Ketika ditimpa oleh penderitaan apa pun, biarlah kita senantiasa memandang pada tujuan ini: hal itu dimaksudkan untuk membiasakan kita memandang rendah kehidupan sekarang ini dan mendorong kita untuk merenungkan kehidupan yang akan datang. Allah, yang mengetahui kecenderungan duniawi kita, menggunakan cara yang terbaik untuk melepaskan kita dari cinta akan dunia ini. Tidak seorang pun yang tidak menginginkan sorga, dan aspirasi terhadap kekekalan sorgawi inilah yang membedakan kita dari binatang. Namun dorongan/sifat alamiah kita secara terus-menerus menarik kita pada kehidupan sekarang ini. Maka untuk menghadapi tendensi kita ini, Allah menakar penderitaan yang memadai untuk mengatasi kegagalan kita. Disiplin salib mengajarkan kita, bahwa kehidupan ini, pada dirinya, sia-sia dan dicemari oleh banyak kejahatan, karena itu, kita harus mengarahkan pandangan kita ke sorga.
Tidak ada jalan tengah antara memperlakukan dunia ini sebagai sesuatu yang tidak berharga atau terikat oleh dunia. Jika kita merindukan kekekalan sorgawi, kita harus berusaha sekuat tenaga agar terlepas dari ikatan dunia, yang sering menjerat hati banyak orang dengan segala kenikmatannya. Bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara dan penuh kesia-siaan, diketahui oleh semua orang, bahkan oleh orang biasa. Tetapi mungkin realitas ini jugalah yang sering kita abaikan, ketika kita bersikap seolah-olah kehidupan sekarang ini akan berlangsung selama-lamanya. Itulah sebabnya, kita memerlukan sesuatu yang selalu dengan kuat mengingatkan kita tentang seperti apakah kehidupan ini. Pemahaman yang benar bahwa kehidupan sekarang ini yang sementara dan tidak memuaskan, biarlah membawa kita untuk merenungkan kehidupan akan datang.
Ketika kita belajar untuk memandang rendah kehidupan sekarang ini jangan sampai kita menunjukkan sikap membenci dunia ini atau tidak bersyukur kepada Allah. Sesungguhnya, kehidupan ini, walaupun banyak kesengsaraan, harus dilihat sebagai berkat dari Allah, sehingga tidak boleh dihina. Banyak berkat yang kita terima dalam kehidupan sehari-hari ini adalah pendahuluan bagi kemuliaan sorgawi yang akan kita terima nanti. Hal ini disaksikan oleh Kitab Suci dan alam, sehingga kita harus terdorong untuk bersyukur kepada Allah atas semua berkat ini. Semua bekat ini adalah persiapan atas, atau cicipan (foretaste) tentang kehidupan yang akan datang
Ketika kita telah menyingkirkan cinta akan dunia yang berdosa ini, hal ini harus membuat kita menginginkan suatu dunia yang lebih baik, yaitu sorga. Dibandingkan dengan kehidupan sorgawi maka kehidupan sekarang ini patut diremehkan, karena selama kita di dunia ini, kita masih jauh dari Tuhan (2 Kor. 5:6). Namun, bagi Paulus, ia hanya mau taat apakah dia harus tinggal di dunia ini agar berguna bagi orang lain, atau pergi untuk bersama Tuhan yang adalah keuntungan baginya (Flp. 1:21-24). Kehidupan ini sendiri, tidak boleh dihina, sebaliknya harus dijaga dengan baik, dan Allah-lah yang menentukan kapan kita meninggalkan dunia ini.
Secara alamiah kita takut kepada kematian, tetapi kerohanian Kristen mengingatkan kita akan ketidakbinasaan kita sehingga meniadakan ketakutan ini dan menghibur kita. Semua makhluk hidup pada naturnya ingin terus hidup di dunia ini, tetapi juga merindukan kebangkitan akhir, karena itu, manusia yang telah dikaruniai pengertian dan yang diterangi oleh Roh Allah, harus lebih mengharapkan kebangkitan akhir. Memandang rendah kematian ini pun telah banyak diajarkan oleh para filsuf. Semakin bersukacita kita menantikan hari kematian, semakin besar kemajuan yang kita peroleh di dalam sekolah Kristus.
Hanya ketika kita mengarahkan mata kita ke sorga kita akan mendapatkan penghiburan atas segala kesusahan yang kita alami, dan tidak lagi mengalami kesulitan untuk menerima fakta bahwa orang-orang jahat hidup dalam kemakmuran dan kesejahteraan, karena kita tahu nasib apa yang menantikan mereka di tempat penghukuman. (John Calvin, Institutes of the Christian Religion, III. 9, disadur oleh syo)
Renungan: Apa Yang Kamu Temukan Dalam Hidupmu
Apakah engkau menemukan bahwa kamu sukar untuk tidur malam ini, ingatlah begitu banyak keluarga yang tak punya rumah yang bahkan tak punya tempat tidur untuk berbaring.
Apakah engkau menemukan dirimu dalam kemacetan lalu lintas, jangan merasa putus asa.Masih ada orang di dunia ini yang belum pernah mendengar kata mengemudi.
Apakah engkau menemukan bahwa hari ini semua kerjamu tidak beres, ini hari yang jelek untuk kerja ? Cobalah renungkan seorang yang baru saja di PHK dari kerjanya tiga bulan yang lalu...
Apakah engkau berputus asa karena hubungan percintaan kamu menjadi buruk. Berpikirlah bahwa ada orang yang belum tahu apa itu mencintai dan dicintai.
Apakah engkau berduka cita memikirkan bagaimana akan melewati minggu yang akan datang ?
Renungkan seorang perempuan yang bekerja di jalan, 12 jam sehari, 7 hari seminggu hanya untuk mendapatkan sesuap nasi untuk menghidupi keluarganya.
Apakah mobilmu mogok, dan jarak antara kamu dan bantuan yang ada beberapa mil jauhnya ? Berpikirlah tentang orang yang lumpuh kakinya dan berpikir kapan dia dapat berjalan.
Apakah engkau melihat ada uban mulai tumbuh di rambutmu ? Renungkan seorang penderita kanker yang dikemoterapi , yang mengharapkan bahwa dia masih punya rambut untuk diperhatikan.
Apakah engkau merenungkan bahwa anda adalah pecundang dan berpikir apakah arti dari hidupku ?
Untuk apa aku hidup ? Berterima kasihlah, sebab banyak orang yang bahkan tidak punya
kesempatan untuk memikirkannya karena hidupnya singkat aja.
Apakah engkau merenungkan bahwa engkau adalah korban kekerasan, kejahatan, penjarahan dll.
Berpikirlah bahwa ada hal yang mungkin lebih celaka daripada itu.. Bahwa engkaulah pelakunya.
Ingatlah pesan dari penulis, jangan melihat ke atas, lihatlah kebawah dimana begitu banyak orang yang hidupnya jauh lebih malang daripadamu, bersyukurlah...
SEDERHANAKANLAH HAL YANG RUMIT!
Kompleksitas suatu isu yang Anda hadapi di tempat kerja perlu Anda sederhanakan
segera. Anda perlu mencari tindakan alternatif beserta konsekuensi- konsekuensi negatif
dan positifnya. Hal ini bisa saja Anda lakukan dengan melakukan penekanan pada sasaran
dan tujuan, apa yang menjadi masalahnya dan apa yang tidak, dan dengan bertanya
"Mengapa?" "Mengapa tidak?" "Apa?" "Apa?" "Dimana?" "Kapan?", "Bagaimana?" dan
"Siapa?"
Dengan menekankan pada penyederhanaan, dan bukan pendekatan yang simplistik,
manajer yang lihai mampu menembus semak-belukar berbagai cabangnya yang menjerat
dan kemudian menangkap inti permasalahannya.
Dengan demikian, akan sangat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Menurut Sigmund.
G. Ginsburg, juga menghendaki pemerincian masalah atau isu menjadi bagian-bagian yang
dapat ditangani, karena dalam keluasannya, masalah atau isu itu bisa membuat Anda
kewalahan. Dengan menangani permasalahan bagian demi bagian, sang manajer
dimungkinkan untuk mencapai solusi, untuk mengorganisir upaya, serta untuk menyusun
dan mengalokasikan sumber daya.
Singkatnya, dengan menyelesaikan berbagai bagian permasalahan itu, sanga manajer
menampung semuanya menjadi satu dan membuat solusinya menjadi mudah. Ia kemudian
memfokuskan perhatiannya pada usaha mempresentasikan isu tersebut beserta upaya
penyelesaiannya kepada manajemen atasannya dengan penekanan pada penyederhanaan
hal-hal yang kompleks, sehingga manajemen di atas dapat menangkap intisari
permasalahan dengan cepat dan mudah. Jika sang manajer telah melakukan tugasnya
dengan baik dalam mengatur solusi permasalahan dan dalam mempresentasikannya
kepada manajemen puncak, maka ia telah membuat segala sesuatunya kelihatan mudah.
Manajer-manajer terbaik, memang memiliki ketangkasan untuk mampu menyederhanakan
masalah-masalah yang tersebut benar-benar nampak sederhana dan memberikan kesan
bahwa solusi atau sukses yang dicapai nampak mudah atau relatif mudah meskpiun upaya
keras untuk itu dicapai dengan susah-payah.
Sisi lain dari pendekatan ini adalah, bahwa manajer yang baik tidak merasa kesulitan untuk
menyederhanakan persoalan. Tergantung dari masalahnya dan dari orang yang
menanganinya, maka haruslah ada kepedulian bahwa kompleksitas sesuatu masalah telah
diabaikan, dielakkan, atau disalahartikan.
Bagi sang manajer ini memang masih perlu meninjau kembali pekerjaan para bawahannya
untuk mengetahui apakah presentasi dan solusinya yang sederhana itu tidak melewatkan
kemungkinan- kemungkinan adanya kompleksitas, atau apakah solusi yang diusulkannya itu
bisa diadaptasikan untuk memenuhi segala kemungkinan yang bakal terjadi.
Dengan pengalaman, kekuasaan, dan prestisenya, eksekutif yang baik mampu
menyederhanakan hal yang kompleks dan mencapai tujuan yang dicarinya. Pada saat yang
sama, ia pun mampu mengantisipasi dan membuat kompleksitas menjadi seakan-akan
sederhana.
Jumat, 26 Juni 2009
MERENUNGKAN KEHIDUPAN YANG AKAN DATANG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar