Selasa, 19 Mei 2009

Cerita Burung




Ketika saya mau mengirimkan anak saya sekolah di Amerika beberapa tahun lalu, ada teman berkata; “Jangan Pak, ada teman famili saya yang anaknya disekolahkan di Amerika, ternyata tidak mau pulang, dan menikah dengan orang sana. Pas orang tuanya mengunjungi di Amerika, sangat tidak disukai sama anak dan menantunya, bahkan ketika mau pulang Indonesia, diberikan tagihan semua beaya menginap dan makan dirumah anaknya itu. Dia tidak ingat dulu siapa yang menyekolahkan dan berubah jadinya. Masak orang tuanya menginap dirumahnya ditagih. Kasihan pak, orang tuanya, uangnya habis, anak tidak berbakti lagi.”

Tetapi kalau anda kejar cerita itu, tidak akan ditemukan siapa orang itu. Karena cerita ini adalah cerita bohong, dihembuskan oleh beberapa orang, dan tanpa sadar disebarluaskan kemana mana. Dalam berbagai versi cerita ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, dan dipercaya orang sebagai kebenaran. Saya yakin cerita burung ini bohong, karena saya telah mendengar banyak kali sejak 25 tahun lalu, dan saya kenal watak dan sifat orang Amerika tidak seperti itu.

Itu adalah cerita Word Of Mouth yang negatip.

Dari bukunya Made To Stick, dijelaskan bahwa cerita yang melekat dibenak kita adalah cerita yang mengandung unsur SUCCES(S):

Simple = Mudah dimengerti. ( Anak sekolah di Amerika jadi “rusak” budayanya)
Unexpected = Tidak terduga. (Anak menagih orang tua yang menginap dirumahnya)
Concrete = Terasa seperti benar2. (Banyak anak ke Amerika tidak mau pulang)
Credible = Terpercaya. (Budaya barat dianggap selalu individualis)
Emotional = Menggugah Emosi. (Orang tua selalu ketakutan anaknya jadi “rusak” disana)
Story = Cerita. (Dikemas dalam bentuk cerita)

Cerita yang dikemas dengan formula SUCCESs, mudah diingat orang, diceritakan kembali, dan merubah prilaku pendengarnya, ini disebut cerita yang “Stick”, melekat.

Papan peluncur yang katanya ada “silet”nya, kursi bioskop ada jarum “aid”, pencurian ginjal di Las Vegas, adanya pecahan kaca didalam permen2 Haloween, dan banyak cerita lainnya, dan cerita burung lainnya, sering dipercaya orang dan disebarluaskan.

Kita pun mesti belajar dari konsep ini untuk menggunakan “story” sebagai salah satu kekuatan kita membuat Word Of Mouth. Tentu dengan kebenaran, dan dengan tujuan baik menguatkan produk atau brand kita. Dan dengan cerita yang Positip.

Revolusi Digital dalam Membaca Pengetahuan
Semenjak internet lahir belasan tahun silam, ada satu fenomena yang pelan-pelan merubah secara fundamental cara kita mengunyah informasi. Kini, makin banyak orang – terutama anak muda – yang lebih asyik membaca informasi melalui media online, dan bukan melalui media cetak seperti majalah dan koran cetak.

Itulah kenapa kini di negeri Amerika banyak koran cetak terkemuka bertumbangan. Itulah jua mengapa Kompas melakukan gerakan masif untuk mendigitalkan konten mereka. Sebab tanpa itu, hampir pasti mereka akan makin ditinggalkan oleh para pembacanya. Dan kenyataan ini kemudian menyibak sebuah tabir tentang hadirnya digital reading revolution.

Revolusi itu pada mulanya mungkin dipicu oleh sebuah generasi yang acap disebut sebagai digital native. Inilah barisan generasi remaja yang lahir pada 80-an dan yang sejak belia langsung mengenal dunia digital dan online. Bagi mereka, koran cetak kertas yang konvensional itu sungguh bagian dari masa lalu. Media cetak tradisional itu jadul. It’ so yesterday, begitu kilah mereka.

Cuma soalnya, membaca berita online via layar desktop atau notebook atau layar blackberry juga masih kurang afdol. Coba apakah Anda bisa membaca sambil leyeh-leyeh manakala harus menjinjing layar laptop yang cukup berat itu. Membaca via smartphone juga kurang oke lantaran layarnya yang masih terlalu kecil.

Itulah kemudian yang mendorong sebuah perusahaan bernama E-Ink melakukan inovasi radikal. Yang mereka lakukan adalah menciptakan produk kertas elektonik (lihat produknya di gambar sebelah). Kertas elektronik ini ketebalannya sama seperti majalah yang biasa kita baca. Kertas digital ini juga bisa ditekuk-tekuk; dan memiliki kejernihan layar yang amat bening.

Jadi bayangkanlah yang kemudian terjadi : untuk membaca majalah dan koran, kita tinggal mendownload beragam konten online yang ada di dunia maya, dan kemudian menyimpannya dalam kertas digital itu. Lalu kita bisa membacanya sambil leyeh-leyeh persis seperti kita membaca media cetak konvensional.

Untuk melakukan perpindahan halaman atau majalah yang ingin dibaca, kita tinggal menekan tombol atau meyentuh dan menggeser layar. Membaca media informasi melalui kertas elektronik ini rasanya sungguh mengasyikkan.

Saya sendiri tak sabar menunggu kehadiran kertas elektronik itu di tanah air. Di Amerika sendiri, produk itu sudah akan keluar secara komersial pada tahun 2010 kelak (bagi saya, kertas elektronik ini merupakan inovasi gadget yang jauh lebih menggetarkan dibanding Blackberry atau iPhone).

Dalam dunia percetakan buku, revolusi digital semacam itu sudah beberapa tahun ini dilakukan. Kita tahu, ebook atau (digital book) sudah lama ada di pasaran. Cuman soalnya, membaca ebook di layar laptop atau smartphone sungguh ndak nyaman. Baru 10 halaman membaca, kita sudah merasa pening.

Itulah kemudian yang mendorong Amazon merilis produk digital reader yang hebat bernama Kindle (gambarnya ada disebelah). Kindle ini memiliki ketebalan layaknya buku biasa; dan juga memiliki kejernihan screen yang mengagumkan, sehingga tidak cepat membikin mata lelah. Sebuah Kindle yang dijual oleh Amazon seharga 3 jutaan ini (harganya pasti akan turun beberapa tahun ke depan) bisa memuat 5000 judul buku (!).

Jadi untuk membaca buku, kelak kita cukup membeli ebook dan kemudian mendownloadnya ke media Kindle. Kita kemudian bisa membacanya sambil tiduran, dan menentengnya kesana kemari seringan menenteng sebuah buku. Kita kemudian juga bisa memindah-mindah atau memilih buku hanya dengan menyentuh layar atau memencet tombol yang tersedia di media itu.

Jika kertas elektronik dan Kindle ini kian merebak, maka mungkin suatu saat kita tak perlu lagi membutuhkan media kertas cetak konvensional. Semuanya serba digital. Dan dengan itu kita bisa mengucapkan selamat tinggal pada pabrik kertas dan pabrik percetakan buku/koran. Selamat tinggal pula kepada penebangan jutaan hektar pohon yang tiap tahun diambil untuk membikin kertas koran, majalah dan buku.

Dan pada saat yang bersamaan, kita bisa mengucapkan selamat datang kepada digital reading revolution.


--
Love and kindness are never wasted. They always make a difference. They bless the one who receives them, and they bless you, the giver."

Barbara De Angelis
Author and Expert on Relationship and Love

Tidak ada komentar:

Posting Komentar