Jumat, 08 Mei 2009

Simon Cowell


Kompas - Jumat, April 17
KOMPAS.com
— Pengamat musik ternama, Simon Cowell, dan banyak penonton lainnya
boleh saja tertawa, meremehkan, dan mencemooh. Itulah agaknya yang
terjadi ketika Susan Boyle tampil di atas panggung acara Britain’s Got
Talent. Ini adalah ajang pencarian bakat penyanyi versi Inggris, Sabtu
(11/4), yang ditayangkan televisi Inggris.


Boyle
adalah perempuan berusia 47 tahun dengan tubuh gemuk. Dia beralis tebal
seperti Leonid Breznev dan berparas biasa-biasa saja. Dandanannya pun
sederhana. Pokoknya sangat jauh dari gambaran calon idola yang biasa
muncul di tayangan-tayangan televisi mana pun.
Perempuan asal
Blackburn, gabungan beberapa desa di wilayah Wesy Lothian, Skotlandia,
itu memang muncul seperti umumnya orang kampung. Lugu, tetapi tampak
percaya diri.
Cowell menanyainya dengan sinis, ”Ke mana saja selama ini dan mengapa
baru ikut ajang ini sekarang?”
Boyle
yang mengaku belum menikah, bahkan belum pernah dicium seorang pria,
itu menjawab dengan penuh rasa percaya diri. ”Selama ini saya tidak
pernah memiliki kesempatan untuk tampil dalam acara pencarian bakat
seperti ini.”
Cowell bertanya lagi. ”Anda ingin menjadi seperti siapa?”
Boyle
dengan penuh gaya mengatakan ingin menjadi seperti Elaine Paige, aktris
sekaligus penyanyi terkenal Inggris yang kiprahnya sangat diakui pada
pertunjukan teater musikal. Dia pun menggoyang-goyang pinggulnya yang
besar untuk meyakinkan Cowell yang memandangnya dengan ”sebelah mata”
pada awalnya.
Akan tetapi, ketika dia mulai menyanyikan lagu I
Dreamed a Dream yang diambil dari kisah drama musikal Les Miserables,
semua mata pun terbelalak, termasuk ketiga juri Britain’s Got Talent
malam itu, yaitu jurnalis dan pembaca acara televisi Piers Morgan,
aktris Amanda Holden, dan Simon Cowell. Sejumlah penonton yang berada
di studio pun spontan bertepuk tangan sambil berdiri, memuji
tinggi-tinggi suara Boyle yang memang sangat apik dan enak didengar.
Cowell
yang biasanya terlihat tak acuh pun, malam itu, meletakkan kedua tangan
untuk menopang dagunya. Beberapa kali dia menggelengkan kepala, seolah
tak percaya dengan ”keajaiban” dari sambutan itu.
Langsung berubah
Melalui
suaranya yang bening bak penyanyi opera, jalan hidup Boyle yang semula
tak punya pekerjaan itu langsung berubah setelah penampilan di ajang
calon idola versi Inggris itu.
”Tidak diragukan, ini adalah
kejutan terbesar yang pernah saya dapatkan selama tiga tahun saya
berada di acara ini. Ketika Anda berdiri di sana dan mengatakan, ’saya
ingin menjadi seperti Elaine Paige’, semua orang menertawai Anda.
Sekarang, tak seorang pun tertawa. Anda sangat memukau dan tampil luar
biasa. Saya terduduk lemas karena terharu,” ungkap juri Piers Morgan.
Amanda
Holden pun menimpali, ”Saya pun amat terpukau karena saya tahu semua
orang menolak Anda. Saya sejujurnya berpikir bahwa kita semua sudah
sangat sinis dan saya rasa inilah sebuah peringatan terbesar. Dan, saya
hanya ingin mengatakan bahwa saya sepenuhnya merasa terhormat mendengar
Anda tadi menyanyi.”
Simon Cowell pun tidak bisa lagi mengelak
dan sambil menahan tawa dia mengatakan, ”Sejak awal Anda berjalan ke
panggung, saya tahu. Ada sesuatu yang luar biasa dalam diri Anda.”
Tentu
saja komentar Cowell yang di luar kebiasaannya itu langsung disambut
riuh para penonton di studio. Sementara Boyle tampak sangat gembira dan
puas sekali dengan sambutan para juri dan penontonnya itu.
Internet
pun langsung ”kebanjiran” orang-orang yang ingin mendengar dan
menyaksikan Boyle pada acara televisi Inggris itu. Situs video YouTube
yang menyajikan penampilan Boyle diserbu sebanyak 5,6 juta kali.
Penampilan
Boyle pun diulas dan ditampilkan di CNN. Boyle menjadi tampilan di
halaman muka di berbagai surat kabar Inggris, Australia, juga New York.
The Washington Post, misalnya, secara khusus bahkan menurunkan tulisan
cukup panjang mengenai Boyle. Berjuta-juta komentar pujian pun ditulis
para penjelajah internet dalam berbagai situs.
Akan tetapi, itu
baru penampilan perdana Boyle di putaran pertama Britain’s Got Talent.
Boyle diyakini akan lolos ke putaran-putaran berikutnya, dan bukan
tidak mungkin pada akhirnya akan keluar sebagai pemenang utamanya.
Akan
tetapi, kalaupun dia kemudian harus berhenti di tengah jalan, Boyle
mengatakan, dia sudah bertemu dengan Sony BMG untuk merekam dan
memasarkan suaranya.
”Saya tidak bisa berbicara banyak mengenai
itu. Ini masih terlalu awal dan saya berjalan dengan langkah-langkah
kecil,” ungkap Boyle yang tidak lantas menjadi besar kepala dengan
berbagai pujian untuknya.
Umur, asal-muasal keluarga yang tidak
istimewa, penampilan yang kurang menarik, bukan hambatan. Boyle
dianugerahi keistimewaan yang lain, yaitu suara soprannya.
Pemunculan
Boyle dalam acara ajang pencarian idola versi Inggris itu juga menjadi
peringatan bagi para pengelola ajang sejenis lainnya di berbagai negara
untuk tidak meremehkan siapa saja. Umumnya, ajang sejenis itu membatasi
umur peserta dan lebih memfavoritkan penampilan fisik calon idola.
Perjalanan
Boyle menuju puncak sebagai idola baru Inggris memang masih panjang.
Dia masih harus menunjukkan suara emasnya dalam berbagai penampilan
berikutnya, yang sudah pasti juga akan ditunggu-tunggu jutaan orang di
seluruh dunia.
Akan tetapi, industri hiburan di banyak negara
sering kali mempunyai ”ukuran-ukurannya” sendiri. Kemunculan Boyle
karenanya sangat menarik untuk juga melihat bagaimana ”realitas”
industri hiburan saat ini, yang umumnya lebih mengutamakan daya tarik
fisik serta penuh dengan polesan.
Seperti ditulis The Telegraph,
Boyle secara konsisten telah menunjukkan kepercayaan dirinya yang
alami, baik di belakang panggung, di atas panggung, maupun setelah
turun dari panggung. Tak ada tanda-tanda keraguan dan gugup, yang
memang tidak perlu karena dia memiliki suara emas. (AFP/CNN/OKI)





--


Surat dari London
Tanda Tangan Fergie

Ini adalah cerita yang saya bawa sepulang dari Hotel Landmark, tempat menginapnya Manchester United di London menjelang semifinal kedua Liga Champion pekan ini.

Usai meneken Inside United, tidak lupa BOLA berfoto bareng dengan Fergie.

Ya, saya memang beruntung mendapatkan akreditasi untuk meliput sebagai fotografer di Stadion Emirates dan bisa masuk ke lingkaran dalam kubu United sehari sebelum laga.

Nah, walau hanya sebentar, bersalaman dengan Alex Ferguson di Landmark meninggalkan kesan mendalam. Pelatih kawakan Manchester United ini selalu tampak riang.

Saya langsung menyodorkan majalah Inside United. Pria berusia 67 tahun itu pun dengan senang hati membubuhkan tanda tangan dan berfoto bareng.

Agar terkesan dekat, saya menjelaskan bahwa majalah ini telah terbit di Indonesia. Tentu tidak lupa saya sampaikan bahwa pemegang lisensi adalah Tabloid BOLA.

“Bagus sekali cetakannya,” kata pelatih yang sudah lebih dari 22 tahun menangani Manchester United itu.

Fergie tidak kaget lagi mendengar nama Indonesia. Ia pun mengaku pada kunjungan Juli nanti ke Jakarta akan membawa tim utama.

Ya, namanya juga tokoh besar di gelanggang sepak bola, setiap langkahnya, terutama dalam suasana tegang menjelang semifinal Liga Champion, sangat berharga. Tidak heran bila para pengawalnya selalu bertindak cekatan.

Keberuntungan saya hari itu tidak berhenti sampai di sana. Bintang besar yang sudah ingin mundur dari lapangan sepak bola, Ryan Giggs, juga saya tangkap. Giggs betul-betul nice guy. Ia tetap menyisakan waktunya dan berbagi senyum kepada orang lain.

Berpacu dengan waktu, begitulah suasana saat itu. Bek asal Serbia, Nemanja Vidic, yang kebetulan menjadi sampul Inside United, saya cegat untuk minta tanda tangan. Sreet…, sreet…. Selesai!

Wayne Rooney ada di depan mata, tapi saya biarkan berlalu begitu saja. Entah kenapa, pemain nasional Inggris itu tidak terlalu menarik untuk saya serang.

Nah, yang ini baru seru. Pemain muda dari Italia yang menurut saya tidak akan lama lagi akan berkibar, Federico Macheda. Si jangkung ini dengan senang hati bersedia foto bareng dengan gaya akrab.

Pembaca, Anda pasti sepakat bahwa ada manis ada pahit. Ada hangat ada dingin. Itu saya alami saat memotret di Stadion Emirates pada leg kedua Liga Champion Arsenal versus United.

Jaket yang saya kenakan tidak terlalu tebal sehingga tubuh menggigil. Terpaksa deh pakai topi untuk menahan embusan angin kencang.

Menjelang tengah malam, barulah saya keluar dari Emirates menuju stasiun kereta di Holloway. Sebelum itu, secangkir anggur merah yang disiapkan bagi wartawan saya tenggak dulu untuk kehangatan tubuh.

Penggemar Arsenal tentu sedih dihantam United 3-1. United-mania pasti merasa puas dan tinggal menunggu pertandingan mempertahan mahkota di Roma 27 Mei nanti.

Saya sudahi dulu cerita saya sampai di sini.


--

Arsenal vs Man. United 1-3 (Agregat 1-4)
Berkat Antisipasi Brilian Fergie

Sebelum leg kedua dari semifinal Liga Champion berlangsung di Stadion Emirates, Selasa (5/5), publik London banyak menggunjingkan rumor rencana penjualan Cristiano Ronaldo. Kabarnya, CR7 akan dijual ke Real Madrid guna mendatangkan Franck Ribery dari Muenchen senilai 992 miliar rupiah!


Emmanuel Adebayor, tidak berkutik menghadapi rapatnya jarak antarpemain di daerah United. (Foto: Ian Situmorang/BOLA)


Harga itu jelas tidak cukup sepadan dengan kinerja Ronaldo dalam merancang kemenangan pertama Manchester United di Emirates. CR7 pekan ini menyumbang dua gol dan satu assist untuk membuat pendukung Gunners menangis menyaksikan Arsenal kalah 1-3.

Sesumbar Arsene Wenger di konferensi pers prapertandingan bahwa Arsenal tidak sulit mencetak kemenangan 2-0 justru menjadi bumerang. Justru klub London Utara itu tertinggal 0-2 ketika duel baru berjalan 12 menit.

Semua terjadi berkat antisipasi brilian Sir Alex Ferguson membaca niat Wenger untuk mengurung timnya habis-habisan sejak menit pertama. Daripada melayani permainan tuan rumah dengan terbuka, Fergie justru bermain rapat dan hanya menyisakan Cristiano Ronaldo sendirian di depan sebagai penunggu umpan-umpan panjang.

Anak-anak Wenger pun kecele karena mereka banyak mengawasi Wayne Rooney, yang malam itu menjadi sayap kiri. Gol pertama pun lahir berkat sodoran terobosan Anderson Oliveira tidak disia-siakan Ronaldo.

Pemain asal Portugal itu langsung memberi umpan silang datar yang gagal diantisipasi bek muda Kieran Gibbs. Pemain berumur 18 tahun yang berwajah mirip Jermaine Jenas (Tottenham) itu terpeleset dan bola dikuasai Park Ji-sung, yang dengan tenang menyontek bola melewati kiper Manuel Almunia yang datang menghadang.

Belum hilang kekagetan Arsenal pada menit ke-8 itu, empat menit kemudian giliran CR7 menyentak jaring gawang Almunia. Tendangan penyerang asal Madeira itu melesat kencang tanpa tertahan setelah digenjot dari jarak 41 meter melalui sebuah eksekusi tendangan bebas.

Skenario pun berubah total karena kini Emmanuel Adebayor cs. harus mencetak minimal empat gol dan mustahil melakukannya ketika para pemain United merapatkan barisan. Pada menit ke-61 pengaruh ketimpangan ini membuat Ronaldo leluasa membuka serangan balik dan menuntaskan sebuah umpan Rooney dengan mudah.

Satu-satunya kerugian United adalah hilangnya sosok Darren Fletcher dari skuad Fergie menuju final di Roma pada 27 Mei. Tekel pemain Skotlandia itu dianggap wasit Roberto Rossetti telah sengaja menjatuhkan Francesc Fabregas di kotak penalti dalam sebuah kesempatan besar bagi Arsenal untuk mencetak gol.

Fletcher Tetap Diskors

Kartu merah bagi Fletcher tidak bisa dibatalkan karena pihak UEFA tak memberikan jalur prosedur untuk mengajukan banding. Ferguson sendiri dalam konferensi pers seusai pertandingan yang juga BOLA ikuti menyebut Fabregas jatuh setelah Fletcher menyentuh bola.

Pelanggaran yang membuahkan penalti itu dieksekusi Robin van Persie dengan cantik pada menit ke-76. Tetap saja Wenger pada para wartawan menyatakan bahwa malam itu sebagai momen yang amat mengecewakan dalam kariernya.

Keadaan kontras juga terjadi di lapangan seusai pertandingan. Edwin van der Sar dan Rio Ferdinand melemparkan kausnya ke para pendukung United, yang memang diminta polisi menunggu 30 menit di dalam stadion agar bergantian menggunakan fasilitas transportasi umum dengan suporter Arsenal.

Sebaliknya, beberapa pemain Arsenal terlihat langsung meninggalkan stadion dengan wajah muram. Salah satunya adalah pemain cadangan Abou Diaby, yang bergegas pergi dengan anak-istrinya menaiki BMW X-5 miliknya tanpa menunggu bus Arsenal keluar dari stadion.

Hari itu, gugur sudah satu klub London di semifinal.

DATA-FAKTA
-------------------------
Waktu: Selasa, 5 Mei (20.45)
Stadion: Emirates
Wasit: Roberto Rosetti
Gol: 0-1 Park 8’, 0-2 Ronaldo 11’, 0-3 Ronaldo 61’, 1-3 Van Persie 76’ pen.
Kartu Kuning: Nasri 69’, Adebayor 81’, Eboue 86’
Kartu Merah: Fletcher 75’
Tembakan ke Gawang: 5-10
Tembakan Melebar: 5-4
Penguasaan Bola: 55%-45%
Pelanggaran: 20-10
Sepak Pojok: 7-6
Off-side: 3-4
Jarak Lari Terjauh: Fabregas (11.449 m)
Man of the Match: Cristiano Ronaldo





Calo Berkeliaran

Niat BOLA untuk menyaksikan dua pertandingan semifinal Liga Champion di London sebagai fotografer ternyata tidak semuanya kesampaian. Permohonan guna memperoleh akreditasi meliput laga Chelsea versus Barcelona di Stamford Bridge tidak dikabulkan Chelsea.

Upaya untuk membeli tiket dan menjadi penonton biasa bersama rekan Budi Hartono sempat dilakukan, tapi hasilnya sungguh di luar dugaan. Tiket sudah habis dan para calo pun berkeliaran sejak H-2 di sekitar stadion.

Harga tiket untuk tribun atas yang seharusnya bernilai 60 pound, atau sekitar 945 ribu rupiah, mereka tawarkan dengan harga 550 pound (Rp 8,6 juta). Penggembungan harga yang mencekik leher itu jelas sulit masuk di akal dan banyak penonton yang kemudian memilih menonton di bar-bar sekitar stadion.

Hal ini juga terjadi ketika segelintir pendukung yang datang dari Manchester sehari sebelumnya gagal mendapatkan tiket masuk ke Stadion Emirates. Tidak apa-apa, justru jadi banyak pemandangan menarik yang pantas dijepret di luar stadion.

Salah satunya adalah penonton yang mengenakan seragam biru United bernomor 13 dan bernama punggung "Dracula". Untungnya ini tidak membawa sial bagi Setan Merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar