Rabu, 15 Juli 2009

JOHN & ELIZABETH FREEMAN




(dihukum mati di India – 1857)



Pemberontakan India di tahun 1857 adalah suatu pemberontakan oleh orang-orang “Agama Lain” dan kaum Brahmana (kasta tertinggi dalam Hindu) melawan pemerintah Inggris dan khususnya orang-orang Kristen. Pemberontakan tersebut merenggut delapan nyawa misionari Amerika, termasuk John Edgar Freeman dan istrinya Elizabeth dari lembaga Misi di Futtehgurh.



Misi di Futtehgurh dimulai 20 tahun sebelumnya dan yang termasuk di dalamnya sebuah panti asuhan dan sekolah Kristen. Ketika lagi dan lebih banyak lagi orang-orang India datang kepada Kristus dalam beberapa tahun, daerah di sekitar lembaga misi tersebut menjadi sebuah desa Kristen.



John Freeman berhasil dengan misi pelayanannya. Selama tahun pertama di India, ia mengalami kehilangan yang besar atas kedua anak perempuannya dan segera setelah itu disusul dengan istrinya. Seorang pengamat menulis bahwa “pelayanan penghiburan” John selama masa kegelapan adalah “menunjukkan kemuliaan dan kuasa dari dalam, pemberian dan penguatan dari atas.”



John Freeman bertemu dengan istri keduanya, Elizabeth, ketika ia pulang sementara waktu ke Amerika. Surat-surat Elizabeth dari India menggambarkan selera humor dan suatu kemampuan spesial dalam menginjil dan mengajar. Elizabeth dikuatkan oleh anak-anak yatim yang ia ajar Firman Tuhan untuk tetap tinggal di desa Kristen misi tersebut dan menikah.



Dalam bulan-bulan terakhir sebelum kematian martir mereka, John dan Elizabeth mendengar bermacam-macam laporan mengenai “pemberontakan” di bagian lain India ; yang mana seluruh jemaat Tuhan dibantai. Mereka mengkhawatirkan jemaat mereka yang merupakan penduduk asli, tetapi mereka terus-menerus memperbaharui harapan mereka di dalam Tuhan. Di saat-saat terakhir, kelompok yang terdiri dari delapan misionaris Futtehgurh meninggalkan desa dengan perahu menyusuri Sungai Ganges, walaupun demikian mereka mengalami penyerangan yang dilakukan oleh orang-orang desa dan tentara yang beringas dari kedua sisi tepi sungai. Akhirnya, air yang dangkal menghalangi perahu mereka untuk bergerak lebih jauh, dan mereka tergelincir ke dalam sebuah pulau di Cawpore.



Selama empat hari, mereka berhasil selamat di pulau tersebut sampai akhirnya ditangkap oleh orang-orang “Agama Lain”. Mereka lalu diikat dan dipaksa berjalan hingga kelelahan menuju suatu desa terdekat. Pada tanggal 13 Juni 1857, mereka ditembak mati pada pukul 7 pagi, di hadapan regu tembak.



Sudah jelas, orang-orang Kristen ini disiapkan untuk “menyerahkan hidup bagi Kristus dan jika perlu demi rencana-Nya”, dan mereka telah membayar harganya. Dalam surat terakhirnya, Elizabeth Freeman menulis, “Aku terkadang berpikir kematian kita akan membawa kebaikan yang lebih lagi daripada yang kita lakukan selama hidup ; jika demikian, biarlah ‘kehendak-Nya yang jadi.’ Haruskah aku diminta untuk menyerahkan hidupku, jangan bersedih saudari terkasih, bahwa aku datang ke sini, dengan sukacita yang luar biasa aku akan mati bagi-Nya yang menyerahkan hidup-Nya demi aku.”



Sumber : Buletin Kasih Dalam Perbuatan (KDP) November-Desember 2007 halaman 12.

Pertahanan Lemah
Konsekuensi Ofensif

Neo Galacticos disebut lebih dahsyat dibanding Galacticos lama. Opini itu tak pelak dikaitkan dengan biaya edan.

Ofensivitas yang akan dihasilkan pembelian menghebohkan itu pun terasa dari pemain-pemain baru berdaya serang tinggi. Daya gedor proyek mercusuar anyar Florentino Perez bisa berkali lipat melebihi yang lawas.

Namun, konsekuensi dari ambisi tampil menyerang ini ialah satu hal yang memiripkan dua bab kehadiran Perez itu. Seperti Galacticos I, Neo Galacticos menomorduakan pertahanan.

Indikasi penepian itu tampak dari kedatangan satu bek saja, di samping Ezequiel Garay, yang kembali dari peminjaman di Santander. Namun, mata uang bisa segera berbalik sisi membaca nama satu bek anyar itu, yakni Raul Albiol.

Albiol bisa jadi merupakan pembelian penting. Kocek yang mesti digelontorkan Madrid “cuma” 15 juta euro untuk membajaknya dari Valencia. Bandingkan misalnya dengan 35 juta untuk Karim Benzema.

Valencia merasakan betul efek kiprah bek sentral binaan mereka ini. Sejak kembali dari masa peminjaman di Getafe pada 2004/05, Albiol tampil di sebagian besar partai Los Ches.

Usia muda Albiol juga masih menjadi kekurangan. Kinerja pertahanan Valencia dengan bek kelahiran Vilamarxant ini di jantung pertahanan mereka masih labil. Kendati tangguh, Albiol membutuhkan pendukung berpengalaman di sisinya. Carlos Marchena cukup bisa mengayomi juniornya ini.

Tanpa Cannavaro

Di Bernabeu, bek berumur 23 tahun ini bakal diplot di sentral pertahanan daripada mengisi posisi bek kanan atau gelandang defensif yang juga paten dilakoninya. Sayang, seiring kedatangan Albiol, Real malah ditinggal pergi bek penuh pengalaman, Fabio Cannavaro.

Toh ada sebuah indikasi lain bahwa Madrid masih butuh penguatan dalam pertahanan, yakni pengincaran gencar terhadap Xabi Alonso. Pemain Liverpool itu adalah gelandang bertahan tangguh. Tugas menjadi pengatur serangan pun dilakukan Alonso dari posisi di depan para bek. Alvaro Arbeloa, bek sayap, juga diincar dari Liverpool. Neo Galacticos mungkin akan mengalami perbaikan dibanding bab I. (chrs)



Calon Pemain Baru
Kumpul di Tengah

Real Madrid menjadi buah bibir sepanjang musim panas ini. Dasarnya apa lagi jika bukan pembelian gila-gilaan untuk Kaka, Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, dan Raul Albiol.

Rasanya tak ada pemain yang bakal sulit digamit raksasa Spanyol ini ke dalam skuad mereka. Menanti siapa lagi pemain yang akan digaet El Real tampaknya bakal menjadi pekerjaan yang menyenangkan, tak peduli Presiden Barcelona, Joan Laporta, mencibir bahwa Madrid membeli bintang sementara Barca menciptakan.

Yang tetap hangat hingga akhir minggu adalah peminatan serius Madrid pada Xabi Alonso. Direktur Olah Raga Miguel Pardeza sudah menegaskan gelandang Liverpool itu masih terus diburu meski sementara ini banderol dari The Reds masih jadi ganjalan utama.

Bahkan, Pardeza menyebut mereka tak meminati Cesc Fabregas untuk melengkapi pernyataan pengejaran Alonso. Namun, memastikan Los Merengues tak mengejar bintang demi bintang bisa sangat keliru.

Bersabar

Emilio Butragueno, direktur, mengutarakan kembali niat kubunya mendapatkan Franck Ribery. Keyakinan Bayern Muenchen dapat menahan andalan mereka itu tentu bukan urusan Madrid. "Masih ada beberapa pekan sebelum akhir bursa. Kami mesti bersabar dalam setiap operasi yang dijalankan," kata eks striker itu di situs Goal.

Dari Alonso dan Ribery, tampaklah keinginan Madrid menambah kekuatan di lini tengah. Dua pemain itu bukan yang terakhir.

Daniele De Rossi memang dijaga rapat Roma, tapi klub yang kini dijalankan Florentino Perez ini siap mengalihkan perhatian pada Gaetano D’Agostino. Presiden Udinese--klub sang gelandang--, Giampaolo Pozzo, menyatakan sudah ada pembicaraan potensi transfer. D'Agostino dihargai Udinese 25 juta euro, nilai yang bukan masalah bagi Madrid. (chrs)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar