Jumat, 10 Juli 2009

Nekatnya Malaysia dan Nihilnya Tata Nilai Budaya Ekonomi RI




Jakarta - Manuver Malaysia di blok Ambalat bukan semata persoalan militer dan politik. Guru besar Fakultas Ekonomi UI Rhenald Kasali menilai persoalan Ambalat disebabkan ketidakmampuan Indonesia membangun tata nilai budaya ekonomi.

Malaysia, kata Rhenald, paham Indonesia hanya mampu membeli pesawat tapi tak mampu membeli peluru dan tak mampu membayar personil tentara dengan layak. Indonesia telah menghilangkan budaya ekonominya.

Lebih jauh, Peraih gelar master of science dan doktor dari University of Illinois at Urbana & Champaign ini yakin, ketidakmampuan Indonesia mengatasi krisis juga disebabkan tak adanya pembangunan tata nilai.

Apa dan bagaimana tata nilai budaya ekonomi Indonesia? Dalam pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Sabtu pekan lalu, Rhenald menyatakan Indonesia perlu membangun tata nilai. Terutama, tata nilai di kalangan pemerintahan.

Berikut wawancara detikFinance dengan Rhenald usai acara Pengukuhan Guru Besar UI, di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Sabtu (4/7/2009) .

Bagaimana anda melihat krisis yang terjadi sekarang?

Kata krisis belakangan ini menjadi rutin diucapkan masyarakat kita. Setiap kita menghadapi persoalan-persoalan, kita menyebutnya krisis. Sekarang ini ada 'global financial crisis'. Itu bukan satu-satunya krisis. Ada juga krisis garam, gula, pupuk, listrik, energi, rotan, demam berdarah, flu burung, air bersih, dan sebagainya. Ini merupakan suatu pertanda krisis datang begitu cepat dan ada indikasi kita tidak mampu mengatasinya.

Kalau kita buka kamus bahasa, tiap bangsa punya definisi krisis yang berbeda. Dalam kamus Inggris, krisis adalah 'returning point', bisa untuk lebih baik, bisa juga lebih buruk. Tergantung apa yg dilakukan. Kamus Mandarin, krisis didefinisikan sebagai adanya peluang dalam setiap bahaya.

Celakanya ketika kita buka kamus Indonesia, definisi krisis adalah situasi darurat, gawat berbahaya. Akibatnya, setiap mendengar kata krisis, kita justru berubah menjadi pencipta krisis karena kita sudah mengambil tindakan-tindakan yang sifatnya mendahului krisis. Jadi, seakan-akan telah terjadi krisis. Akhirnya, kita malah krisis 'beneran' karena kita tahan uang, karena kita katakan tidak ada daya beli, dan akhirnya situasi menakutkan itu menyebabkan resesi. Untuk lepas dari krisis, dalam orasi anda menyatakan Indonesia harus memiliki tata nilai.

Tata nilai seperti apa yang harus diterapkan di Indonesia?

Hampir semua negara dan lembaga besar menerapkan tata nilai. Indonesia sudah punya tata nilai. Sayangnya, Indonesia tidak membangun tata nilai budaya ekonomi. Padahal, sekarang budaya ekonomi menjadi tuntutan karena itulah yang menyebabkan Indonesia kalah atau menang. Saat ini penentunya bukan lagi kekuatan politik atau militer, tapi budaya ekonomi. Kalau militernya kuat, demokrasinya bagus, tapi tidak menghasilkan kemajuan ekonomi maka dianggap remeh di dunia.

Contohnya bagaimana?

Lihat saja, kenapa Malaysia berani menyerempet bahaya di Ambalat? Karena mereka tahu ekonomi Indonesia kalah dibanding mereka. Mereka berpikir, Indonesia tidak mampu membeli peluru, hanya mampu beli pesawat. Pelurunya tidak ada dan aparat-aparatnya di lapangan tidak digaji dengan layak, sementara rakyat di perbatasan tidak punya penghasilan yang baik. Itu artinya kita kurang memperhatikan budaya ekonomi.

Demokrasi harus mendorong budaya ekonomi yang baru. Sekarang suara rakyat penting, tapi dibutuhkan budaya respek, budaya saling percaya, budaya menghormati, dan budaya berkompetisi. Tapi yang terjadi kan nilai-nilai budaya berlawanan, konflik mencurigai. Itu merusak.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya?

Perubahan dimulai dari pemimpin. Siapa pemimpin tertinggi di Indonesia? Ya Presiden?dan wakil rakyat. Apa yang harus mereka lakukan? Sebelum mereka bekerja, mereka harus membangun tata nilai baru.

Tata nilai baru seperti apa?

Presiden terpilih dalam rapat pertama harus menjelaskan dia mau kemana, belief apa yang mau di-create supaya Indonesia menang. Kalau mau menang, bukan cuma instrumennya ini-ini-ini. Tapi gimana caranya? Anda bisa bayangkan 20 persen anggaran di APBN itu untuk pendidikan tapi bagaimana delivery-nya? Kalau delivery-nya sebagian besar hanya untuk iklan, untuk sertifikasi guru dan tidak digunakan untuk membangun sekolah atau menaikan gaji guru,apalah artinya anggaran yang besar itu?

Jadi, Presiden sebagai pemimpin harus menetapkan apa yang dipercaya. Sekarang, ada yang percaya untuk menang itu perlu agama. Maka, ngomong moral terus. Satu lagi ngomong UKM, yang satu lagi ekonomi kreatif, yang satu lagi korupsi. Jadi pada ngomong sendiri-sendiri. Kalau kita mau tingkatkan pariwisata, harus holistik. Kesehatannya bagaimana, keamanan di bandara bagaimana, transportasi bagaimana, BUMN yang mengelola bandara bagaimana. Semua harus bekerja sama.

Presiden harus ngomong, "Saya ingin tahun pertama hasilnya dari pariwisata. Maka untuk menang, kita harus kompetitif". Dia harus menjabarkan apa itu kompetitif. Jika Presiden menentukan tata nilai utama yang harus dimiliki adalah kejujuran. Maka presiden harus berani mengatakan kepada bawahannya, "Saya minta anda mengerti, anda diberhentikan bukan karena tidak berhasil, namun karena melanggar tata nilai yang sudah ditetapkan. Ada diberhentikan karena anda tidak jujur".

Jika tata nilai nomor dua yang ditetapkan adalah kecepatan pelayanan publik, Presiden juga harus tegas terhadap departemen yang tidak melaksanakan tata nilai tersebut. Jadi bukan hasil, namun lebih kepada bagaimana melaksanakan tata nilai yang ditetapkan. Kenapa (Bernard) Maddof dihukum 150 tahun padahal dia umurnya belum tentu sampai segitu? Itu karena tata nilai. Jadi tata nilai ini yang harus dijaga.

Khusus ekonomi tata nilainya harus seperti apa?

Sekarang ada perubahan dari ekonomi terencana menjad ekonomi pasar. Kalau ekonomi pasar, orang harus menerima persaingan secara terbuka. Namun yang kecil tetap harus dilindungi, jangan diadu dengan yang besar. Jadi harus didesain, dengan tata nilai berikutnya yaitu hubungan harmonis selaras. Tapi apa para menteri sadar itu? Sekarang menteri partainya lain-lain. Baru diangkat harus langsung bekerja, dan anggaran diputuskan di tahun lalu, serta tata nilainya tidak dibangun.

Apa yang harus dilakukan pemerintah?

Saya menyarankan seminggu pertama pemerintahan baru harus bangun teamwork karena dengan adanya teamwork, maka semua akan bekerja dengan baik. Kalau di kabinet sekarang yang hebat kan Sri Mulyani. Terus, masing-masing punya pemikiran di kepalanya. Kalau Sri Mulyani sendiri yang perform, dia bisa disalahin karena yang lain tidak perform. Sofyan Djalil juga termasuk yang hebat. Tapi yang lain sendiri-sendiri.

Masalah pertanian, misalnya, tidak cukup diselesaikan oleh Deptan. Di situ ada masalah pertanian, air, BUMN, pupuk, lingkungan hidup, dan juga transportasi. Masalahnya politik kita kan yang penting kombinasi warna. Maka kabinet ini disebut Kabinet Indonesia bersatu. Bersatunya karena latar belakangnya yang beda-beda. Tapi pikirannya bersatu tidak? Sendiri-sendiri kan? Sekarang ada metode outbound. Jadi nanti di pemerintahaan yang baru sebaiknya semua menteri itu mengikuti outbond selama seminggu. Kemudian mereka diberikan suatu kasus yang harus mereka selesaikan bersama-sama untuk menyatukan pikirannya.


--

Rhenald Kasali, Guru Besar yang Pernah Tinggal Kelas

Depok - Rhenald Kasali dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Manajemen Universitas Indonesia (UI). Gelar tersebut ternyata tidak didapat begitu saja. Pria bergelar Ph.D Consumer Science tersebut ternyata pernah satu kali tinggal kelas.

"Saya pernah tidak naik kelas, waktu kelas 5 ke kelas 6 SD. Waktu itu saya malu banget, takut dan merasa sudah menyakiti ibu saya. Akhirnya itu menjadi membuat saya terobsesi untuk maju. Jadi, saya menjadi guru besar ini penuh dengan perjuangan" katanya dalam orasinya di acara pengukuhan Guru Besar UI, di Balai Sidang, UI, Depok, Sabtu (4/7/2009).

Setelah kejadian itu, Rhenald bertekad untuk tidak mengulangi kesalahannya dengan belajar lebih giat lagi. Salah satu cara yang dia lakukan adalah menempati kursi terdepan di ruangan kelasnya.

"Waktu tidak naik saya kalau duduk di (kursi) depan. Tapi tetap kalau ada apa-apa, saya juga yang disalahin karena saya sudah distempel (tidak naik kelas)," ungkapnya.

Namun perjuangannya tersebut tidak sia-sia, tekat keras itu akhirnya mampu mengantarkan pria lulusan Manajemen Fakultas Ekonomi itu sebagai guru besar.

Saat pengukuhannya sebagai guru besar, Rhenald membawakan orasi ilmiah berjudul "Keluar dari Krisis: Membangun Kekuatan baru melalui core belief dan tata nilai"

Menurut Rhenald, dalam lima tahun terakhir ia mencatat ada berbagai krisis yang dialami Indonesia. Mulai dari krisis garam, gula, pupuk, listrik, energi, rotan, demam berdarah, flu burung, air bersih dan sebagainya.

"Banyak hal yang tidak bisa kita atasi, namun berakhir begitu saja, membaik dengan sendirinya ayau cepat dilupakan, namun kembali pada waktu yang berbeda," paparnya.

Menurut Rhenald, suatu masalah yang terjadi berulang-ulang tersebut mencerminkan lemahnya kendali manajerial dalam pelaksanaan kebijakan, tidak adanya pembelajaran yang diambil, lemahnya penerapan knowledge management serta kurangnya leadership dalam sistem perekonomian suatu negara.

"Insiden krisis yang datang terus menerus juga menunjukan tidak siapnya bangsa
Indonesia menghadapi perubahan. Perubahan dipandang lebih sebagai sebuah ancaman yang harus dilawan dan dihindari, bukan untuk dihadapi," ungkapnya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Rhenald mengatakan, dengan perencanaan strategis yang didukung dengan konsepsi manajemen modern yang dilandasi tata nilai, budaya ekonomi serta core belief yang mendukung agar bangsa mampu beradaptasi dalam menghadapi berbagai perubahan yang semakin berat, lebih variatif dan datang lebih cepat. (ang/qom)


Kampanye Pencitraan Manchester City
Targetnya 25 Tahun ke Bawah

Manchester City kian serius menyasar target pasar kaum muda di bawah usia 25 tahun pada kawasan Timur Tengah, Asia, dan Amerika Selatan.

Pada Rabu (1/7), The Citizen meluncurkan kembali situsnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Kelak pada akhir 2009, situs City akan dilengkapi dengan versi dua bahasa alternatif lainnya.

Program ini sejalan dengan kerja sama City dengan pihak Endemol Sport untuk melancar­kan kampanye pencitraan global klub asal Manchester tersebut guna menyaingi Manchester United dan Real Madrid.

Selain melalui jalur internet, brand awareness soal City juga akan dibangun lewat televisi inter­nasional dengan berbagai cara. Untuk sementara, pendekatan kampanye ini akan dilakukan hanya di 25 negara saja.

Uniknya, David Pullan, Direktur Marketing City, justru menilai semua usaha di atas bakal sia-sia bila Manchester City tidak berprestasi di lapangan.

"Endemol Sport punya saluran untuk mempromosikan Manchester City, tapi bila tidak ada raihan trofi yang bisa dijadikan bahan promosi semua akan sia-sia," katanya.

Sepakat! (toen)


--

Giampiero Ventura
Melepas Bayang-bayang Conte

Jika Leonardo baru membuka jalan menuju karier kepelatihan, Giampiero Ventura sudah makan asam garam kerasnya profesi pelatih. Pengalaman memim­pin tim sejak 1976 kala ber­tanggung jawab atas Samp­doria Junior membuatnya sebagai pelatih tersenior musim ini.

Giampiero Ventura, hasrat di usia tua. (Foto: Flickr)

Kendati demikian, kapasitasnya sebagai pelatih Serie A patut dipertanyakan mengingat terakhir kali Ventura melatih tim di divisi teratas Italia ini delapan tahun silam saat menggawangi Cagliari. Belum lagi menyebut mayoritas karier panjangnya itu dihabiskan di Serie B atau Serie C (sekarang Lega Pro Prima Divisione). Jadi sama seperti Leonardo, Ventura masih harus membuktikan kepantasannya.

Apalagi, posisinya kali ini pasti akan selalu dikaitkan dengan pelatih terdahulu, Antonio Conte, yang baru saja mengundurkan diri. Maklum, musim lalu Conte membawa Bari promosi setelah terjebak di Serie B sejak 2001 dengan cara yang luar biasa. Terpuruk di awal musim lalu, kemudian melejit di paruh kedua.

Karena itu, di awal masa jabatannya, sosok pelatih berusia 61 tahun itu merasa perlu melepas beban tersebut.

“Permainan saya serupa dengan Conte? Tentu tidak. Saya punya gaya sendiri. Intinya saya akan membawa antusiasme di setiap laga yang kami jalani. Saya hanya mengarahkan gairah pemain yang ingin membuktikan diri di Serie A ke arah yang tepat,” ujar allenatore kelahiran Genoa ini.

“Impian saya membuat hasil bagus di lapangan yang semoga bermanfaat bagi masyarakat. Di usia seperti ini, melatih cenderung sebagai pemuas hasrat,” ucap Ventura pada La Repubblica. (gun)


1 komentar:

  1. Komen saya untuk malaysia jangan punya mental MALING..........................

    BalasHapus