Selasa, 14 Juli 2009

SANG KEMATIAN, SIAPKAH KITA MENGHADAPINYA?




Tentu saja kita bergidik bulu roma saat mendengar kata kematian, bukan!
Perasaan takut akan mati mulai menyelimuti perasaan kita. Bila kita telaah
lebih jauh, apa sebenarnya yang membuat kita takut akan kematian? Atau
siapakah yang takut mati? atau berbagai pertanyaan berkecamuk ketika kata
kematian menghiasi alam pikiran kita.

Jujur saja, ketidakmampuan kita menerima kehadiraannya kadang diakibatkan
oleh ketidak relaan kita melepaskan segala bentuk kenikmatan duniawi dan
berbagai keinginan yang belum terwujud bahkan ketidakinginan kita berdekatan
dengannya. Kita masih ingin menikmati surga duniawi yang tiada akan abadi.

Lihatkan tubuh akan belajar untuk semakin merenta, fungsi anggota tubuh
yang semakin meredup, kemampuan berpikir semakin menurun. Tak salah bila kita
katakan tiada yang kekal di alam fana ini.

Kesiapan kita menghadapinya tidak terlepas dari tujuan akhir yang tak terbatas
oleh waktu dan kita torehkan dalam lubuk hati terdalam. Bagi orang yang menge-
tahuinya akan mempersiapkan segala bekalnya untuk kebutuhan tujuan akhirnya
tersebut. Kita menyebutkan golongan orang2 yang beruntung.

Sebaliknya, orang yang enggan bahkan tidak menyadari dengan baik, bekal yang
akan dibawanya kelak termasuk orang-orang yang merugi. Karena, cepat atau
lambat, disadari atau tidak, kapanpun dan dimanapun, dan dalam situasi dan
kondisi apapun, Sang Kematian akan menyapa dan mendekap erat siapapun
dari kita. Berdamailah dengan Sang Kematian, dengan rasa takut yang mendera
pikiran akan terhempas diterpa angin. Dengan begitu kapan pun ia membawa
kita pergi bersama, kepasrahan dan keikhlasan hati akan menerima dengan
senyuman dan kedua tangan terbuka. Dengan begitu, pertanyaannya adalah
apakah kita sudah benar-benar siap menerimanya untuk bertemu dengan
Sang Khalik.(MY)

Blackburn Rovers
Big Sam Suka Asing

Blackburn menjadi salah satu tim papan tengah yang gencar mendatangkan pemain sebagai bagian dari pembenahan besar. Rovers juga mencatat keistimewaan dalam pembelian, yakni hanya mengambil pemain dari luar Inggris.

Yang juga patut dicatat adalah kesigapan mencari pengganti pemain yang hijrah. Pada awal pekan ini, Rovers mendapatkan bek kanan Lars Jacobsen dari Everton tanpa biaya.

Bek berumur 29 tahun asal Denmark itu dapat dimaksimalkan untuk mengisi tempat yang ditinggalkan Andre Ooijer (pindah ke PSV) dan Aaron Mokoena (ke Portsmouth). Sebelumnya, Gael Givet diikat permanen pascapeminjaman dari Marseille sejak Januari.

Sehari setelah mengambil Jacobsen, Blackburn menggamit gelandang belia Steven N’Zonzi. Gelandang berumur 20 tahun ini diikat selama empat tahun dengan transfer yang nilainya tak dipublikasikan. Gelandang anyar Rovers sebelumnya adalah pemain dari Afrika Selatan, Elrio van Heerden.

N’Zonzi telah memperkuat timnas junior Prancis. Namun, debut profesionalnya baru terjadi pada April 2008. Ia tampil 35 kali di klub Ligue 2, Amiens, yang akhirnya terdegradasi.

Dua sektor telah mendapat penguatan. Lini depan menjadi fokus baru Sam Allardyce setelah melepas Roque Santa Cruz ke Man. City dan Matt Derbyshire ke Olympiacos. Big Sam juga tak menutupi keinginannya membawa kembali Ruud van Nistelrooy ke tanah Inggris. (chrs)

--


Pembatasan Gaji Mustahil Diterapkan
Blatter Kritik Sistem Investasi di Premier League

Presiden FIFA, Sepp Blatter, kembali memukul genderang perang dengan otoritas kompetisi sepak bola di Inggris. Ia menyebut pihak berwenang di Inggris sengaja membiarkan peraturan kepemilikan klub selonggar mungkin guna memenangi persaingan di level antarklub UEFA.

Pernyataan di awal pekan ini mempersoalkan perlunya FA, Premier League, dan pemerintah Inggris meniru langkah Prancis, Jerman, dan Spanyol. Hukum di ketiga negara tersebut menurut Blatter sangat bagus untuk memproteksi identitas kenegaraan sebuah klub.

“Mereka hanya membolehkan klub dikuasai 51% sahamnya oleh pemodal lokal. Aturan ini tidak kita temui di Inggris sehingga investor asing dengan mudahnya masuk dan mempermainkan harga pesepak bola profesional di Eropa,” katanya seperti dikutip Times Online.

Blatter mengambil contoh kasus pemilik Manchester City asal Abu Dhabi, Sheikh Mansour bin Zayed al Nahyan, yang dengan mudah menawari striker Barcelona, Samuel Eto’o, dengan gaji senilai 200 ribu pound (Rp 3,34 miliar) per minggu.

Hal ini disebutnya lubang dalam perundang-undangan di Inggris yang bisa menga­cau­kan keseimbangan ekonomi sepak bola.

Komentar bahwa investor asing menjadikan klub-klub Inggris menggurita ke Eropa ini jelas ditanggapi sinis di London. Sejumlah praktisi sepak bola menyebut Blatter sepertinya menutup mata dari fakta bahwa pemain terkuat di bursa pesepak bola saat ini adalah Real Madrid.

Ya, Madrid terbukti tidak dikuasai pemodal asing tapi bisa melambungkan harga-harga pemain dengan kalkulasi ekonomi tertentu yang mengabaikan aspek pembinaan pemain usia muda.

Para petinggi FA bahkan menyerang balik Blatter dengan menantang FIFA dan UEFA untuk bisa terus meyakinkan Uni Eropa agar menetapkan pembatasan gaji pemain. Penetapan salary cap memang dianggap paling efektif meredam kapitalisme dalam sepak bola ketimbang mengutak-atik aturan soal investasi.

Selama ini benturan kepentingan soal pembatasan gaji muncul ketika kubu Uni Eropa menilai bahwa dunia olah raga profesional tidak bisa dibedakan dari jagat bisnis secara umum.

Mekanisme Pasar

Hukum di Uni Eropa jelas mem­bebaskan para warganya bekerja lintas-negara dan men­jamin hak mereka untuk memperoleh pendapatan sebanyak mungkin. Hanya, dengan cara seperti itulah kemajuan perekonomian memang terus dapat digerakkan.

“Kami memang tidak punya hak membatasi laju perekonomian,” ucap Blatter. “Namun, dalam sepak bola seharusnya ada financial fair play, bukan sekadar soal sistem lisensi dan kontrol keuangan, tapi juga menyangkut harga mahal sepak bola yang terus meninggi dan pada akhirnya harus dibayar para penggemar.”

Menyangkut hal terakhir ini, petinggi Premier League, Richard Scudamore, memberikan jawaban taktis. Menurutnya, mekanisme pasar jelas akan bekerja dengan sendirinya.

“Saat sepak bola sudah terlalu mahal, penonton akan berkurang. Hal ini jelas akan membuat investor berpikir ulang untuk menyun­tikkan modal guna membeli pemain mahal. Semua akan seimbang secara alami,” katanya.

Pertanyaannya adalah berapa lama keseimbangan alamiah ini akan terbentuk. (Darojatun)


--




Alasan Wenger Tolak Real Madrid
Efek Bisnis Memang Menyakitkan

Setelah hampir sebulan lamanya Arsene Wenger diam seribu bahasa setiap kali ditanyai hubungannya dengan Real Madrid, pekan ini The Professor angkat bicara di Daily Mirror. Pelatih asal Prancis itu membenarkan ia sempat ditawari uang dalam jumlah sangat besar untuk pindah ke Santiago Bernabeu.

Arsene Wenger, melihat hasil kerjanya. (Foto: Getty Images)

Namun, Wenger menolak dengan alasan ingin melihat kerjanya di Arsenal sejak 1996 membuahkan hasil maksimal. Idealisme the Frenchman itu diakuinya amat bertolak belakang dengan rencana Presiden Real Madrid, Florentino Perez, dalam membangun sebuah generasi di El Real.

Pelatih berumur 59 tahun itu mengatakan bahwa target utama Madrid saat ini adalah secepatnya merakit sebuah tim yang spektakuler.

“Adalah sebuah keberhasilan buat saya bila bisa melihat pemain memeragakan sepak bola seperti yang saya inginkan secara bertahap. Itulah sebabnya saya memilih bertahan di Arsenal,” sebut Wenger.

Ia juga mengatakan bahwa sebenarnya nilai uang yang disodorkan rezim Perez tidaklah seheboh yang orang bicarakan bila kita melihat gambar besar bisnis sepak bola itu sendiri.

“Secara pribadi, saya menilai bahwa merekrut lebih dari tiga pemain dengan skala yang Real Madrid rencanakan akan mengorbankan faktor-faktor teknis,” ujarnya.

Wenger menegaskan bahwa bila sepak bola telah memasuki wilayah bisnis yang penuh ketidak­pastian, sering kali efek­nya bakal menyakitkan.

Ya, Wenger telah merasakan dampak pertimbangan bisnis saat dirinya terpaksa menjual Aleksandr Hleb dan Mathieu Flamini pada musim panas tahun lalu. (toen)




Inggris Carletto Masih Jelek

Entah lantaran kursus bahasa Inggris yang diambil Carlo Ancelotti tidak lancar bila akhirnya peristiwa unik berikut ini menimpa para staf kepelatihan di Chelsea. Mulai Selasa (30/6), seluruh staf di semua level kepelatihan The Blues mendapakan surat edaran agar wajib mengikuti les bahasa Italia.

Para staf pelatih akhirnya bertaruh bahwa Drogba akan lebih cepat menguasai bahasa Italia ketimbang Carletto dalam menguasai bahasa Inggris. Uniknya Ancelotti justru bertaruh bahwa Drogba-lah yang bakal menang!

Pelatih berusia 50 tahun yang bakal tinggal di kawasan Oxshott, dekat tempat latihan Chelsea di Cobham, mulai pekan ini mengaku pada Guardian bahwa bahasa Inggris-nya belum cukup baik untuk berbicara di depan wartawan.

Ancelotti pada Rabu (1/7) juga menegaskan isu akan bergabungnya Paolo Maldini sebagai asisten pelatih Chelsea tidak benar. Untuk yang satu ini, Carletto mengatakannya dalam bahasa Inggris dengan sangat lancar. (toen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar