Selasa, 23 Juni 2009

Belajar Dari Changi : Change Is The Only Way !!





by MTA (Made Teddy Artiana)




Sepulang dari sebuah survey lokasi di Bangkok, Thailand, kami memutuskan untuk singgah beberapa hari di Singapura. Changi, bandara udara milik Singapura, airport yang konon termasuk yang terbaik di dunia itu memang dashyat sekaligus ngangenin. Besar, megah, dan sangat modern. Begitu tiba di terminal 2, mataku segera tertuju pada sebentuk goverment campaign yang cukup eye catching. Kupu-kupu berwarna-warni, daun dan ulat, bertulis “CHANGE IS THE ONLY WAY”. Perubahan adalah satu-satunya jalan. Cukup tegas dan jelas. Menurut tulisan itu perubahan tidak hanya perlu, melainkan satu-satunya jalan. Yang perlu digarisbawahi adalah : satu-satunya.



Seirama dengan Changi, teman-teman di Kubik Training & Consultancy (www.kubik.co. id) yang digawangi oleh Empat Serangkai ini (Mas Farid, Mas Indra, Mas Jamil dan Pak Hotman) juga memutuskan untuk berubah. Sebagai salah satu client photography kami, sedikit banyak aku turut mengamati perkembangan luarbiasa yang mereka lakukan. Sebuah proses perubahan yang begitu mendasar telah mereka kerjakan. Bukan tambal sulam. Maka terciptalah sebuah produk training yang begitu istimewa. Lain daripada yang lain. Tidak heran jika nama besar Kubik, yang telah berkiprah baik di dalam dan luar negeri, tetap berkibar. Jika di beberapa tempat, training hanya menjadi ajang duduk dengar, main, nangis dan nari, disini training menjadi sebuah petualangan seru. Umumnya hotel menjadi tempat favorite yang dianggap wajar bagi berlangsungnya sebuah pelatihan, tetapi mereka memilih sebuah theater. Lengkap dengan alur cerita, sutradara, tokoh-tokoh berkarakter unik seperti First Officer, Suku Pedalaman, Kapten Kapal, Wise Elder, Master Shifu dan Dokter Cinta, belum lagi tata lampu yang membuat training itu lebih sebagai sebuah pertunjukan kolosal spektakuler yang melibatkan para pesertanya. Perubahan yang mau tidak mau pastilah memerlukan tekad baja, keringat, peras otak, evaluasi berulang dan budget tentunya. Sebuah credit bukan hanya untuk penulis naskah, sutradara sekaligus salah satu Master Trainer Kubik, Mas Indrawan Nugroho yang sangat kreatif, tetapi juga terhadap seluruh team baik di depan maupun di belakang layar. Hasilnya ? Excellent guys…very excellent !!!



Yang ini agak berbeda dengan kedua contoh diatas. Sebuah contoh sederhana yang sering diabaikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Segolongan orang berharap dengan nafsu makan sebesar dan jenis makanan se-mengerikan itu tidak berdampak apapun bagi ukuran “diameter” mereka. Pokoknya hanya dengan menggunakan rompi pelangsing ajaib dari Doraemon, sim salabim…perut dan udel rata ! Bagaimana caranya jeroan, emping, lemak kambing, coklat, durian tetap menjadi santapan luar biasa, tanpa berpengaruh pada kolesterol, tekanan darah dan asam urat. Makan pil mujarab ! Bagaimana caranya sehat tanpa berkeringat. Kita tidur, bangun, tidur, bangun tanpa aktifitas fisik kemudian tau-tau..eng. .ing..eng… kita sehat. Bagaimana caranya sukses tanpa usaha dan pengorbanan. Maka lahirlah tips dan trik sulap itu. Janji gombal yang menguasai angan-angan kita. Menjadi kaya hanya dengan menggigit jempol kaki Anda ! Bagaimana caranya meraih keluarga harmonis dan bahagia, tetapi kebiasaan selingkuh kalau bisa tetap dilestarikan. Permintaan yang dianggap wajar, padahal mengkhianati aturan main Sang Pencipta. Cita-cita tinggi tanpa didukung oleh kesadaran yang tinggi pula. Kita seringkali ingin menerima hasil, tanpa mau melewati prosesnya. Mencari obat dan bukan mengubah cara hidup. Shortcut yang kebablasan. Bagai pungguk merindukan matahari. Suatu hil yang mustahal. Eh kebalik : Suatu hal yang mustahil. Akibatnya ? Tunggu dan tanggung sendiri.



The Third Wave(1980), buku klasik karya Alvin Toffler berbicara banyak tentang sebuah perubahan. Toffler yang sering disebut sebagai "world's most famous futurologist" oleh dunia, mengisyaratkan bahwa "Change is non-linear and can go backwards, forwards and sideways". Begitulah nasib kita yang hidup dijaman post indutrial-society, karenanya perubahan bukan hanya merupakan sesuatu yang perlu, melainkan harus menjadi paradigma tak terpisahkan bagi cara berpikir kita. Dengan kata lain entah itu pribadi ataukah organisasional harus bersifat demikian liquid sehingga mudah untuk beradaptasi. Jika demikian apa yang Anda dan saya tunggu ? Hidup adalah keputusan. Dan tidak memutuskan, sebenarnya juga merupakan keputusan. Jika demikian ada baiknya jika kita segera melakukan perubahan, terutama yang diawali dari hati dan pikiran kita. Seperti kata orang bijak : “Setiap perubahan entah itu kearah positif atau negatif, akan mendatangkan upahnya sendiri-sendiri.”



Sebagai penutup ada sedikit joke tentang perubahan. Apa bedanya kampanye perubahan pemerintah Singapura, dunia bisnis indonesia dan pemerintah Indonesia. Perbedaannya sangat jelas. Kampanye di Singapura : “Change Is The Only Way !” didunia bisnis Indonesia : “Perubahan itu Perlu !”, sedangkan pemerintah Indonesia sama sekali mengambil tindakan berbeda. Perubahan dianggap sebagai hal yang membahayakan, terutama saat-saat sekarang ini, karena itu kampanye milik pemerintah berbunyi : “L A N J U T K A N !!”

Liverpool
Cukup Satu atau Dua

Ambisi Liverpool menjadi juara setelah lama tak merasakannya digoyang berita kerugian perusahaan induk sebesar 42,6 juta pound tahun lalu. Dua pemilik, Tom Hicks dan George Gillett, semakin jauh dari pelunasan utang sebesar 350 juta saat mencaplok Liverpool.

“Kami tahu pembelian akan sulit karena krisis di seluruh dunia. Kami jelas tidak memiliki banyak uang untuk dihabiskan, tapi saya rasa kami punya cukup untuk menambah satu atau dua pemain yang kami butuhkan,” tuturRafael Benitez,manajer yang mulai menangani Reds sejak 2004 itu di Sky Sports.

Untuk lebih meyakinkan, Rafa menyebut pula kepuasannya pada skuad yang ada. “Musim telah berlangsung dengan baik. Kami bersaing di semua lini. Jika bisa menggamit satu atau dua pemain, saya sangat yakin kami bisa meningkat,” ucapnya.

Akan tetapi, masih sulit menebak siapa saja bidikan Rafa. Hingga kini, Merseyside Merah masih belum membuka diri di bursa musim panas.

Well, penantian pendukung Si Merah adalah kelanjutan omongan Benitez di akhir musim. TheSpaniard sempat mengatakan akan menjual pemain untuk menambah dana pembelian.

Tak Berbanderol

Dari pernyataan itu, spekulasi berkembang. Dua gelandang defensif, Xabi Alonso dan Javier Mascherano, segera dikait-kaitkan dengan klub lain. Selama dua pekan terakhir, Rafa mesti berulang kali menyatakan takkan menjual salah satu apalagi keduanya.

Di tengah pekan, agen Mascherano, Walter Tamer, mengklaim Barcelona berminat menarik kliennya itu. “Mereka bisa menawar 50 juta. Kami tidak berniat menjual. Ia tak punya banderol dan gembira di sini,” tu tur Rafa.

Kehilangan pilar ketika hanya mendatangkan dua pemain anyar bisa sangat menyulitkan Liverpool. (chrs)

Isu Pemindahan Venue
Muncul Sejak 2006

Sejak dipilih FIFA menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010 tahun 2004, segudang keraguan ditujukan kepada Afrika Selatan. Negara Afrika pertama yang menjadi tuan rumah ini dianggap tidak akan mampu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk turnamen sebesar Piala Dunia.

Terbukti proses pembangunan infrastruktur dan fasilitas di Afrika Selatan terbilang lamban. Lima stadion baru harus dibangun, lima lainnya menjalani renovasi. Afrika Selatan juga harus memperbaiki sistem transportasi di negaranya.

Presiden Komite Organisasi Piala Dunia 2010, Danny Jordan, menyatakan semua stadion baru akan lengkap dan siap digunakan pada Oktober tahun ini. Dibandingkan jika turnamen digelar diBenua Eropa dan Amerika Selatan, persiapan Afrika Selatan tidak berjalan dengan kecepatan yang diharapkan.

Isu relokasi alias pemindahan tuan rumah Piala Dunia 2010 ke negara lain pun muncul. Isu ini sudah beredar sejak tahun 2006. Tokoh-tokoh besar seperti Franz Beckenbauer dan beberapa eksekutif FIFA dikabarkan mendukung rencana relokasi ini.

FIFA sendiri terus mendukung Afrika Selatan. Presiden Sepp Blatter menyatakan satu-satunya hal yang bisa membuat Piala Dunia 2010 dipindah ke tempat lain adalah jika terjadi bencana alam yang hebat. Blatter juga menyebut Piala Dunia 2006 di Jerman juga mendapatkan perlakuan yang sama.

Menjelang kick-off Piala Konfederasi 2009, yang merupakan pemanasan Piala Dunia 2010, Afrika Selatan mencoba memberi bukti. Paling tidak, empat stadion yang akan digunakan dinyatakan berada dalam kondisi siap. (wid)


--




Afrika Selatan
Level Turun Deras

Banyak pasang mata akan tertuju ke Afrika Selatan pada musim panas 2010. Piala Konfederasi tahun ini menjadi ujian awal kesiapan Afsel. Sorotan telah lebih dulu mengarah tajam pada kesiapan Bafana Bafana.

Sejarah dibuat Afsel ketika pada 15 Mei 2004 FIFA memilih negeri itu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010. Untuk pertama kalinya perhelatan akbar di muka bumi ini akan terjadi di Afrika.

Negara ini pernah lama diselimuti politik diskriminasi rasial bernama apartheid sebelum dihapus pada 1994. Kepahitan memudar ketika Bafana Bafana, julukan timnas sepak bola Afsel, memberikan kegembiraan demi kegembiraan dari lapangan hijau.

Afsel menjadi juara Piala Afrika untuk pertama kalinya pada 1996 di depan publik sendiri. Yang lebih membanggakan, timnas yang telah diisi kulit hitam dan putih ini lolos ke putaran final Piala Dunia 1998 dan dilanjutkan pada 2002.

Namun, kekuatan Afsel di Benua Hitam mulai surut setelah 2002 itu. Dua tahun setelah ditunjuk menjadi host 2010, Bafana Bafana malah gagal lolos ke Jerman 2006.

Jika saja tak lolos otomatis sebagai tuan rumah, Afsel diperkirakan bakal absen lagi tahun depan. Gagal lolos ke Piala Afrika 2010 adalah indikasinya.

Meksiko dan Prancis

Afsel tak lagi ditakuti di Benua Hitam. Kelas Bafana Bafana merosot, jauh dari tim kuat Kamerun, Nigeria, Ghana, Pantai Gading, Aljazair, Mesir, atau Maroko. Penurunan itu tampak lebih kontras kala muncul kekuatan baru semisal Togo, Tunisia, Mali, atau Angola.

Tak salah menilai materi sekarang lebih lemah dibanding 1998 dan 2002. Afsel butuh kerja keras menaikkan level dengan menemukan penerus Mark Fish, Lucas Radebe, Shaun Bartlett, Phil Masinga, dan Benni McCarthy.

Piala Konfederasi menjadi kesempatan meyakinkan publik. Bafana Bafana bisa sedikit optimistis berkaca pada torehan kebanyakan tuan rumah.

Meksiko 1999 dan Prancis 2003 dapat menjadi juara di rumah. Jepang menjadi runner-up 2001. Jerman 2005 finis ketiga.

Namun, status tuan rumah tak selalu menjamin kesuksesan. Korea Selatan gagal lolos dari fase grup saat menghelat 2001 bersama Jepang. Arab Saudi pada 1997 juga mandek di fase grup.

Afsel mengikut jejak siapa? (Christian Gunawan)





Kematian Marc-Vivien Foe
Mencoreng Pamor FIFA

Sebanyak 12.352 penonton di Stade de Gerland terdiam menyaksikan gelandang Kamerun, Marc-Vivien Foe, jatuh pingsan pada menit ke-75 dalam laga semifinal Piala Konfederasi 2003 versus Kolombia pada 26 Juni 2003. Ofisial pertandingan sempat memberikan bantuan pernapasan dan oksigen.

Setelah 45 menit, Foe dinyatakan meninggal dunia. Penyebab kematiannya adalah kegagalan fungsi jantung yang konon disebabkan kelelahan fisik.

“Dia masih hidup saat dibawa ke pusat medis Stade de Gerland. Di ruangan itu, ia meninggal dunia,” kata petugas medis FIFA, Alfred Mueller, seperti dilansir BBC.

Dunia sepak bola terkejut dan berduka atas kematian Foe. Anehnya Presiden FIFA, Joseph Blatter, tetap ngotot menggelar laga final antara Kamerun melawan Prancis tiga hari kemudian.

Keputusan yang langsung mengundang hujan kritik. Apalagi Blatter tidak membahas masalah ini dengan kedua finalis. Bahkan sejumlah pemain Prancis mempertanyakan sikap keras kepala Blatter, yang lebih mengutamakan kompetisi.

“Mungkin partai final tidak seharusnya digelar. Saya maklum jika Kamerun menolak tampil,” tukas skipper Prancis saat itu, Marcel Desailly.

Demi menyelamatkan muka FIFA, Blatter mengusulkan agar Piala Konfederasi mengadopsi nama Foe guna menghormati kematiannya. Toh ide tersebut tidak pernah terealisasi.

Namun, setidaknya kematian Foe membuka mata dunia. Sejumlah tokoh sepak bola mengganggap FIFA hanya mencoba mengeruk keuntungan dengan menggelar Piala Konfederasi tanpa memperhatikan masalah kelelahan yang dialami para pesepak bola setelah melalui padatnya kompetisi.

Tragedi yang menimpa Foe plus sikap sejumlah negara yang menolak tampil di Piala Konfederasi memaksa FIFA mengubah jadwal turnamen ini dari dua tahun menjadi empat tahun sekali mulai 2005. (wta)



--



Brasil Difavoritkan Raih Gelar Ketiga
Seimbang dan Matang

Entah apa lagi predikat yang pantas ditabalkan pada Brasil. Selecao adalah yang terbaik di Piala Konfederasi ini, seperti halnya di pentas Piala Dunia. Bukti mereka dua kali menjadi jawara memperlihatkan tak selamanya para unggulan menyimpan tenaga di Piala Konfederasi.

Saat tampil di edisi 1997, Brasil lewat angkatan Romario Faria cs. menghajar Australia 6-0 di final dan menjadi negara pertama yang berhasil mengawinkan dua titel kompetisi resmi FIFA. Ya, mereka datang ke Arab Saudi saat itu dengan status sebagai juara USA' 94.

Hingga saat ini, kiprah tersebut hanya bisa diekori Prancis, yang menyandingkan gelar juara dunia 1998 dengan raihan Piala Konfederasi 2001. Tampil dengan predikat sebagai juara Copa America 2007, saat ini pesaing terberat skuad Verde e Amarelo adalah Italia dan Spanyol.

Kehebatan Brasil memang tidak pernah diuji oleh wakil kubu UEFA di laga final lantaran di tahun 2005 pun mereka mengalahkan Argentina 4-1. Skuad Albicelestes lolos ke Jerman saat itu lantaran Brasil datang sebagai juara Piala Dunia 2002 dan Copa America 2004.

Nah, senarai fakta di atas justru melahirkan tanda tanya besar .Apa jadinya bila kini pasukan Carlos Dunga harus menghadapi Gli Azzurri atau Spanyol di partai puncak?

Final paling ideal jelas menghadapi La Furia Roja lantaran sang lawan dalam kondisi prima dan menempati peringkat pertama FIFA hingga bulan lalu. Dalam enam kali tampil di Piala Konfederasi, Brasil sempat sekali takluk di final, yaitu saat menjajal tuan rumah Meksiko pada 1999.

Ze Roberto dkk. kala itu menyerah 3-4 di hadapan teror 110 ribu pendukung El Tri di Estadio Azteca. Prestasi dua kali juara dan sekali runner-up membuat Brasil masih lebih baik dibanding Prancis, yang hanya dua kali (2001 dan 2003) menjadi juara tanpa pernah menjadi runner-up.

Pato Termuda

Dunga kini memiliki skuad yang amat matang. Hanya Alexandre Pato yang masih berumur di bawah 20 tahun. Selain itu, dalam 23 pemain di senarai skuadnya, hanya terdapat tiga pemain saja dengan usia kepala tiga, yaitu Lucio (30), Juan (30), dan Gilberto Silva (32).

Dalam sejumlah laga persahabatan dan kualifikasi Piala Dunia 2010, Dunga telah menguji beberapa nama yang akhirnya dianggap tidak cukup bagus seperti Thiago Silva dan Alex.

Alhasil, wajah-wajah baru yang bakal tampil di Afsel bulan ini seperti gelandang asal Fiorentina, Felipe Melo, dan bek Sao Paulo, Miranda, telah teruji kapasitas fisik serta mentalnya. Uniknya, ketika menang menghadapi Italia 2-0 di London pada Februari lalu, nama yang mencuat justru Elano Blumer.

Gelandang yang masih jadi milik Manchester City itu kerap tampil bagus sejak Brasil ditangani Dunga. Keinginan lelaki berumur 28 tahun itu untuk hengkang di2009/10 ke Internazionale jelas harus ditunjang penampilan cemerlang musim panas ini. (Darojatun)





Spanyol
Momentum Emas

Walau berstatus juara Piala Eropa 2008, atas penampilan pemain-pemain Spanyol dalam dua tahun terakhir, La Furia Roja disebut-sebut sebagai tim terbaik di dunia. Cap unggulan pun tak bisa dilepaskan saat tampil di Piala Konfederasi 2009.

Setelah memukau dunia di Euro 2008, pergantian pelatih tak membuat kekuatan Spanyol oleng. Lihatlah perjalanan tim Vicente Del Bosque menuju Piala Dunia 2010. Enam laga di Grup 5 dijalani dengan sempurna. Bahkan, gawang Spanyol baru kebobolan dua.

Keberhasilan Barcelona di Liga Champion, dengan memunculkan pemain binaan sendiri, jelas bisa dijadikan salah satu ukuran masa-masa kesuksesan sepak bola Spanyol. Kepercayaan diri pesepak-pesepak bola Spanyol seolah bangkit setelah menjuarai Euro 2008. Mimpi buruk akibat kekosongan gelar selama 44 tahun tak lagi mengganggu.

Walau tak diperkuat dua pilar di lini tengah, Marcos Senna dan Andres Iniesta, Del Bosque punya skuad yang kekuatannya merata. Bila tak butuh gaya Xabi Alonso untuk menemani Xavi Hernandez dan Ces Fabregas, Del Bosque dengan mudah memilih Sergi Busqets sebagai gelandang bertahan.

Performa Busquets di final Liga Champion, sebagai puncak penampilan musim 2008/09, kian menunjukkan kualitas pemain pelapis La Furia Roja.

Entrenador Del Bosque hanya perlu menjaga sepak bola indah milik timnya bisa divariasikan dengan permainan bertenaga dan tahan intimidasi melawan tim seperti Afrika Selatan, Selandia Baru, dan Irak.

Plus sikap memandang kepentingan Piala Konfederasi. Harapan tinggi publik Spanyol yang rindu gelar demi gelarbisa menjadi beban yang mengganggu keleluasaan bermain Xavi Hernandez dkk. (wesh)


-



Piala Konfederasi ala Indonesia

"Kondisi transportasi di Afrika Selatan tidak sebaik Indonesia karena kendaraan umum masih minim. Saat ini pemerintah Afsel memang mencoba meningkatkan kualitas transportasi umum, terutama untuk persiapan Piala Dunia 2010, hanya kelihatannya belum sekarang."

Itu adalah isi surat elektronik yang dikirimFreddy Panggabean, Penasihat Bidang Informasi, Sosial, dan Budaya Kedutaan Besar Indonesia di Pretoria, Afrika Selatan, untuk menjawab pertanyaan saya soal kesiapan negeri Nelson Mandela itu menjelang Piala Konfederasi 2009 dan Piala Dunia 2010.

Agak kaget juga membaca e-mail itu. Dalam pikiran saya, calon tuan rumah Piala Dunia seharusnya sudah memiliki sistem transportasi berkualitas tinggi karena sektor ini termasuk yang terpenting. Saya pernah meliput Piala Dunia 2006 dan saya keranjingan menggunakan kereta karena sistemnya sangat mudah dimengerti.

Saya pun membayangkan boleh jadi Indonesia tidak berbeda jauh dari Afrika Selatan dalam hal infrastruktur dan fasilitas. Kalau begitu, keinginan negeri ini untuk menjadi tuan rumah putaran final Piala Dunia 2022 bukan sekadar mimpi? Bukankah masalah yang dihadapi Afsel lebih kurang sama dengan yang ada di Indonesia?

Dengan transportasi umum yang buruk, orang Afsel lebih suka membawa mobil pribadi. Ini sama seperti Indonesia, terutama Jakarta, di mana kemacetan selalu terjadi setiap hari karena banyak orang masih lebih suka membawa kendaraan sendiri.

Afsel awalnya tidak memiliki stadion yang cukup representatif. Renovasi lima stadion yang akan dipakai rata-rata menghabiskan uang 50 juta dolar AS (lebih dari 500 miliar rupiah). Belum lagi ada lima stadion yang baru dibangun. Indonesia menghadapi masalah yang sama karena kualitas stadion di sini juga rata-rata belum sesuaidenganstandar FIFA.

Satu hal lagi yang menarik dan serupa dengan Indonesia, Afsel mempercantik diri dengan menyembunyikan pe r mukiman miskin. Contohnya penduduk kawasan kumuh di sekitar jalan tol N2 di Delft, Cape Town, dipindah ke pinggir kota agar mereka tidak terlihat dari jalan tol tersebut. Penduduk miskin juga dimiliki Indonesia. Lihat saja eksploitasi terhadap mereka di banyak reality show televisi.

Mentalitas Tuan Rumah

Dengan segala keterbatasan yang dimiliki Afsel, kepercayaan FIFA kepada negara ini tidak pernah luntur. Soalnya, Afsel mempunyai keseriusan menjadi tuan rumah yang baik. Mereka tahu caranya menyambut tamu yang akan datang sekaligus memberikan kegembiraan kepada masyarakatnya sendiri.

Kesiapan Afsel untuk Piala Dunia 2010 akan diuji di Piala Konfederasi 2009. Melihat berita-berita yang dimuat di situs resmi South Africa 2009, kelihatannya turnamen pemanasan Piala Dunia ini bisa berjalan lancar sampai 28 Juni nanti.

Dalam skala yang jauh lebih kecil, Indonesia juga sedang menghadapi Piala Konfederasi-nya sendiri. Bulan depan negara ini akan kedatangan Manchester United. Kehadiran runner-up Liga Champion 2008/09 ini bisa menguji kesiapan Indonesia menyambut salah satu tim terbaik di muka bumi.

Start ujian itu tidak begitu bagus. Satu bulan menjelang kedatangan United, persoalan penjualan tiket masih mengemuka. Dalam sebuah media nasional, beberapa tokoh masyarakat mengaku sudah mendapatkan 10 tiket untuk dirinya sendiri.

Ironisnya, telepon kantor tempat saya bekerja setiap hari menerima pertanyaan orang yangbingungdi mana bisa mendapatkan tiket. Dengan pola pikir sederhana, proses pendistribusian tiket United ini tidak bisa dibilang bagus.

Belum lagi sistem penjualan yang juga mengharuskan peminat membeli paket merchandise bersama dengan tiket. Sebuah surat pembaca di tabloid ini pada edisi 1.937 sampai mengaku tidak berani bermimpi apa yang akan terjadi seandainya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Pendistribusian tiket Piala Dunia akan langsung dilakukanFIFA. Jadi, kecil kemungkinan prosesnya kacau. Tapi, ketakutan pembaca di atas mencerminkan ketidakpercayaannyaterhadap panitia lokal, yang pasti juga akan terlibat jika Indonesia menggelar Piala Dunia 2022.

Mudah-mudahan panitia lokal untuk laga United memang sudah bekerja semaksimal mungkin memuaskan semua pihak. Mari berharap semuanya akan berjalan lancar dan Piala Konfederasi ala Indonesia bakal sukses seperti yang diharapkan Afsel dalam dua pekan ke depan.

Tidak bisa disangkal, keberhasilan menjamu tim sebesar United adalah langkah promosi yang bagus untuk Indonesia. Siapa tahu jalan untuk mendatangkan tim-tim top lain atau bahkan dipercaya FIFA menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 akan terbuka.


--


Calon Bintang Piala Konfederasi
Bisa Jadi Xavi Lagi

Selalu ada bintang yang bersinar paling terang dalam setiap turnamen. Jiak Piala Dunia 2006 memunculkan Zinedine Zidane dan Euro '08 menjadi panggung Xavi Hernandez, siapa yang bakal paling menonjol di Afsel?

Tak ada salahnya kembali mengarahkan jari telunjuk pada Xavi. Setahun setelah membawa Spanyol menjadi kampiun di Austria-Swiss, maestro passing asal klub Barcelona ini tetap menjadi sosok tak tergantikan di lini tengah La Furia Roja.

Keberadaan tim besutan Vicente Del Bosque di Grup A memberikan keuntungan tersendiri. Menghadapi tim yang di atas kertas bukan lawan sepadan, yakni Afsel, Irak, dan Selandia Baru,Tim Negeri Matador berpeluang melaju hingga semifinal, fase yang umumnya menjadi patokan minimal untuk memilihpemainterbaik.

Tiga rekannya di La Seleccion juga memiliki peluang sama besar. Kontribusi duet bomber, David Villa dan Fernando Torres, serta kiper Iker Casillas tak dimungkiri turut menjadi pilar kesuksesan Spanyol.

Villa-Torres bahkan punya keuntungan tersendiri. Empat edisi terakhir Piala Konfederasi selalu mendaulat nama yang paling sering muncul di daftar pencetak gol sebagaipemainterbaik sepanjang kompetisi.

Ini bukan berarti kandidat dari kontestan lain boleh dipandang sebelah mata. Italia, yang datang dengan status sebagai juara dunia, bakal menumpukan harapan pada Gianluigi Buffon. Ketangguhan portiere asal Juventus ini adalah mentor terbaik bagi pemain muda semacam Riccardo Montolivo dan Giuseppe Rossi.

Tak mungkin juga mencoret pemain-pemain Brasil dari daftar. Trio Kaka-Alexandre Pato-Robinho bisa jadi aktor utama yang membawa Selecao berjaya.

Di luar negara-negara mapan tersebut, nama Amr Zaki patut dicermati. Pencetak 26 gol dalam 50 penampilan bersama Mesir ini siap mencuri perhatian.

"Rasanya luar biasa bisa menghadapi tim seperti Brasil, Italia, atau Spanyol. Orang berharap tim juara Afrika akan bermain untuk menangdan itulah yang akan kami lakukan," katanya kepada FIFA. (Andrew Sihombing)

PEMAIN TERBAIK PIALA KONFEDERASI
---------------------------------------------------------------------
2005 Adriano Brasil
2003 Thierry Henry Prancis
2001 Robert Pires Prancis
1999 Ronaldinho Brasil
1997 Denilson Brasil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar