budak yang ia bebaskan itu justru tetap tinggal dengan tuannya yang baik hati ini. Dalam ladang pertaniannya yang luas, kelompok orang-orang ini hidup bersama dengan cara swadaya.

Upaya memenuhi kebutuhan sendiri dalam kelompok yang ia bentuk, Tolstoy tidak canggung sama sekali. Pakaian, sepatu ia buat sendiri. Makanan-makanan lezat seperti daging juga tidak ia makan. Untuk hasil karyanya yang lain, seperti tulisan, buku-buku yang diterbitkan, ia tidak menerima uang sepeserpun. Bahkan gelar kebangsawanannya pun sama sekali tidak ia perdulikan.

Tolstoy mengalami pencerahan pada tahun 1870-an. Ia menulis buku ‘Pengakuan Dosa’ (1880-1882). Setelah melewati tahun 1880, ia menjadi pengkhotbah di berbagai tempat. Di dalamnya ia banyak sekali menekankan kasih dan derma serta mengasihi semua orang. Ide-idenya sering membawa konflik antara dirinya dengan pihak pemerintah dan gereja ortodoks di Rusia. Karya-karyanya membuktikan bahwa Tolstoy adalah seorang tokoh analisis karakter dan kesadaran moral yang tinggi sampai saat ini.


Apa Sih Castrol Performance Index Itu?

Sebagai salah satu sponsor resmi Piala Dunia 2010, Castrol telah mengembangkan sebuah sistem definitif untuk memberi rapor setiap pemain berdasarkan statistik individual. Sistem tersebut mendasarkan diri pada penerapan teknologi tinggi pelacakan posisi tiap pemain dan bola dalam pertandingan.

Berbeda dengan teknologi lama yang menggunakan sensor yang dikaitkan dengan pemain, pelacakan pemain dilakukan dengan prinsip-prinsip grafis matematis berbasis vektor.

Secara sederhana, ini mirip dengan teknologi kamera digital modern untuk mengenali wajah-wajah yang muncul dalam layar pengamatan. Bedanya, dalam sistem yang dipakai dalam sepak bola, pergerakan pemain diamati dari kamera-kamera yang disimpan di ketinggian.

Dengan metoda ini, akhirnya menjadi relatif mudah untuk mengukur kinerja pemain secara statistik berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Sebuah gol yang dicetak dari jauh akan berbeda nilainya dengan gol yang dicetak dari kotak penalti. Pelanggaran pun akan menghasilkan nilai negatif.

Semua dilakukan dengan penilaian per individu. Untuk mengetahui kinerja sebuah tim, tinggal dihitung resultan dari rapor-rapor individu yang terlibat di dalamnya. Nah, begitulah gambaran umum dari Castrol Performance Index.

Untuk keterangan lebih detail, silakan klik . Selamat menyimak!

PERINGKAT CASTROL INDEX PEMAIN*
--------------------------------------------------------------
Kiper
1. Mohammed Kassid (Irak) 8,00
2. Tim Howard (AS) 5,88
3. Essam El Hadary (Irak) 5,82
4. Itumeleng Khune (Afsel) 5,77
5. Iker Casillas (Spanyol) 5,20

Bek
1. Lucio (Brasil) 9,13
2. Andre Santos (Brasil) 8,70
3. Tsepo Masisela (Afsel) 8,44
4. Siboniso Gaxa (Afsel) 8,24
5. Maicon (Brasil) 8,22

Gelandang
1. Clint Dempsey (AS) 9,01
2. Kaka (Brasil) 8,89
3. Felipe Melo (Brasil) 8,23
4. Michael Bradley (AS) 7,65
5. Albert Riera (Spanyol) 7,36

Penyerang
1. David Villa (Spanyol) 8,76
2. Luis Fabiano (Brasil) 8,70
3. Landon Donovan (AS) 8,37
4. Fernando Torres (Spanyol) 8,23
5. Bernard Parker (Afsel) 8,00

(*) Lima besar di tiap posisi, hanya di posisi bek saja AS tidak mempunyai wakil pemain.


--


Amerika Serikat
Muda dan Berbahaya

Amerika Serikat tidak berhasil menjadi juara di Piala Konfederasi 2009 setelah membuang keung­gulan 2-0 di final mela­wan Brasil akhir pekan lalu. Tapi, perjalanan Uncle Sam’s Army di turnamen ini tak bisa dibilang gagal total.

Mampu lolos dari fase grup dengan cara yang mirip sebuah mukjizat, kemudian memukul Spanyol 2-0 di semifinal, dan sempat membuat Brasil berdebar-debar di final. Itu adalah pencapaian yang sangat bagus untuk tim sekelas AS.

Yang luar biasa, AS melakukannya dengan sebuah tim yang berisi banyak pemain muda. Dari 23 orang yang dibawa pelatih Bob Bradley ke Afrika Selatan, 18 atau hampir 80% adalah pemain tahun kelahiran 1982 ke bawah. Hanya dua orang yang sudah berusia 30 tahun. Dua orang itu adalah kiper Tim Howard serta kapten tim Carlos Bocanegra.

Kalau diambil rata-rata usia anggota setiap skuad peserta South Africa 2009, AS termasuk yang paling muda. Rata-rata usia 24,82 tahun milik mereka hanya kalah dari Irak (24,13 tahun). AS lebih muda dari Spanyol, Brasil, dan Italia.

Uncle Sam’s Army gagal menjadi kampiun, tapi mungkin mereka menemukan sesuatu yang jauh lebih penting daripada trofi juara. Bradley memang bertekad membangun sebuah tim baru dan tim itu kelihatannya sudah ditemukannya.

Unggul Fisik

Keunggulan utama sebuah tim yang materinya didominasi pemain-pemain muda adalah kondisi fisik yang sangat bugar. Ini yang menjadi senjata AS untuk mencapai final.

Setelah kalah di dua partai pertama, Bradley menyadari bahwa timnya tidak mungkin bersaing dalam hal teknik. Ia beralih kepada permainan yang mengandalkan fisik.

Mesir, yang kebanyakan berpesta setelah menang 1-0 atas Italia, dipukul 3-0. Spanyol juga dihajar 2-0. Brasil, yang mulai kelelahan karena terus-menerus memakai komposisi pemain yang sama, nyaris ikut menjadi korban Uncle Sam's Army.

"Anda bisa melihat sendiri kami meraih hasil yang lebih bagus melawan Mesir dan Spanyol saat bermain dengan lebih bertenaga dan mencoba mengalirkan bola dengan cepat," sebut Bradley sebelum pertandingan final.

Seiring perjalanan waktu, skuad AS akan menjadi lebih matang. Kalau sekarang mereka sudah berbahaya, bayangkan apa jadinya Star and Stripes dalam lima tahun ke depan.

“Saya bangga pada anak-anak. Mereka terus berkembang. Kalau sudah bisa menggabungkan agresivitas permainan dan kecerdasan, kami mampu melawan siapa pun,” ujar Bradley. (Dwi Widijatmiko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar