Kamis, 25 Juni 2009

Digital Narcissism dan Personal Branding




Jagat maya tampaknya kini makin rancak ditumbuhi beragam social network website semacam You Tube, Flickr, Facebook dan Twitter. Pada sisi lain, setiap orang kini juga amat mudah untuk mengekspresikan gagasannya melalui media blog. Dalam sejumlah hal, munculnya beragam outlet media personal itu lantas memunculkan apa yang layak disebut sebagai “digital narcissism” (atau kita sebut saja sebagai e-narcism). Inilah sebuah gejala sosial dimana seseorang menampilkan dirinya dalam ranah maya dengan penuh kekenesan – sebagai sebuah refleksi dari rasa kagum yang berlebihan pada dirinya sendiri (narsistik).

Tentu saja digital narcissism itu tak sepenuhnya keliru. Apalagi kalau ia dibungkus dengan niat sadar dan sistematis untuk membangun personal branding. Atau sebuah ikhtiar untuk meracik sebuah identitas personal yang kredibel, kompeten, dan marketable. Lalu, kiat apa yang layak dilakukan untuk mengejawantahkan digital narcism itu menjadi sebuah personal brand yang kinclong nan mencorong?

Kita barangkali bisa menemukan jawabannya dari sebuah buku memikat yang baru saja dirilis oleh rekan blogger bernama Pitra Satvika. Bukunya berjudul E-Narcism : Gaul dan Eksis di Internet. Isi buku ini sungguh sangat menarik dan menyajikan serangkaian panduan agar kita bisa menapaki jagat maya mutakhir secara optimal. Disini, misalnya diuraikan mengenai cara bersosialisasi dalam dunia digital, dan juga tentang kiat menampilkan eksistensi diri dalam jagat maya. Buku yang menarik ini sudah bisa dibeli di Gramedia dan toko buku lainnya.

Saya sendiri tertarik dengan bab yang khusus membahas mengenai peran blog dalam membangun personal branding. Disini ada sejumlah catatan yang layak dipetik dari buku yang diberi cover keren ini.

Yang pertama, blog merupakan salah satu media yang bagus untuk membangun personal branding. Saya sendiri percaya bahwa sejauh dikelola dengan konsistensi yang tinggi, blog tetap akan eksis dan kiranya bisa menjadi tool marketing yang efektif. Saya sendiri sejauh ini sudah membuktikannya. Banyak klien yang saya peroleh setelah interaksi yang berawal dari blog ini. Saya sendiri berharap brand Blog Strategi + Manajemen bisa terus berkibar, dan bisa menjadi rujukan penting bagi komunitas praktisi manajemen di tanah air.

Yang kedua, untuk bisa menjadi alat branding yang efektif, maka isi blog sebaiknya fokus dan konten sebaiknya disesuaikan dengan ranah keahlian penulisnya. Dan persis saran seperti inilah yang dulu melatari kehadiran blog Strategi + Manajemen. Sejak awal saya punya visi bahwa blog ini akan berisikan materi yang dekat dengan area kompetensi saya, yakni dalam bidang human capital dan business strategy (dan pemilihan nama domain blog inipun juga ditopang oleh visi yang jelas ini).

Konten yang positif dan bermanfaat bagi para pembaca tentu akan membuat sebuah blog kian eksis, dan bisa memiliki loyal readers (mudah-mudahan Anda termasuk loyal readers dari blog ini). Dalam buku itu, Pitra juga menyebutkan sejumlah kasus blog di tanah air yang layak dijadikan role model. Dan saya senang, blog Strategi + Manajemen merupakan salah satu yang ia sebut sebagai sebuah contoh blog yang bagus.

Catatan lain yang juga disebut buku itu sebagai elemen penting dalam membangun blog as a personal branding adalah ini : update-lah blog secara reguler, dan tuliskan gagasan Anda dengan penuh passion. Ya passion. Atau menulislah di blog Anda dengan penuh kegairahan.

Pada akhirnya, membangun blog yang kredibel memang bukan sebuah sprint, melainkan sebuah marathon. Disana dibutuhkan sejenis endurance, keteguhan hati, dan rasa passion yang menyala. Tanpa ini semua, kita pasti akan termehek-mehek ditengah jalan, dan lalu blog kita tergelatak mati. Terkapar dan semaput.

Buku E-Narcism ini saya kira merupakan sebuah buku penting dalam konteks perkembangan jagat online mutakhir. Ditulis dengan gaya bahasa pop yang mengalir, buku ini mengajarkan kita untuk cerdas dan sekaligus cerdik dalam merespon dinamika online kontemporer. Jika Anda ingin menjadi warga online yang beradab, buku ini sangat layak untuk Anda koleksi.


Bekerja Bukan semata Karena Duit, tapi Do IT

Merenung dan Berfikir pada gelap malam, apa yang saya cari ketika saya bekerja...? apakah saya melakukan semua pengorbanan untuk bekerja hanya karena mencari uang, atau ada faktor lain yang saya tuju. mungkin pertanyaan yang pernah saya alami waktu lalu masih juga terdapat pada diri beberapa sahabat. Memang tidak bisa dipungkiri jutaan orang bekerja karena berorientasi uang, karena uang yang bisa menjadi dan meyokong kehidupan kita bukan.

Beberapa rekan HRD yang pernah berdiskusi dengan saya mengatakan bahwa Pekerja yang berorientasi bekerja hanya karena uang memiliki perbedaan motivasi kerja dan kreativitas dibanding pekerja yang berorientasi pada prestasi, tapi terkadang banyak pekerja yang mengeluh bahwa Perusahaan tidak memperhatikan prestasi yang dibuat oleh karyawanya, sehingga membuat jatuh mental pekerja atau karyawan untuk berprestasi.

Berfikir nakal sedikit, mungkih kah saya bekerja tanpa niat mendapat uang atau gaji, kebanyak kita pasti menjawab tidak bisa, karena bekerja tanpa mengharapkan gaji/uang itu adalah irasional, mungkin kita semua menyadari bahwa Gaji atau mendapat uang adalah suatu hal yang sangat penting, manusia sangat manusiawi ketika bekerja menginginkan imbalan Gaji atau uang. tapi apakah kita bekerja hanya mengejar gaji?

Banyak juga sahabat saya yang memilih keluar dari kantor yang menawarkan gaji atau uang yang besar dan mereka bergabung disuatu tempat yang memberi kenyawaman, atau kesempatan karyawannya untuk berprestasi. jadi hal ini juga membuat pertanyaan di dalam diri saya, apakah benar bahwa bekerja hanya karena uang? ternyata Pekerja memiliki Sedikitnya ada dua sikap yang biasa kita gunakan dalam menyikapi pekerjaan kita. Pertama, sikap menjadikan uang sebagai sasaran tunggal (Hanya Uang) dan kedua, sikap menempatkan uang sebagai salah satu dari sasaran aktivitas (Selain Uang). Hal yang harus kita sadari bersama bahwa perbedaan pilihan, akan membawa dampak mental yang berbeda.

Jika uang dikatakan sebagai sasaran, berarti posisi uang adalah Akibat dari sebuah Sebab. Uang dengan kata lain adalah hasil pencapaian usaha tertentu yang kita niatkan untuk mendapatkan uang. Kalau posisinya untuk menduduki posisi atau jabatan atau mencari prestasi Akibat, berarti uang tidak punya kekuasan sebagai faktor penentu. Usahalah yang menjadi penentunya.Jika usaha yang menjadi penentu maka semua usaha itu punya konsekuensi yang tidak bisa kita pilih, yaitu antara meleset dan tepat sasaran. Berdasarkan tabiat hukum alam, meskipun semua usaha itu sudah dijamin pasti mendapatkan balasan tetapi balasan itu variatif: ada yang langsung, diundur, diberikan sebagian, dan diberikan keseluruhan. Balasan yang variatif inilah yang memiliki hubungan korelatif dengan pola penyikapan yang kita pilih.

Ketika kita tidak memilih uang, maka secara langsung kita melatih diri kita untuk berfikir dan berusaha, beberpa teori ilmiah menyatakan ternyata alam fikiran manusia itu memiliki kemampuan yang lebih dahsyat dari yang paling optimal sanggup kita bayangkan.Menurut yang sebenarnya pikiran ini malah lebih senang kalau diberi tugas mencapai sasaran yang banyak. Pikiran ini menurut penjelasan pakar pendidikan - kalau dinyalakan tidak berarti bahan bakarnya akan habis tetapi malah makin bertambah, atau ada istilah pikiran itu seperti pisau makin diasah makin tajam bukan. tapi kita seringkali tidak meberi makan yang cukup kepada fikiran kita, karena tanpa disadari ketika kita memilih orientasi bekerja hanya karena uang, Pikiran tidak kita beri tugas untuk memikirkan sasaran hidup atau kita beri "makanan" berupa tantangan dan pelajaran hidup yang sedikit sekali, terbatas, dan hanya terpusat pada uang.

Adapun persoalan imbalan dalam konteks hubungan kita dengan manusia, tentu tergantung kesepakatan yang telah kita buat. Namun, kita tetap bisa mengajarkan diri kita untuk ikhlas baik dengan imbalan atau tanpa imbalan. Sebab, pokok utamanya adalah sikap mental dalam menjalankan tanggung jawab hidup. Karena keikhlasan ini merupakan elemen hidup, maka semua orang sebetulnya punya kapasitas untuk belajar mempraktekkan ajaran keikhlasan ke tingkat yang lebih tinggi untuk membangun sikap positif terhadap kerja, selain uang semata. keihklasan, adalah melakukan sesuatu dengan sasaran tak terbatas pada satu objek sasaran saja. Pakar pengetahuan seperti Abraham Maslow dan lain-lain, menamakan sasaran tak terbatas itu dengan prestasi, aktualisasi- diri, atau optimalisasi potensi yang tak mengenal batas.

Pertanyaannya, bagaimana supaya motivasi kerja kita tetap tinggi dan kreativitas kita tetap hidup, pada saat gaji di rasa kurang memadai, jarak ke kantor jauh dan macet, fasilitas kurang memadai, dsb. Di sinilah kita perlu mencari kebahagiaan yang dapat ditemukan, melalui keikhlasan diri dalam berkarya dan berkreasi. Dengan cara itu, setiap pekerjaan dan kreasi akan menjadi sebuah oase yang memberikan kesegaran, dan pertumbuhan bagi setiap orang dalam karya dan usahanya. Jadi, jika kita memusatkan pikiran pada "bagaimana mengembangkan diri dari dalam", maka kita akan terpacu dan termotivasi untuk menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dan bernilai pada diri kita, karena hasil (uang) bukan lagi menjadi sebuah tujuan, namun suatu proses penciptaan, penguasaan, penaklukkan dari setiap tantangan, itulah yang jauh lebih bermakna dan memberikan kepuasan dalam bekerja.

Semoga ulasan ini bisa berguna bagi diri sendiri dan sahabat lainya untuk bisa bekerja tidak selalu berfokus pada uang, ingat asalah diri anda terus menerut, tuangkan prestasi tertinggi anda, Berbuatlah yang terbaik, dan berbagi dengan sesama, maka secara tidak langsung Uang akan datang tanpa kita jadikan sebuah tujuan dalam bekerja, karena ada satu hal yang bisa menjadi tujuan kita dalam bekerja disamping uang, yaitu Kebahagian hidup dan Aktualisasi diri anda. Jadi selamat bekerja untuk mencapai kebahagian hidup.Bagaimana pendapat anda....?(EA)

" Bekerja Bukan semata Karena Duit, tapi Do IT"

--

"As long as you keep a person down, some part of you has to be down there to hold him down, so it means you cannot soar as you otherwise might."
Marian Anderson
1902-1993, Concert and Opera Singer

--
"I do not have superior intelligence or faultless looks. I do not captivate a room or run a mile under six minutes. I only succeeded because I was still working after everyone else went to sleep."
Greg Evans
Novelist

1 komentar:

  1. kayaknya separo tulisan ini (bagian depan) nyontek dari
    http://strategimanajemen.net/2009/06/22/digital-narcissism-dan-personal-branding/

    BalasHapus