Thursday, 15 July 2010
LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat.
Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa. Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas.
Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana.
Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah. Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Ma’af Bapak dari mana?”
“Dari Indonesia ,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.
Budaya Menghukum
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. “Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju.
Encouragement!” Dia pun melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita. Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.
Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam.
Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafikgrafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.
Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakanakan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang ma’af, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.
Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan.
Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.
Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”
Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan “gurunya salah”.
Kini saya melihatnya dengan kaca mata yang berbeda.
Melahirkan Kehebatan
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
--
Kebanyakan para wanita disini mungkin dipusingkan dengan berbagai permasalahannya.
Tapi di bagian lain dari bumi kita ini, tidak terhingga banyak perlakuan kasar yang kaum wanita terima dan disana keadilan jelas bukan dibuat untuk melidungi mereka.
Dibawah ini beberapa daftar praktek kejam terhadap kaum wanita yg masih terjadi sampai saat ini
Bride Kidnaping
Hal ini terjadi di Kyrgyzstan dan Turkmenistan (pecahan bekas negara Soviet). Prakteknya laki-laki beserta keluarganya menculik wanita yg mau dinikahi.
Jadi si wanita dibawa (kebanyakan) dengan paksa ke rumah keluarga laki-laki sampe dia setuju untuk dinikahi oleh laki-2 tersebut. Penculikan ini bisa berlangsung berhari-hari sampai si wanita akhirnya menyerah dan bersedia dinikahi.
Hal serupa juga terjadi di Ethiopia dan Rwanda. Bahkan lebih brutal, dimana si laki-laki tidak cuma menculik calon istrinya tapi juga memperkosanya. Keluarga si wanita akhirnya tidak punya pilihan selain menurut karena anaknya udah dinodai bahkan hamil.
Honor Killing
Adalah hukuman mati bagi wanita yg dilakukan keluarga si wanita itu sendiri karena wanita tersebut dianggap telah mencemarkan nama baik keluarganya. Biasanya kesalahannya adalah menolak perjodohan, minta cerai (meskipun karena suami yg kasar), atau melakukan perzinaan.
UNICEF mencatat di India 5000 wanita dibunuh setiap tahun karena alasan ini.. Penelitian pada tahun 2004 menyebutkan bahwa praktek ini juga terjadi di Albania, Banglades, Brazil, Kanada, Denmark, Ekuador, Jerman, India, Iraq, Israel, Itali, Pakistan, Saudi Arabia, Swdia, Uganda, Inggri dan bahkan di Amerika Serikat.
Bride Burning
Kebrutalan ini masih terjadi di India dan di wilayah-wilayah sekitarnya. Prakteknya seorang wanita tubuhnya disiram dengan bensin kemudian dibakar hidup-hidup oleh keluarga suaminya atau bahkan oleh sang suaminya sendiri.
Acid Attack
Adalah model kekerasan terhadap wanita yg sering sekali terjadi di Afganistan dimana cairan asam (air keras) disiramkan ke wajah si wanita sehingga menyebabkan cacat permanen bahkan kebutaan.
Female Genital Mutilation
Ini terjadi di seluruh dunia, dimana sebagian atau seluruh bagian eksternal vagina dipotong tapi bukan karena alasan medis ( karena budaya atau ajaran agama). Kebanyakan terjadi di Afrika. Proses ini sangat menyakitkan karena seringkali dilakukan tanpa pembiusan dan bisa menyebabkan pendarahan dan shock hebat yg berujung dengan kematian.
Human Trafficking
Setelah runtuhnya sistem politik Tirai Besi di Eropa timur human trafficking banyak terjadi negara-negara seperti Albania, Moldova, Rumania, Bulgaria, Russia, Belarusia dan Ukraina. Gadis-gadis remaja atau bahkan anak-anak perempuan di iming-imingi akan dipekerjakan di negara yg menawarkan gaji dan perkerjaan yg lebih baik akan tetapi pada akhirnya dijerumuskan di dunia pelacuran.
Diperkirakan 2/3 pelacur yg tersebar di seluruh dunia berasal dari negara-negara tersebut dimana 3/4 dari meraka belum pernah menjadi PSK di negara asalnya.
Negara-negara tujuan PSK Eropa Timur itu adalah Eropa Barat, Timur Tengah, Amerika dan Asia ( termasuk Indonesia ).
Ritual Servitude
Banyak terjadi di Ghana dimana sebuah keluarga yg dihukum karena telah menyerang keluarga yg lain dituntut agar menyerahkan seorang anak gadisnya yg masih perawan untuk dijadikan budak sex keluarga musuhnya.
Dalam sistem perbudakan ini gadis-gadis remaja itu kadang diserahkan ke kuil-kuil pemujaan dan biasanya selain dijadikan budak sex oleh kepala kuil juga dimanfaatkan sebagai pekerja gratis di kuil tersebut.
--
Ivan namaku berpostur tinggi dengan berat yang ideal serta penampilan dan wajah keren kalau kata teman-temanku, saat ini aku berusia 24 tahun, kelahiran Bandung. Terus terang aku termasuk lelaki yang mempunyai libido seks tinggi dan butuh variasi yang bermacam-macam dalam melakukan hubungan seks. Saat ini aku sudah bekerja dan mempunyai posisi yang cukup bagus. Serta sudah mempunyai seorang istri yang cantik dan berkulit putih mulus dengan postur tubuh yang menarik serta selalu merangsang nafsuku.
Cerita yang akan kutampilkan ini adalah pengalamanku beberapa waktu lalu. Saat itu aku mendapat undangan dari seorang teman lamaku yang bernama Jay. Jay adalah temanku semasa kuliah dulu di kota Surabaya. Sejak lulus dari kuliah kami tidak pernah bertemu, tetapi komunikasi melalui telepon tetap berjalan lancar. Saat ini dia juga sudah menikah, dan aku belum mengenal istrinya. Dia juga saat ini sudah berkerja di salah satu perusahaan besar di Surabaya, sedangkan aku berkerja di Jakarta sampai sekarang.
Pada saat menghubungiku, Jay mengatakan bahwa dia akan berada di Jakarta selama satu minggu lamanya dan tinggal sementara di sebuah apartemen yang telah disediakan oleh perusahaannya. Dia juga datang bersama istrinya dan saat ini mereka juga belum mempunyai anak seperti aku dan istriku, maklum kami kan masing-masing baru menikah dan masih fokus ke karir kami, baik istriku ataupun istri Jay hanya ibu rumah tangga saja, sebab kami pikir kondisi itu lebih aman untuk mempertahankan sebuah rumah tangga, karena dunia kerja pergaulannya menurut kami tidaklah aman bagi istri-istri kami.
Malam itu sampailah kami di kamar apartemen yang dihuni oleh Jay dan istrinya.
"Hai.. Jay gimana kabar kamu, sudah lama yach kita nggak ketemu, kenalkan ini istriku Lusi," kataku.
"Hai Van, nggak ngira gua kalau bakalan bisa ketemu lagi sama kamu, hai Lusi.. apa kabar, ini Sari istriku, Sari ini Ivan dan Lusi.." kata Jay balik memperkenalkan istrinya dan mengajak kami masuk.
Kemudian kami ngobrol bersama sambil menikmati makanan yang telah disiapkan oleh Jay dan Sari. Kulihat Lusi dan Sari cepat akrab walaupun mereka baru ketemu, begitu juga dengan aku dan Jay.
Ketika Sari dan Lusi asyik ngobrol macam-macam, Jay menarikku ke arah balkon yang ada dan segera menarik tanganku sambil membawa minuman kami masing-masing.
"Eh.. Van gua punya ide, mudah-mudahan aja elo setuju.. karena ini pasti sesuai dengan kenakalan kita dulu.. gimana.." kata Jay.
"Mengenai apa.." kataku.
"Tapi elo jangan marah ya.. kalau nggak setuju.." kata Jay lagi.
"Oke gua janji.." kataku.
"Begini.. gua tau kita kan masing-masing punya libido seks yang tinggi, gimana kalau kita coba bermain seks bersama malam ini, dengan berbagai variasi tentunya, elo boleh pakai istri gua dan gua juga boleh pake istri kamu, gimana.." ucap Jay.
"Ah.. gila kamu.." kataku spontan.
Tetapi aku terdiam sejenak dan berpikir sambil memandangi Lusi dan Sari yang sedang asyik ngobrol. Kulihat Sari sangat cantik tidak kalah cantiknya dengan Lusi, dan aku yakin bahwa sebagai laki-laki aku sangat tertarik untuk menikmati tubuh seorang wanita seperti Lusi maupun Sari yang tidak kalah dengan ratu-ratu kecantikan Indonesia.
"Gimana Van.. kan kita akan sama-sama menikmatinya, tidak ada untung rugilah.." kata Jay meminta keputusanku lagi.
"Tapi gimana caranya.. mereka pasti marah.. kalau kita beritahu.." aku balik bertanya.
"Tenang aja, gua punya caranya kalau elo setuju.." kata Jay lagi.
"Gua punya Pil perangsang.. lalu kita masukkan ke minuman istriku dan istrimu.. tentunya dengan dosis yang lebih banyak, agar mereka cepat terangsang, dan kita mulai bereaksi."
"Oke.. gua setuju.." kataku.
Dan kami pun mulai melaksanakan rencana kami tersebut.
Jay mengambil gelas lagi dan memasukkan beberapa butir pil perangsang ke dalam dua buah gelas yang sudah diisi soft drink yang akan kami berikan kepada Lusi dan Sari. "Aduh.. asyik amat.. apa sich yang diobrolin.. nich.. minumnya kita tambah.." kata Jay sembari memberikan gelas yang satu ke Sari, sedangkan aku memberikan yang satu lagi ke Lusi, karena kebetulan minuman milik mereka yang sebelumnya kelihatan sudah habis. Kemudian Lusi dan Sari langsung menenggak minuman yang kami berikan beberapa kali. Aku duduk di samping Lusi dan Jay duduk di dekat Sari, kami pun ikutan ngobrol bersama mereka. Beberapa waktu kemudian, baik aku maupun Jay mulai melihat Lusi dan Sari mulai sedikit berkeringat dan gelisah sambil merubah posisi duduk dan kaki mereka, mungkin obat perangsang tersebut mulai bereaksi, pikirku.
Kemudian Jay berinisiatif mulai memeluk Sari istrinya dari samping, begitu juga aku, dengan sedikit meniupkan desah nafasku ke tengkuk Lusi istriku.
"Sar.. aku sayang kamu.." kata Jay.
Kulihat tangannya mulai meraba paha Sari, istrinya.
"Eh Jay.. apaan.. sich kamu.. kan malu.. akh.. ah.." kudengar suara Sari halus.
"Nggak pa-pa.. ah.. ah.. kamu sayangku.. ah.." desah Jay meneruskan serangannya ke Sari.
Melihat kondisi itu, Lusi agak bingung.. tapi aku tahu kalau dia pun mulai terangsang dan tak kuasa menahan gejolak nafsunya.
"Lus.. aku cinta kamu.. ukh.. ulp.. ah.."
Aku pun mulai memeluk Lusi istriku dan langsung mencium bibirnya dengan nikmat, dan kurasa Lusi pun menikmatinya. Aku pun mulai memeluk tubuh istriku dari depan, dan tanganku pun mulai meraba bagian pahanya sama seperti yang dilakukan oleh Jay.
"Lus.. akh.. ak.. kamu.. sangat cantik sayang.." kataku.
"Akh.. Van.. ah.. ah.." desah istriku panjang, karena tanganku mulai menyentuh bagian depan kemaluannya, dan mengelus dan mengusapnya dengan jari tangan kananku, setelah terlebih dahulu menyibakkan CD-nya secara perlahan.
Kulihat Jay sudah membuka bajunya dan mulai perlahan membuka kancing baju Sari istrinya, yang kelihatan sudah pasrah dan sangat terangsang. "Ah.. Jay.. ah.. ah.. ah.." desah Sari kudengar. Dan Jay sudah berhasil membuka seluruh pakaian Sari, dan kulihat betapa mulusnya kulit Sari yang saat ini hanya tinggal CD-nya saja, dan itu pun sudah berhasil ditarik oleh Jay. Tinggallah tubuh bugil Sari di atas sofa yang kami gunakan bersama itu dengan kelakuan Jay pada dirinya. Kulihat Jay pun sudah membuka semua pakaiannya dan sekarang tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh Sari maupun Jay yang saat ini saling rangkul dan cium di sampingku dan istriku. "Ah.. ulp.. ulp.. ulp.. ah.. sst.. sst.." kulihat Sari menjilat dan menghisap kemaluan Jay yang putih kemerahan dengan nikmatnya. "ukh..ukh..ohh..ukh.." erang Jay menikmati permainan Sari.
Aku pun sekarang sudah berhasil membuka semua pakaian Lusi istriku, kulanjutkan dengan meremas buah dadanya yang kenyal itu dan kulanjutkan dengan mengisap kedua puting susunya perlahan dan berulang-ulang. "Ah.. ah.. ah.. Van.. terus.. ah.. ah.." desah Lusi keenakan. Tangan Lusi pun mulai membuka celanaku dengan tergesa-gesa karena hanya celanaku yang belum kubuka dan kelihatannya Lusi sudah mulai tidak sabaran. "Akh.. akh.. ukh.. oh.." ketika celana dan CD-ku terbuka dan jatuh ke bawah, Lusi segera memegang kemaluanku dan menjilatinya seperti apa yang dilakukan oleh Sari.
Aku kemudian segera mengatur permainan dengan mengambil posisi jongkok dan membuka lebar kedua kaki istriku dan mulai menjilati klitorisnya dan semua bagian luar kemaluannya,
"Aah.. oh.. terus.. terus Van.. enak.. akh.. akh.." desah Lusi.
"Ulp.. ulp.. sst.. sst.. ah.. uhm.. uhm.. uhm.."
Aku terus menjilati klitoris istriku dan kulihat bibir kemaluan dan klitorisnya merekah merah merangsang serta kelihatan basah oleh jilatanku dan air kenikmatan milikya yang tentunya terus mengalir dari dalam kemaluannya.
"Ah.. terus.. ah.. ah.. terus Van.. enak.. akh.. akh.. ukh.." rintih Lusi.
Yang membuka lebar kedua kakinya serta meremas buah dadanya sendiri dengan penuh kenikmatan.
Perlahan kulihat Jay menggendong Sari istrinya dan membaringkannya sejajar di sebelah istriku di sofa panjang yang kami pakai bersama ini, kemudian Jay mulai memasukkan kedua jari tangannya ke lubang kemaluan milik Sari dan mengocoknya pelan serta menariknya keluar masuk.
"Akh.. Jay.. ahk.. kamu.. gila Jay.. akh.. terus.. terus Jay.. ahh.." rintih Sari terdengar.
"Ukh.. ah.. ulp.. akh.. akh.. akh.. oh.. oh.. oh.."
Suara dan desahan dari istriku dan Sari secara bersamaan dan penuh kenikmatan. Perlahan tangan kananku mulai ikut meraba kemaluan Sari yang berada di sebelah istriku. Dan aku pun ikutan memasukkan kedua buah jariku ke kemaluan Sari tersebut. Dan Jay pun membiarkan semua itu kulakukan, kemudian sambil terus mengocok lubang kemaluan Sari, tangan kiri Jay pun mulai ikut meraba kemaluan istriku yang saat ini tanpa rambut, karena habis kucukur kemarin, permainan ini terus berlanjut baik Sari maupun istriku membuka dan menutup matanya menikmati permainan yang aku dan Jay lakukan.
Perlahan aku mulai meraba buah dada sari dengan tangan kananku dan meremasnya pelan, kurasakan buah dada milik Sari lebih kenyal dibanding milik istriku, tetapi buah dada istriku lebih besar dan menantang untuk dihisap dan dipermainkan. Kemudian aku mulai berdiri dan mengarahkan kemaluanku yang berukuran panjang 16 cm serta diameter 4 cm itu ke arah mulut istriku, dan tangan kananku terus meremas buah dada milik Sari. Istriku dan Sari pun membiarkan semuanya ini terus berlanjut. Dan kulihat Jay tetap memasukkan dan mengocok kedua lubang kemaluan yang di depannya dengan kedua buah tangannya dengan sekali-kali meremas buah dada milik istriku maupun Sari, istrinya.
Kemudian Jay mulai berdiri dan mengarahkan kemaluannya ke lubang kemaluan Sari yang sudah sangat basah, "Ah.. Jay.. terus.. masukkan.. terus Jay semuanya.." kata Sari.
Melihat itu aku pun mulai mengarahkan batang kemaluanku ke lubang kemaluan istriku.
"Akh.. ukh.. ah.. oh.. ah.. oh.." erang istriku keenakan.
Saat ini baik posisiku dan jay maupun Lusi dan Sari berada pada posisi yang sama. Aku dan Jay terus menarik turunkan kemaluan kami di lubang kemaluan milik Sari dan Lusi. Begitu juga dengan Sari dan Lusi membuka lebar kakinya dan memeluk pinggangku maupun Jay seolah-olah mereka takut kehilangan kami berdua.
Selang beberapa saat kemudian Jay menghentikan kegiatannya dan memintaku mundur, kemudian memasukkan batang kemaluannya yang berukuran panjang 17 cm tetapi diameternya mungkin 3 cm dan kelihatan begitu panjang dari punyaku hanya punyaku lebih besar dan keras dibanding kemaluan Jay yang terus menuju ke lubang kemaluan milik istriku. Kulihat istriku cukup kaget tetapi hanya pasrah dan terus menikmati kemaluan milik Jay yang mulai mengocok lubang miliknya tersebut. Aku pun mulai juga mengarahkan kemaluanku ke lubang kemaluan milik Sari, perlahan kurasakan lubang kemaluan Sari masih cukup sempit serta menjepit batang kemaluanku yang kutekan perlahan.
"Akh.. akh.. Sar.. memekmu begitu padat.. dan enak.. akh.." kataku.
"Terus.. Van.. Terus.. punyamu begitu besar.. terus Van.. enak.. akh.." rintih Sari.
"Van.. terus.. beri aku kenikmatan.. akh.. akh.. terus Van.. enak.. lebih dalam Van.. akh.."
"Lus.. punyamu begitu enak.. sangat.. rapat dan menjepit kontolku.. akh.." desah Jay kepada istriku.
"Ehm.. ehm.. ukh.. ukh.. lebih dalam Jay.. lebih dalam.. teruskan Jay.. teruskan.. kontolmu.. sangat panjang.. akh.. dan menyentuh.. dinding.. rahimku.. akh.. akh.. enak.. Jay.." desah istriku lirih.
Kemudian aku terus meremas dan menjilat puting susu milik Sari dan sekali-kali kugigit pelan putingnya dan Sari terus menikmatinya, sementara kemaluanku terus naik-turun mengocok lubang kemaluan Sari yang terasa padat dan kenyal serta semakin basah tersebut. Terasa batang kemaluanku serasa masuk ke lubang yang sangat sempit dan padat ditumbuhi daging-daging yang berdenyut-denyut menjepit dan mengurut batang kemaluanku yang semakin keras dan menantang lubang kemaluan Sari yang kubuat basah sekali, dan Sari pun terus menikmati dan mengangkat pinggulnya serta menggoyangkannya saat menerima hujaman batang kemaluanku yang saat masuk hanya menyisakan dua buah biji kemaluan yang menggantung dan terhempas di luar kemaluan Sari tersebut.
"Akh.. Sar.. enak.. sekali.. punyamu.. akh.. akh.." desahku.
"Oh Van.. aku sangat.. suka.. milikmu ini.. Van yang besar dan keras ini.. akh.. ogh.. ogh.. terus Van.. ah.."
Kulihat Jay membalikkan tubuh istriku dan memasukan kemaluannya yang panjang putih kemerahan tersebut dari belakang,
"Akh.. akh.. akh.. Jay.. terus.. lebih dalam Jay.. akh.. enak.. Jay.." rintih istriku, yang kulihat buah dadanya menggantung bergoyang mengikuti dorongan dari kemaluan Jay yang terus keluar masuk, dan kemudian tangan Jay meremas buah dada tersebut serta menariknya.
"Akh.. Jay.. akh.. ogh.. ogh.. ahh.." jerit nikmat istriku menikmati permainan Jay dari belakang tersebut.
"Ogh.. Lus.. buah dadamu begitu besar.. dan.. enak.. ukh.. ehm.. ehmm.." sahut Jay penuh kenikmatan.
Sari mencoba merubah gaya dalam permainan kami, saat ini dia sudah berada di atas tubuhku yang duduk dengan kaki yang lurus ke depan, sedangkan Sari memasukkan dan menekan kemaluannya dari atas ke arah kemaluanku.
"Blees.."
"Aakh.. enak.. akh.. Van punyamu begitu besar.. akhg.." desah sari yang terus menaik-turunkan tubuhnya dan sesekali menekan dan memutar pinggulnya menikmati kemaluanku yang terasa nikmat dan ngilu tetapi enak.
"Oh.. Sar.. terus.. ah.. ah.." desahku.
"Oh Van.. oh.. oh.. oh.. Van.. aku hampir keluar Van.. aogh.. ogh.." jerit Sari.
"Okh.. Van.. okh.. aku ke.. luar.. okh.. okh.." tubuh Sari mengejang bagaikan kuda dan kurasakan kemaluanku pun bergetar mengimbangi orgasme yang dicapai Sari.
"Oh.. ukh.. okh.. Sar aku juga keluar.. okh.. okh.."
Kami pun berpelukan dan mengejang bergetar bersama serasa berada di awan, menikmati saat klimaks kami tersebut selama beberapa saat hingga kemudian kami berdua merasa lemas, dan tetap berpelukan dengan posisi Sari di atas, seolah kami sangat takut kehilangan satu sama lain sambil memandangi permainan Jay dan istriku di sebelah kami.
Kulihat Lusi istriku sangat menikmati permainan ini dengan posisi bagaikan anjing atau kuda yang sedang kawin, buah dada istriku yang besar bergoyang-goyang ke depan-belakang dengan cepatnya, sekujur tubuh Jay maupun istriku berkilap dikarenakan keringat yang mengalir pelan karena permainan seks mereka ini, kulit Jay yang putih mulus karena dia berdarah Manado ini kelihatan bersinar begitu juga istriku begitu menikmati panjangnya kemaluan Jay. Tangan istriku meremas sandaran sofa dan berteriak lirih, "Ah.. ah.. ah.. uh.. uh.. uh.. Jay tekan terus Jay dengan keras.. ah.. ah.." kulihat satu tangan istriku memutar dan memelintir puting susunya sendiri serta sekali-kali meremas keras buah dadanya tersebut seolah takut kehilangan kenikmatan permainan mereka tersebut.
Aku kemudian mendorong kepalanya dan sebagian tubuhku dan berbaring di bawah buah dada istriku, kemudian berinisiatif untuk ikut meremas buah dadanya dan mengisap puting susunya, "Akh.. Van.. akh.. enak.. ogh.. ogh.. ogh.. terus Van.." rintih istriku, terasa olehku kemudian Sari menjilati dan menghisap batang kemaluanku yang mulai mengeras kembali.
"Ogh.. ogh.. ogh.. Van.. ogh.. ogh.. Jay.. kontolmu sangat panjang dan membuatku sangat.. puas Jay.. akh.. terus.. akh.." kata Lusi.
"Ulp.. ulp.. ulp.. ulp.. ulp.." jilatan Sari di kemaluanku yang mengeras.
"Okh.. Jay.. aku.. hampir.. ke.. ke.. luar.. Jay.. terus" desah istriku.
Kuremas dan kupelintir dengan keras puting susu dan buah dada istriku, dan kulihat Jay juga mengejang.
"Akh.. akh.. akh.. akh.. Lus.. aku juga keluar.. akh.. akh.." jerit Jay kuat, kemudian tubuhnya mengejang dan bergetar hebat.
"Ogh.. ogh.. ogh.. ogh.." istriku pun mengejang dan meremas sandaran sofa dengan kuat. Beberapa saat. Aku pun kembali merasakan kenikmatan mengalir di batang kemaluanku dan.. "Akh.. akh.. akh.. akh.." kemaluanku pun memuncratkan spermaku kembali, sebagian ke wajah Sari dan sebagian lagi meloncat hingga ke tubuh istriku dan aku pun kembali mengejang kenikmatan dan kulihat Sari terus menjilati kemaluanku yang besar tersebut dan membersihkannya dengan lidahnya.
Kemudian kami terbaring dan tertidur bersama di sofa tersebut hingga pagi harinya, dalam kondisi tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhku, istriku, Jay dan Sari istrinya. Permainan ini kembali kami ulangi pagi harinya. Dan kembali kami ulangi bersama dalam beberapa hari hingga saatnya Jay dan Sari harus pulang ke Surabaya, ini semua adalah awal dari permainan seks bersama kami yang hingga kini seringkali kami lakukan kembali jika aku dan istriku ke Surabaya, ataupun mereka ke Jakarta. Bahkan kadang-kadang-kadang Sari sendiri ke Jakarta bermain seks bertiga denganku dan istriku, ataupun aku atau istriku yang ke Surabaya bermain seks bertiga atau bersama dengan salah satu dari Jay atau Sari. Bagi pembaca yang tertarik dan ingin melakukan permainan seks bersama kami silakan e-mail.
--
Awalnya aku hanya iseng mengobrol mengisi waktu luang di waktu jam istirahat, Namun lama-kelamaan Dewi salah satu staffku yang agak manis malah penasaran dan bertanya lebih jauh tentang orgasme. Ya sebuah misteri yang kelihatannya mudah namun susah diungkapkan.
Memang banyak sekali wanita yang belum sadar akan arti pentingnya sebuah orgasme, bahkan menurut penelitian hanya 30% wanita yang dapat meraih orgasme, banyak hal-hal yang mempengaruhi wanita dalam meraih orgasme, baik dari faktor si wanitanya ataupun dari faktor prianya atau bahkan dari suasana, perasaan, dll. Termasuk Dewi salah satu staffku ini, selama menikah 2 tahun lalu, dia belum tahu apa itu orgasme, yang dia tahu hanya rasa enak saat penis suaminya memasuki kewanitaannya, Dan berakhir saat penis suaminya menyemprotkan cairan hangat kedalam kewanitaannya.
Aku hanya geleng-geleng kepala mendengar ceritanya, lalu aku korek lebih jauh tentang perasaan, foreplay, gaya, waktu, dan lain-lain tentang hubungannya dengan suaminya, Dengan malu-malu Dewi pun menceritakan dengan jujur bahwa selama ini memang dia sendiri penasaran dengan apa yang namanya orgasme namun dia tak tahu harus bagaimana, yang jelas saat berhubungan dengan suaminya dia cukup foreplay, bahkan suaminya senang mengoral kewanitaannya sampai banjir, dan selama penis suaminya masuk sama sekali tidak ada rasa sakit, yang ada hanya enak saja namun tidak bertepi, rasanya menggantung tidak ada ujung, dan tahu-tahu sudah berakhir dengan keluarnya sperma suaminya ke dalam kewanitaannya.
"Kira-kira berapa lama penis suami kamu bertahan dalam kewanitaan kamu?" tanyaku.
"Mungkin sekitar 10 menit" jawabnya pasti.
"Gaya apa yang dipakai suami kamu?"
"Macam-macam, Pak, malah sampai menungging segala"
Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya yang polos.
"Kira-kira berapa besar penis suami kamu?"
"Berapa ya?, saya tidak tahu Pak!" jawabnya bingung.
Akupun jadi bingung dengan jawabannya, tapi aku ada tidak kekurangan akal.
"Waktu kamu genggam punya suami kamu pakai tangan, masih ada lebihnya tidak?"
Dewi diam sejenak, mungkin sedang mengingat-ingat.
"Kayanya masih ada lebih, pas kepalanya, Pak!"
Aku tak dapat menahan senyumku.
"Maksud kamu, 'helm'nya masih nongol?"
"Ya!" Dewipun tersenyum juga.
Aku suruh tangannya menggenggam, aku pandangi secara seksama tangannya yang sedang mengepal, yang berada dalam genggamanku, sungguh halus sekali, Namun aku sadar bahwa aku ditempat umum.
"Aku perkirakan penis suami kamu berukuran 10-14 cm, berarti masih normal, Wi!"
"Bagaimana dengan kekerasannya?" tanyaku lagi.
"Keras sekali, Pak, seperti batu!"
Aku diam sejenak mencoba berfikir tentang penghambatnya meraih orgasme, sebab dari pembicaraan tadi sepertinya tidak ada masalah dalam kehidupan seksnya, tapi kenapa Dewi tidak bisa meraih orgasmenya?
"Kok diam Pak?"
"Aku lagi mikir penyebabnya."
"Apa mungkin masalah lamanya, Pak? Sebab sepertinya saya sedikit lagi mau mencapai ujung rasa enak, tapi suami saya keburu keluar" terangnya.
Aku diam sejenak, mencoba mencerna kata-katanya, tapi tak lama Dewi sendiri membantahnya.
"Tapi, tidak mungkin kali, Pak, sebab biarpun kadang lebih lama dari sepuluh menit, tapi tetap saya merasa hampir di ujung terus, tanpa pernah terselesaikan."
Aku sedikit mengerti maksudnya,
"Maksud kamu, kalau 10 menit kamu maunya semenit lagi? Namun kalau 12 menit atau 15 menit pun kamu maunya tetap semenit lagi?" tanyaku.
"Ya, betul, kenapa ya Pak?"
Aku kini mulai mengerti posisi sebenarnya, kemungkinan besar ada titik dalam vaginanya yang belum tersentuh secara maksimal, Itu kesimpulan sementara, Namun aku belum sempat mengucapkan apa-apa, keburu jam istirahat kerja habis.
"Ya udah Wi, nanti kita terusin via SMS, oke?"
"Oke deh!" sahutnya riang sambil meninggalkan aku.
Di meja kerjaku, aku kembali memikirkan benar-benar masalah yang Dewi hadapi, sebenarnya ada niat untuk memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, karena setelah aku pikir-pikir Dewi punya kelebihan di Buah dada dan pantatnya yang besar juga kulitnya yang bersih dengan bulu-bulu halus, Namun Dewi akrab dengan istriku, dan aku sendiri kenal sudah lama dengannya dan suaminya, ini yang jadi masalah, Lama aku berfikir, akhirnya aku putuskan untuk mencoba menolongnya semampuku tanpa mengharapkan apapun darinya, Aku yakin aku bisa membantunya berbekal pada pengalamanku selama ini.
Aku kirim SMS kepadanya, "Wi, Sepertinya masalah kamu agak kompleks, Kalau sempat, bisa tidak nanti pulang kerja kita cari tempat yg enak utk mengobrol?"
5 menit aku tunggu belum ada jawaban juga, Aku jadi tegang sendiri, jangan-jangan dia marah, karena aku dianggap kurang ajar, Tapi untunglah tak lama HPku bergetar 2x pertanda SMS masuk, Aku langsung lihat pengirimnya Dewi, aku baca isinya.
"Boleh, tapi jangan di tempat sepi ya.., kata nenek itu berbahaya"
Aku tersenyum membaca balasannya yang sedikit bergurau, lalu aku balas kembali,
"Wi, jangan salah tangkap ajakanku ya.. aku cuma tidak enak saja kalau kita terlalu mencolok, karena kamu istri orang & aku suami orang juga"
Singkat kata Pukul 5 sore kami janjian ketemu di sebuah rumah makan yang nyaman di daerah Jakarta timur, Suasana rumah makan yang agak temaram menambah rileks obrolan kami, Sambil makan kami melanjutkan obrolan kami yang tadi siang, Aku utarakan kesimpulan sementaraku bahwa ada kurang sentuhan di area vaginanya, aku sarankan agar nanti malam mencari titik tersebut dan jika sudah ketemu aku suruh Dewi meminta kepada suaminya untuk menekan lebih kuat saat hubungan intim, Dewi mengangguk mengerti.
"Menurut Bapak, apakah body saya cukup bagus?"
Tiba-tiba saja Dewi bertanya seperti itu. Aku kaget mendengarnya, berarti kemungkinan Dewi kurang percaya diri dengan tubuhnya, dan menurut yang aku tahu ini sangat berbahaya untuk meraih orgasme.
"Wi, dalam sebuah hubungan intim, Jangan merasa body kamu jelek atau vagina kamu tidak wangi atau buah dada kamu jelek atau apa saja yang menurut kamu negatif, itu faktor yang sangat penting dalam meraih orgasme, Ingat Wi, kalau tubuh kamu tidak bagus kan tidak mungkin suami kamu mau mencumbu kamu, dan mau berhubungan dengan kamu!"
"Justru kamu harus berfikir bahwa wajah dan tubuh kamu sangat bagus, buktinya suami kamu minta melulu, kan?"
"Tapi, saya tidak nyaman dengan perut saya yang tidak ramping"
"Wi, yang lebih gendut dari kamu banyak, ingat itu, lagian menurutku perut kamu tidak terlalu gendut, Biasa saja!" jawabku tegas.
"Pokoknya malam ini, kamu coba untuk menghilangkan rasa tidak percaya diri kamu, dan saat ada sentuhan nikmat yang kamu bilang tidak berujung, suruh suami kamu menekannya lebih kuat, itu saja dulu, besok aku tunggu kabarnya!"
Aku jadi terkesan menyuruh, mungkin karena dikantor Dewi bawahanku, sehingga menjadi kebiasaan. Karena waktu sudah menunjukan jam 19.00 kami pun pulang ke rumah masing-masing, aku antar Dewi sampai tempat dia biasa menunggu angkot.
Keesokan paginya, Aku baru saja ngopi dan HP baru aku aktifkan, Sudah ada pesan dari Dewi, bunyinya singkat, "Belum berhasil, Pak!".
Aku lihat dikirim jam 23.10 malam, berarti kemungkinan Dewi mengirimnya saat baru selesai berhubungan dengan suaminya.
Sampai dikantor aku baru membalas SMSnya.
"Memang kenapa?"
Tak lama Dewi pun membalasnya.
"Tidak tahu kenapa, apa nanti sore kita bisa ketemu lagi, Pak?, saya merasa nyaman mengobrol dengan Bapak."
Aku berfikir tentang arti pesannya, Apakah dia mengajakku selingkuh? Atau hanya perasaanku saja? Atau memang dia hanya ingin mengobrol saja? Sebagai lelaki jelas aku tidak mungkin menampiknya, Sorenya kami janjian di tempat yang kemaren, dan ungkapan Dewi yang jujur sangat mengagetkanku.
"Pak, terus terang, keinginan saya untuk meriah orgasme jadi tambah kuat, tapi herannya malah saya inginnya dari Bapak, Entahlah saya yakin sekali saya bisa meraihnya bersama Bapak"
Jantungku terasa berhenti berdetak mendengarnya, belum selesai aku menenangkan pikiranku, Dewi kembali melanjutkan pembicaraannya.
"Tapi bukan berarti saya ingin berhubungan dengan Bapak lho, saya hanya ingin tahu kenapa perasaan saya begini?"
Aku hanya diam, namun aku mengambil kesimpulan dalam hati bahwa kemungkinan Dewi terkesan dengan aku karena aku atasannya, bisa saja dia tanpa sadar kagum dengan cara kerjaku, atau apalah yang berhubungan dengan pekerjaan, Karena kalau secara fisik tidak mungkin, jauh lebih ganteng dan atletis suaminya dari pada aku.
Namun hal ini tidak aku ungkapkan kepadanya.
Suasana hening diantara kami beberapa saat, tapi tiba-tiba saja tangan Dewi meraih tanganku,
"Pak." Hanya itu yang keluar dari mulutnya
Tatapan mata kami beradu, Aku melihat ada gairah disana, Aku balas meremas jarinya, Sentuhan halus kulitnya terasa menimbulkan percik-percik gairah di antara kami, Akhirnya aku beranikan diri untuk mengajaknya,
"Wi, Bagaimana kalau kita diskusi langsung dengan praktek untuk meraih orgasme kamu?" suaraku terasa agak bergetar, mungkin agak canggung.
"Terserah Bapak deh" jawabnya manja sambil mencubit tanganku.
Pucuk dicinta ulampun tiba, aku segera membayar makanan kami dan langsung menuju hotel, sepanjang jalan ke hotel, jari-jari kami saling bertaut mengantarkan kehangatan ke jiwa kami, Dan setelah sampai di kamar hotel yang asri, Kami lamgsung mulai.. Meskipun awalnya agak canggung, Namun akhirnya kami dapat menikmati semuanya,
Masih dalam keadaan berpakaian, aku memeluk tubuh Dewi yang padat, bibir kami saling melumat lembut, kadang lidah kami saling kait dan saling dorong, sehingga gairah di dada kami semakin membuncah, Satu per satu pakaian kami bertebaran dilantai, seiring dengan nafsu kami yang semakin menggebu, Kini Seluruh organ tubuhku bekerja untuk memenuhi hasrat Dewi, aku rebahkan tubuh mulusnya di ranjang, sungguh pemandangan yang indah dan mendebarkan, dengan kulit tubuh yang putih bersih kontras dengan bulu-bulu halus dipermukaan kulitnya apalagi di kemaluannya yang begitu lebat menghitam. Aku langsung mengelus buah dadanya yang padat dengan lembut, sementara mulut dan lidahku menciumi dan menjilati centi demi centi tubuhnya tanpa terlewati,
"Tubuh kamu bagus sekali, Wi!" Aku mencoba memberinya rasa percaya diri.
Sementara Jilatanku sudah sampai pada vaginanya, aku sibakkan bulunya dengan lidahku, aku kemut lembut klitorisnya, kadang lidahku menusuk langsung vaginanya, Jari-jariku ikut membantu memberi kenikmatan dengan memilin-milin puting buah dadanya yang semakin mencuat, Sehingga membuat Dewi mengerang dalam nikmat, Sementara Dewi pun tidak tinggal diam, dia balas mengelus dadaku, kadang ujung dadaku di pilinnya, Tangan yang satunya lagi meremas-remas dan mengocok senjataku sehingga semakin meregang kaku dalam genggamannya, Yang aku yakin berdasarkan ceritanya pasti punyaku lebih besar dari pada punya suaminya, Gairah yang membuncah didadaku membuat aku lupa bahwa aku punya tugas untuk mengantarnya meraih orgasme.
Tubuh kami berguling-guling dikasur saling memberikan rangsangan dan kenikmatan, hingga akhirnya Dewi sendiri yang tidak tahan dan mengambil inisiatif, dia langsung mengangkangi tubuhku, dan langsung memegang senjataku untuk dibimbing kedalam liang surganya, Perlahan, centi demi centi, senjataku memenuhi rongga vaginanya berbarengan dengan rasa nikmat dan hangat disenjataku, Cengkraman vaginanya yang begitu kuat terasa mengurut senjataku, Dewi terus menggoyangkan pantatnya yang bulat padat, Tanganku memilin kedua putingnya, butir-butir keringat mulai membasahi tubuh kami berdua, tak lama Dewi berteriak histeris dan menggigit pundakku, tubuhnya mengejang kaku, dan wajahnya agak memerah melepas orgasmenya,
Aku berhasil mengantarnya meraih orgasme, Tubuhnya diam sejenak diatas tubuhku.
"Terima kasih, Pak" ia mencium keningku.
"Saya masih mau lagi" ucapnya serak.
Sungguh diluar dugaan, mungkin karena baru kali ini dia meraih orgasme, Dewi begitu liar, hanya beberapa detik, tubuhnya mulai bergoyang diatas tubuhku, Dan anehnya lagi, Hampir disetiap gaya Dewi bisa meraih orgasmenya begitu cepat, Mungkin ada 6 kali dia sudah orgasme tapi dia belum puas juga, sementara aku sendiri bersusah payah menahan orgasmeku, Aku benar-benar ingin memuaskan dahaganya, Apalagi saat gaya doggy, sambil meremas buah pantatnya yang bulat, aku benar-benar tak kuat lagi menahan semprotan dalam spermaku, sentuhan buah pantatnya di pangkal senjataku menambah sensasi tersendiri.
"Wi, aku mau keluar, di dalam atau di luar?" sambil aku mempercepat kocokanku.
"Di dalam aja Pak, cepat sodok yang kuat!" erangnya.
Akhirnya Seluruh tubuhku bagai tersetrum nikmat, aku melepas orgasmeku, menyemburkan cairan hangat ke dalam kemaluan Dewi yang telah basah berbarengan dengan kedutan-kedutan kecil hangat dari dalam liang vagina Dewi.
Yah, kami orgasme berbarengan, Sungguh nikmat sekali.
Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam, namun Dewi kelihatannya belum puas juga, aku sampai bingung sendiri, biasanya istriku sekali orgasme tidak bisa lagi orgasme, Namun memang pernah aku baca ada wanita yang seperti Dewi.
Akhirnya waktu jualah yang harus memisahkan kami, kembali ke kehidupan nyata, Aku dengan istriku dan Dewi dengan suaminya, Namun sejak saat itu hubungan kami semakin hangat membara, Ada satu kelebihan Dewi yang tidak bisa aku lupakan, Vaginanya sangat mencengkram meskipun sudah puluhan kali kami berhubungan, Pernah aku Tanya katanya dia sering minum jamu, Dan Dewi sendiri pun jelas sangat membutuhkan orgasme dariku, Karena terakhir cerita dia belum bisa meraih dengan suaminya, entahlah sampai kapan..
--
Heru, 32 th, adalah teman sekantor suamiku yang sebaya dengannya sedangkan aku berumur 28 th. Mereka sering bermain tenis bersama, entah mengapa setiap Heru datang kerumah menjemput suamiku ia selalu menyapaku dengan senyumnya yang khas, sorotan matanya yang dalam selalu memandangi diriku sedemikian rupa apalagi sewaktu aku memakai daster yang agak menerawang tatapannya seakan menembus menjelajahi seluruh tubuhku.
Aku benar benar dibuat risih oleh perlakuannya, sejujurnya aku merasakansesuatu yang aneh pada diriku, walaupun aku telah menikah 2 tahun yang lalu dengan suamiku, aku merasakan ada suatu getaran dilubuk hatiku ditatap sedemikian rupa oleh Heru. Suatu hari suamiku pergi keluar kota selama 4 hari. Pas di hari minggu Heru datang kerumah maksud hati ingin mengajak suamiku bermain tenis, pada waktu itu aku sedang olahraga dirumah dengan memakai hot pant ketat dan kaos diatas perut.
Ketika kubuka pintu untuknya ia terpana melihat liku liku tubuhku yang seksi tercetak jelas di kaos dan celana pendekku yang serba ketat itu. Darahku berdesir merasakan tatapannya yang tajam itu. Kukatakan padanya suamiku keluar kota sejak 2 hari lalu, dia hanya diam terpaku dengan senyumannya yang khas tidak terlihat adanya kekecewaan diraut mukanya, tiba-tiba ia berkata "..Hesty mau tidak gantiin suamimu, main tenis dengan saya.." Giliran aku yang terpana selama menikah belum pernah aku pergi keluar dengan laki laki selain suamiku tetapi terus terang aku senang mendengar ajakannya, dimataku Heru merupakan figure yang cukup 'gentleman'.
Sementara aku masih ragu-ragu tiba tiba dengan yakin ia berkata "..Cepet ganti pakaian aku tunggu disini.." Entah apa yang mendorongku untuk menerima ajakannya aku langsung mengangguk sambil berlari kekamarku untuk mengganti pakaian. Dikamar Aku termangu hatiku dagdigdug seperti anak SMU sedang berpacaran lalu aku melihat diriku dicermin kupilih baju baju tenisku lalu ketemukan rok tenis putihku yang supermini lalu kupakai dengan blous 'you can see' setelah itu kupakai lagi sweater, wouw.. cukup seksi juga aku ini.., setelah itu aku pakai sepatu olahragaku lalu cepat cepat aku temui Heru didepan pintu "..Ayo Her aku sudah siap.." Heru hanya melongo melihat pakaianku. Jakunnya terlihat naik turun.
Singkat kata aku bermain tenis dengannya dengan penuh ceria, kukejar bola yang dipukulnya, rok miniku berkibar, tanpa sungkan aku biarkan matanya menatap celana dalamku, ada perasaan bangga dan gairah setiap matanya menatap pantatku yang padat bulat ini.
Saking hotnya aku mengejar bola tanpa kuduga aku jatuh terkilir, Heru menghampiriku lalu mengajakku pulang. Setiba di rumah, kuajak Heru untuk mampir dan ia menerimanya dengan senang hati. Heru memapahku sampai ke kamar, lalu membantuku duduk di ranjang. Dengan manja kuminta ia mengambilkan aku minuman di dapur, Heru mengambilkan minuman dan kembali ke kamar mendapatkan aku telah melepas sweater dan sedang memijat betisku sendiri. Ia agak tersentak melihatku, karena aku telah menanggalkan sweaterku sekarang tinggal memakai blous "you can see" longgar yang membuat ketiak dan buah dadaku yang putih mulus itu mengintip nakal, posisi kakiku juga menarik rokmini olahragaku hingga pahaku yang juga putih mulus itu terbuka untuk menggoda matanya.
Tampak sekali ia menahan diri dan mengalihkan pandangan saat memberikan minuman kepadaku. Memang "gentleman" pria ini. penampilannya agak kaku tetapi disertai sikap yang lembut, kombinasi yang tak kudapatkan dari suamiku, ditambah berbagai macam kecocokan di antara kami. Mungkin inilah yang mendorongku untuk melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang wanita yang sudah bersuami. Aku menggeser posisiku mendekatinya, lalu kucium pipinya sebagai ucapan terimakasihku. Heru terkejut, namun tak berusaha menghindar bahkan ia menggerakan wajahnya sehingga bibirku beradu dengan bibirnya. Kewanitaanku bangkit walaupun aku tahu ini adalah salah tetapi tanpa kusadari ia mencium bibirku beberapa saat sebelum akhirnya aku merespon dengan hisapan lembut pada bibir bawahnya yang basah.
Kami saling menghisap bibir beberapa saat sampai akhirnya aku yang lebih dulu melepas ciuman hangat kami. "Her.." kataku ragu. Kami saling menatap beberapa saat. Komunikasi tanpa kata-kata akhirnya memberijawaban dan keputusan yang sama dalam hati kami, lalu hampir berbarengan, wajah kami sama-sama maju dan kembali saling berciuman dengan mesra dan hangat, saling menghisap bibir, lalu lama kelamaan, entah siapa yang memulai, aku dan Heru saling menghisap lidah dan ciuman pun semakin bertambah panas dan bergairah.
Ciuman dan hisapan berlanjut terus, sementara tangan Heru mulai beralih dari betisku, merayap ke pahaku dan membelainya dengan lembut. Darahku semakin berdesir. Mataku terpejam. Entah bagaimana pria bukan suamiku ini bisa menyentuh ragaku selembut ini, semakin kupejamkan mataku semakin melayang perasaanku, dan menikmati kelembutan yang memancing gairah ini. Kembali Heru yang melepas bibirnya dari bibirku. Namun kali ini, dengan lembut namun tegas, ia mendorong tubuhku sambil satu tangannya masih terus membelai pahaku, membuat kedua tanganku yang menahanku pada posisi duduk tak kuasa melawan dan akupun terbaring pasrah menikmati belaiannya, sementara ia sendiri membaringkan tubuhnya miring di sisiku.
Heru mengambil inisiatif mencium bibirku kembali, yang serta merta kubalas dengan hisapan pada lidahnya. Mungkin saat itu gairahku semakin menggelegak akibat tangannya yang mulai beralih dari pahaku ke selangkanganku, membelai barang milikku yang paling sensitif yang masih terbalut celana dalam itu dengan lembut namun pasti.
"Mmhh.. Heruu..sudah terlalu jauh Her.." desahku di sela-sela ciuman panas kami. Aku agak lega saat tangan kekarnya meninggalkan selangkanganku, namun ia mulai menarik blousku hingga terlepas dari jepitan rokku, lalu ia loloskan dari kepalaku. Buah dadaku yang montok dan puting susuku membayang menggoda dari BH-ku yang tipis dan seksi, membuatnya semakin penasaran. Ia kembali mencium bibirku, namun kali ini lidahnya mulai berpindah-pindah ke telinga dan leherku, untuk kembali lagi ke bibir dan lidahku.
Permainannya yang lembut dan tak tergesa-gesa ini membuatku terpancing menjadi semakin bergairah, sampai akhirnya ia mulai memainkan tangannya meraba-raba dadaku dan sesekali menyelipkan jarinya ke balik BH menggesek-gesek putingku yang saat itu sudah tegak mengacung. Tanpa kusadari aku mulai memainkan kaos bajunya, dan setelah bajunya kusingkap terlihat tampilan otot di tubuhnya. Aku melihat dada bidang dan kekar, serta perut sixpacknya di depan mataku. Tak lama ia pun memutuskan untuk mengalihkan godaan bibirnya ke buah dadaku yang masih terbalut BHku.
Diciumi buah dadaku sementara tangannya merogoh ke balik punggungku untuk melepas kait BH-ku. Sama sekali tidak ada protes dariku iapun melempar BH-ku ke lantai sambil tidak buang waktu lagi mulai menjilati putingku yang memang sudah menginginkan ini dari tadi. "Ooohh.. sshh.. aachh.. Heruu.." desahku langsung terlontar tak tertahankan begitu lidahnya yang basah dan kasar menggesek putingku yang terasa sangat peka.
Heru menjilati dan menghisap dada dan putingku di sela-sela desah dan rintihku yang sangat menikmati gelombang rangsangan demi rangsangan yang semakin lama semakin menggelora ini, "..Oooh Heru suuddhaah.. Herr.. stoop..!!" tetapi Heru terus saja merangsangku bahkan tangannya mulai melepas celananya, sehingga kini ia benar-benar telanjang bulat. Penisnya yang besar dan berotot mengacung tegang, karuan aku terbelalak melihatnya, besar dan perkasa lebih perkasa dari penis suamiku, vaginaku tiba tiba berdenyut tak karuan. Oh..tak kupikirkan akibat dari keisenganku tadi yang hanya ingin mencium pipinya saja sekarang sudah berlanjut sedemikian jauh.
Heru melepas putingku lalu bangkit berlutut mengangkangi betisku. Ia menarik rokku dan membungkukkan badannya menciumi pahaku. Kembali bibirnya yang basah dan lidahnya yang kasar menghantarkan rangsangan hebat yang merebak ke seluruh tubuhku pada setiap sentuhannya di pahaku. Apalagi ketika lidahnya menggoda selangkanganku dengan jilatannya yang sesekali melibas pinggiran CD ku, semili lagi menyentuh bibir vaginaku. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan merintih pasrah melawan gejolak birahi, rasa penasaranku menginginkan lebih dari itu tapi akal sehatku masih menyatakan bahwa ini perbuatan yang salah.
Akhirnya, dengan menyibakkan celana dalamku, Heru mengalihkan jilatannya kerambut kemaluanku yang telah begitu basah penuh lendir birahi. "ggaahh.. Heeruu..stoop..ohh.." bagaikan terkena setrum rintihanku langsung menyertai ledakan kenikmatan yang kurasakan saat lidah Heru melalap vaginaku dari bawah sampai ke atas, menyentuh klitorisku.
Kini kami sama-sama telanjang bulat. Tubuh kekar berotot Heru berlutut di depanku. Lobang vaginaku terasa panas, basah dan berdenyut-denyut melihat batang penisnya yang tegang besar kekar berotot berbeda dengan punya suamiku yang lebih kecil. Oohh..betul betul luar biasa napsu birahiku makin mengebu gebu. Entah mengapa aku begitu terangsang melihat batang kemaluan yang bukan punya suamiku.Oooh begitu besar dan perkasa, pikiranku bimbang karena aku tahu sebentar lagi aku akan disetubuhi oleh sahabat suamiku, anehnya gelora napsu birahiku terus mengelegak.
Kupasrahkan diriku ketika Heru membuka kakiku hingga mengangkang lebar lebar, lalu Heru menurunkan pantatnya dan menuntun penisnya ke bibir vaginaku. Kerongkonganku tercekat saat kepala penis Heru menembus vaginaku."Hngk! Besaar..sekalii..Heer.." Walau telah basah berlendir, tak urung penisnya yang demikian besar kekar berotot begitu seret memasuki liang vaginaku yang belum pernah merasakan sebesar ini, membuatku menggigit bibir menahan kenikmatan hebat bercampur sedikit rasa sakit.
Tanpa terburu-buru, Heru kembali menjilati dan menghisap putingku yang masih mengacung dengan lembut, kadang menggodaku dengan menggesekkan giginya pada putingku, tak sampai menggigitnya, lalu kembali menjilati dan menghisap putingku, membuatku tersihir oleh kenikmatan tiada tara, sementara setengah penisnya bergerak perlahan dan lembut menembus vaginaku. Ia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan, memancing gairahku semakin bergelora dan lendir birahi semakin banyak meleleh di vaginaku, melicinkan jalan masuk penis berotot ini ke dalam liang kenikmatanku tahap demi tahap.
Lidahnya yang kasar dan basah berpindah-pindah dari satu puting ke puting yang lain, membuat kepalaku terasa semakin melayang didera kenikmatan yang semakin bergairah. Akhirnya napsu birahikulah yang menang laki laki perkasa ini benar benar telah menyeretku kepusaran kenikmatan menghisap seluruh pikiran jernihku dan yang timbul adalah rangsangan dahsyat yang membuatku ingin mengarungi permainan seks dengan sahabat suamiku ini lebih dalam.
"Ouuch.. sshh.. aachh.. teruuss.. heeruu.. masukin penismu yang dalaam..!! oouch.. niikmaat.. heerr..!! Baru kali ini lobang vaginaku merasakan ukuran dan bentuk penis yang bukan milik suamiku, yang sama sekali baru ..besaar dan perkasaa.., aku merasakan suatu rangsangan yang hebat didalam diriku. Seluruh rongga vaginaku terasa penuuh, kurasakan begitu nikmatnya dinding vaginaku digesek batang penisnya yang keras dan besaar..!
Akhirnya seluruh batang kemaluannya yang kekar besar itu tertelan kedalam lorong kenikmatanku, memberiku kenikmatan hebat, seakan bibir vaginaku dipaksa meregang, mencengkeram otot besar dan keras ini. Melepas putingku, Heru mulai memaju-mundurkan pantatnya perlahan, "..oouch.. niikmaat.. heeruu..!!" aku pun tak kuasa lagi untuk tidak merespon kenikmatan ini dengan membalas menggerakan pantatku maju-mundur dan kadang berputar menyelaraskan gerakan pantatnya, dan akhirnya napasku semakin tersengal-sengal diselingi desah desah penuh kenikmatan.
"hh.. sshh.. hh.. Heerruu.. oohh ..suungguuhh.. niikmmaat sahyangghh.." Heru membalas dengan pertanyaan "Ohh.. Hestyy nikmatan mana dengan penis suamimu..?" otakku benar benar terhipnotis oleh kenikmatan yang luar biasa..! jawabanku benar benar diluar kesadaranku "Ohh ssh Heruu. penismu besaar sekalii..! jauh lebih nikmaat ..!! Heru makin gencar melontarkan pertanyaan aneh aneh, "..hh..Hesty lagi diapain memekmu sama kontolnya Heru..?" aku bingung menjawabnya, "Bilang lagi dientot..!" Heru memaksaku untuk mengulangnya, tapi dasar aku lagi terombang ambing oleh buaian birahi akupun tidak malu malu lagi mengulangnya "hh.. hh.. sshh.. mmhh..lagi dientot sayaang.."
Terus menerus kami saling memberi kenikmatan, sementara lidah Heru kembali menari di putingku yang memang gatal memohon jilatan lidah kasarnya. Aku benar benar menikmati permainannya sambil meremas-remas rambutnya. Rasa kesemutan berdesir dan setruman nikmat makin menjadi jadi merebak berpusat dari vagina dan putingku, keseluruh tubuhku hingga ujung jariku. Kenikmatan menggelegak ini merayap begitu dahsyat sehingga terasa seakan tubuhku melayang. Penisnya yang dahsyat semakin cepat dan kasar menggenjot vaginaku dan menggesek-gesek dinding vaginaku yang mencengkeram erat.
Hisapan dan jilatannya pada putingku pun semakin cepat dan bernapsu. Aku begitu menikmatinya sampai akhirnya seluruh tubuhku terasa penuh setruman birahi yang intensitasnya terus bertambah seakan tanpa henti hingga akhirnya seluruh tubuhku bergelinjang liar tanpa bisa kukendalikan saat kenikmatan gairah ini meledak dalam seluruh tubuhku. Desahanku sudah berganti dengan erangan erangan liar kata kataku semakin vulgar. "Ahh.. Ouchh.. entootin terus sayaang.. genjoott.. habis memekku..!! genjoott.. kontolmu sampe mentok..!!" Ooohh.. Herruu.. bukan maiin.. eennaaknyaa.. ngeentoot denganmu..!!" mendengar celotehanku, Heru yang kalem berubah menjadi semakin beringas seperti banteng ketaton dan yang membuat aku benar benar takluk adalah staminanya yang bukan maiin perkasaa.., tidak pernah kudapatkan seperti ini dari suamiku.
Aku benar benar sudah lupa siapa diriku yang sudah bersuami ini, yang aku rasakan sekarang adalah perasaan yang melambung tinggi sekali yang ingin kunikmati sepuas puasnya yang belum pernah kurasakan dengan suamiku. Heru mengombang ambingkan diriku di lautan kenikmatan yang maha luas, seakan akan tiada tepinya.
Akhirnya aku tidak bisa lagi menahan gelombang kenikmatan melanda seluruh tubuhku yang begitu dahsyatnya menggulung diriku "Ngghh.. nghh .. nghh.. Heruu.. Akku mau keluaar..!!" pekikanku meledak menyertai gelinjang liar tubuhku sambil memeluk erat tubuhnya mencoba menahan kenikmatan dalam tubuhku, Heru mengendalikan gerakannya yang tadinya cepat dan kasar itu menjadi perlahan sambil menekan batang kemaluannya dalam dalam dengan memutar mutar keras sekalii.. Clitorisku yang sudah begitu mengeras habis digencetnya. "..aacchh.. Heruu.. niikmaat.. tekeen.. teruuss.. itilkuu..!!"
Ledakan kenikmatan orgasmeku terasa seperti 'forever' menyemburkan lendir orgasme dalam vaginaku, kupeluk tubuh Heru erat sekali wajahnya kuciumi sambil mengerang mengerang dikupingnya sementara Heru terus menggerakkan sambil menekan penisnya secara sangat perlahan, di mana setiap mili penisnya menggesek dinding vaginaku menghasilkan suatu kenikmatan yang luar biasa yang kurasakan dalam tubuhku yang tidak bisa kulontarkan dengan kata kata.
Beberapa detik kenikmatan yang terasa seperti 'forever' itu akhirnya berakhir dengan tubuhku yang terkulai lemas dengan penis Heru masih di dalam vaginaku yang masih berdenyut-denyut di luar kendaliku. Tanpa tergesa-gesa, Heru mengecup bibir, pipi dan leherku dengan lembut dan mesra, sementara kedua lengan kekarnya memeluk tubuh lemasku dengan erat, membuatku benar-benar merasa aman, terlindung dan merasa sangat disayangi. Ia sama sekali tidak menggerakkan penisnya yang masih besar dan keras di dalam vaginaku. Ia memberiku kesempatan untuk mengatur napasku yang terengah-engah.
Setelah aku kembali "sadar" dari ledakan kenikmatan klimaks yang memabukkan tadi, aku pun mulai membalas ciumannya, memancing Heru untuk kembali memainkan lidahnya pada lidahku dan menghisap bibir dan lidahku semakin liar. Sekarang aku tidak canggung lagi bersetubuh dengan teman suamiku ini. Gairahku yang sempat menurun tampak semakin terpancing dan aku mulai kembali menggerak-gerakkan pantatku perlahan-lahan, menggesekkan penisnya pada dinding vaginaku. Respon gerakan pantatku membuatnya semakin liar dan aku semakin berani melayani gairahnya yang memang tampaknya makin liar saja.
Genjotan penisnya pada vaginaku mulai cepat, kasar dan liar. Aku benar-benar tidak menyangka bisa terangsang lagi, biasanya setelah bersetubuh dengan suamiku setelah klimax rasanya malas sekali untuk bercumbu lagi tapi kali ini Heru memberiku pengalaman baru walau sudah mengalami klimax yang maha dahsyat tadi tapi aku bisa menikmati rangsangannya lagi oleh genjotan penisnya yang semakin bernapsu, semakin cepat, semakin kasar, hingga akhirnya ledakan lendir birahiku menetes lagi bertubi-tubi dari dalam vaginaku.
Lalu Heru memintaku untuk berbalik, ooh ini gaya yang paling kusenangi "doggy style" dengan gaya nungging aku bisa merasakan seluruh alur alur batang kemaluan suamiku dan sekarang aku akan merasakan batang yang lebih besar lebih perkasa oohh..! dengan cepat aku berbalik sambil merangkak dan menungging kubuka kakiku lebar, kutatap mukanya sayu sambil memelas "..Yeess..Herr..masukin kontol gedemu dari belakang kelobang memekku.." Heru pun menatap liar dan yang ditatap adalah bokongku yang sungguh seksi dimatanya, bongkahan pantatku yang bulat keras membelah ditengah dimana bibir vaginaku sudah begitu merekah basah dibagian labia dalamku memerah mengkilat berlumuran lendir birahiku mengintip liang kenikmatanku yang sudah tidak sabar ingin melahap batang kemaluannya yang sungguh luar biasa itu.
Sambil memegang batang penisnya disodokannya ketempat yang dituju �Bleess.." ..Ooohh.. Heruu.. teruss.. Herr.. yang.. dalaam..!! mataku mendelik merasakan betapa besaar dan panjaang batang penisnya menyodok liang kenikmatanku, urat urat kemaluannya terasa sekali menggesek rongga vaginaku yang menyempit karena tertekuk tubuhku yang sedang menungging ini. Hambatan yang selalu kuhadapi dengan suamiku didalam gaya 'doggy style' ini adalah pada waktu aku masih dalam tahap 'menanjak' suamiku sudah terlalu cepat keluar, suamiku hanya bisa bertahan kurang dari dua menit.
Tetapi Heru sudah lebih dari 15 menit menggarapku dengan gaya 'doggy style' ini tanpa ada tanda tanda mengendur. Oh bukan maiin..! bagai kesurupan aku menggeleng gelengkan kepalaku, aku benar benar dalamkeadaan ekstasi, eranganku sudah berubah menjadi pekikan pekikan kenikmatan, tubuhku kuayun ayunkan maju mundur, ketika kebelakang kusentakan keras sekali menyambut sodokannya sehingga batang penis yang besaar dan panjaang itu lenyap tertelan oleh kerakusan lobang vaginaku. kenikmatanku bukan lagi pada tahap "menanjak" tapi sudah berada di awang-awang di puncak gunung kenikmatan yang tertinggi.
"Hngk.. ngghh..Heruu..akuu mau keluaar lagii.. aargghh..!!" aku melenguh panjang menyertai klimaksku yang kedua yang kubuat semakin nikmat dengan mendorong pantatku ke belakang keras sekali menancapkan penisnya yang besar sedalam-dalamnya di dalam vaginaku, sambil kukempot kempotkan vaginaku serasa ingin memeras batang kemaluannya untuk mendapatkan seluruh kenikmatan semaksimum mungkin.
Setelah mengejang beberapa detik diterjang gelombang kenikmatan, tubuhku melemas dipelukan Heru yang menindih tubuhku dari belakang. Berat memang tubuhnya, namun Heru menyadari itu dan segera menggulingkan dirinya, rebah di sisiku. Tubuhku yang telanjang bulat bermandikan keringat terbaring pasrah di ranjang, penuh dengan rasa kepuasan yang maha nikmat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya dengan suamiku.
Heru memeluk tubuhku dan mengecup pipiku, membuatku merasa semakin nyaman dan puas. "Hesty aku belum keluar sayang..! tolongin aku isepin kontolku sayaang..!" Aku benar benar terkejut aku sudah dua kali klimaks tapi Heru belum juga keluar, bukan main perkasanya. biasanya malah suamiku lebih dulu dari aku klimaksnya kadang kadang aku malah tidak bisa klimaks dengan suamiku karena suamiku suka terburu buru.
Merasa aku telah diberi kepuasan yang luar biasa darinya maka tanpa sungkan lagi kuselomot batang kemaluannya kujilat jilat buah zakarnya bahkan selangkangannya ketika kulihat Heru menggeliat geliat kenikmatan, "..Ohh yess Hes.. nikmat sekalii.. teruss hes.. lumat kontolku iseep yang daleemm.. ohh.. heestyy.. saayaangg..!!" Heru mengerang penuh semangat membuatku semakin gairah saja menyelomot batang kemaluannya yang besar, untuk makin merangsang dirinya aku merangkak dihadapannya tanpa melepaskan batang kemaluannya dari mulutku, kutunggingkan pantatku kuputar putar sambil kuhentak hentakan kebelakang, benar saja melihat gerakan erotisku Heru makin mendengus dengus bagai kuda jantan liar, dan tidak kuperkirakan yang tadinya aku hanya ingin merangsang Heru untuk bisa cepat ejakulasinya malah aku merasakan birahiku bangkit lagi vaginaku terasa berdenyut denyut clitorisku mengeras lagi.
Ohh.. beginikah multiple orgasme yang banyak dibicarakan teman temanku? Selomotanku makin beringas, batang yang besar itu yang menyumpal mulutku tak kupedulikan lagi kepalaku naik turun cepat sekali, Heru menggelinjang hebat, akhirnya kurasakan vaginaku ingin melahap kembali batang kemaluannya yang masih perkasa ini, dengan cepat aku lepas penisnya dari mulutku langsung aku merangkak ke atas tubuhnya kuraih batang kemaluannya lalu kududuki sembari ku tuju ke vaginaku yang masih lapar itu. Bleess.. aachh..aku merasakan bintang bintang di langit kembali bermunculan.
"..Ooohh..Hesty..kau sungguuh seksxyy.. masuukin kontolku..!!" Heru memujiku setinggi langit melihat begitu antutiasnya aku meladeninya bahkan bisa kukatakan baru pertama kali inilah aku begitu antusias, begitu beringas bagai kuda betina liar melayani kuda jantan yang sangat perkasa ini. "..Yess.. Heruu.. yeess.. kumasukkan kontolmu yang perkasa ini..!" kuputar-putar pinggulku dengan cepatnya sekali kali kuangkat pantatku lalu kujatuhkan dengan derass sehingga batang penis yang besar itu melesak dalaam sekali..
"..aachh.. Heestyy.. putaar.. habiisiin kontoolku.. eennakk.. sekaallii..!!" giliran Heru merintih mengerang bahkan mengejang-ngejangkan tubuhnya, tidak bisa kulukiskan betapa nikmatnya perasaanku, tubuhku terasa seringan kapas jiwaku serasa diombang ambing di dalam lautan kenikmatan yang maha luas kucurahkan seluruh tenagaku dengan memutar menggenjot bahkan menekan keras sekali pantatku, kali ini aku yang berubah menjadi ganas dan jalang, bagaikan kuda betina liar aku putar pinggulku dan bagai penari perut meliuk meliuk begitu cepat.
Batang kemaluannya kugenjot dan kupelintir habiss.. bahkan kukontraksikan otot-otot vaginaku sehingga penis yang besar itu terasa bagai dalam vacum cleaner terhisap dan terkenyot didalam liang vaginaku. Dan yang terjadi adalah benar benar membuatku bangga sekali, Heru bagai Layang-layang putus menggelinjang habis kadang mengejangkan tubuhnya sambil meremas pantatku keras sekali, sekali-kali ingin melepaskan tubuhku darinya tapi tidak kuberikan kesempatan itu bahkan kutekan lagi pantatku lebih keras, batang penisnya melesak seluruhnya bahkan rambut kemaluannya sudah menyatu dengan rambut kemaluanku, clitorisku yang lapar akan birahi sudah mengacung keras makin merah membara tergencet batang kemaluannya. Badanku sedikit kumiringkan ke belakang, buah zakarnya kuraih dan kuremas-remas, "..Ooohh.. aachh.. yeess.. Heess.. yeess..!!"Heru membelalakan matanya sama sekali tidak menyangka aku menjadi begitu beringass..begitu liaar.. menunggangi tubuhnya, lalu Heru bangkit, dengan posisi duduk ia menylomot buah dadaku... aachh tubuhku semakin panaas.. kubusungkan kedua buah dadaku. "..selomot.. pentilku.. dua. duanya.. Herr..yeess..!! ...sshh.. ...oohh..!! mataku menjadi berkunang kunang, "..Ooohh.. Hestyy.. nikmatnya bukan main posisi ini..! batang kontolku melesak dalam sekali menembus memekmu..!" Heru mendengus-dengus kurasakan batang penisnya mengembung pertanda spermanya setiap saat akan meletup, "..Ohh.. sshh..aahh.. Heruu ..keluaar.. bareeng..sayaannghh..!! jiwaku terasa berputar putar..! "..yess..Hess..aku… keluarkan diluar apa didalam..?". "..Ohh.. Heru kontoolmu.. jaangaahhn..dicabuut..keluarin.. didalaam..!!
Tiba tiba bagaikan disetrum jutaan volt kenikmatan tubuhku bergetar hebat sekalii..! dan tubuhku mengejang ketika kurasakan semburan dahsyat di dalam rahimku, "..aachh. jepiit kontoolku.. yeess.. sshh.. oohh.. nikmaatnya.. memekmu Hestyy..!!" Heru memuncratkan air maninya di dalam rongga vaginaku, terasa kental dan banyak sekali. Akupun mengelinjang hebat sampai lupa daratan "..Nggkkh.. sshh.. uugghh.. Heerru.. teekeen kontoolmu.. sampe mentookkhh.. sayaahng.. aarrgghh..!! gelombang demi gelombang kenikmatan menggulung jiwaku, ooh benar benar tak kusangka makin sering klimaks makin luar biaasaa rasa nikmatnya jiwaku serasa terbetot keluar terombang ambing dalam lautan kenikmatan yang maha luas. Kutekan kujepit kekepit seluruh tubuhnya mulai batang penisnya pantatnya pinggangnya bahkan dadanya yang kekar kupeluk erat sekali.
Seluruh tetes air maninya kuperas dari batang kemaluannya yang sedang terjepit menyatu di dalam liang vaginaku. aarrgghh.. Nikmatnya sungguh luar biaasaa!! Oohh Heru aku kuatir akan ketagihan dengan batang penismu yang maha dahsyat ini!! Akhirnya perlahan lahan kesadaranku pulih kembali, klimaks yang ketiga ini membuat tubuhku terasa lemas sekali, Heru sadar akan keterbatasan tenagaku, akhirnya ia membaringkan tubuhku di dadanya yang kekar, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, kepuasanku terasa sangat dihargainya. Tiga kali klimaks bukanlah hal yang mudah bagiku untuk mendapatkannya didalam satu kali permainan seks.
Heru telah menaklukan diriku luaar.. dalaam..!! akan kukenang kejadian ini selama hidupku. Tiba tiba Heru melihat jam lalu dengan muka sedih ia mengatakan kepadaku bahwa ia harus menemui seseorang 10 menit lagi, akupun tak kuasa menahannya, aku hanya mengangguk tak berdaya.
Sepeninggal Heru dari rumah, aku termenung sendirian di ranjang. Suatu kejadian yang sama sekali tak terpikir olehku mulai merebak dalam kesadaranku. Aku telah menikmati perbuatan seks dengan sahabat suamiku bahkan harus kuakui, aku betul betul menikmati kedahsyatan permainan seks dengan sahabat suamiku itu. Tetapi aku telah mengkhianati suamiku. Aku mulai merasakan sesuatu yang salah, sementara di lain pihak, aku sangat menikmatinya dan sangat mengharapkan Heru melakukannya lagi terhadapku.
Hati dan akal sehat terpecah dan menyeretku ke dua arah yang berlawanan. Pergumulan batin terjadi membuatku limbung. Akhirnya kuputuskan untuk mencoba melupakan Heru. Setelah beberapa minggu dalam kondisi seperti ini, hatiku makin tidak menentu, makin kucoba melupakannya makin terbayang seluruh kejadian hari itu, aku masih merasakan tubuhnya yang kekar berkeringat napasnya yang mendengus dengus terngiang sayup sayup terdengar suaranya memanggilku 'sayang'. Heru berhenti bertugas di kantor suamiku. Entah itu keinginannya sendiri atau memang ia dialih tugaskan, aku tidak tahu.
Namun hingga kini, pergumulan batin dalam diriku masih terus berlangsung. Di lain pihak aku tetap ingin mencintai suamiku, walaupun ia tak bisa memberikan apa yang telah diberikan Heru padaku. Aku masih merindukan dan menginginkan sentuhan tangan kekar Heru, dimanakah kau berada Heru..?
--
Aku sedang menyantap makan siang di sebuah cafe yang terletak di lantai dasar gedung kantorku. Hari itu aku ditemani Pak Erwan, manajer IT perusahaanku dan Lia, sekretarisku. Biasanya aku makan siang hanya dengan Lia, sekretarisku, untuk kemudian dilanjutkan dengan acara bobo siang sejenak sebelum kembali lagi ke kantor. Tetapi hari itu sebelum aku pergi, Pak Erwan ingin bertemu untuk membicarakan proyek komputerisasi, sehingga aku ajak saja dia untuk bergabung menemaniku makan siang.
Aku dan Pak Erwan berbincang-bincang mengenai proyek implementasi software dan juga tambahan hardware yang diperlukan. Memang perusahaanku sedang ingin mengganti sistem yang lama, yang sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan perusahaan yang terus berkembang. Sedangkan Lia sibuk mencatat pembicaraan kita berdua.
Sedang asyik-asyiknya menyantap steak yang kupesan, tiba-tiba HPku berbunyi. Kulihat caller idnya.. Dari Santi.
"Hallo Pak Robert. Kapan nih kesini lagi" suara merdu terdengar diseberang sana.
"Oh iya. Nanti sebentar lagi saya ke sana. Saya sedang makan siang nih. Bapak tunggu sebentar ya" jawabku.
"He.. He.. Sedang nggak bisa ngomong ya Pak" Santi menggoda.
"Betul Pak.. OK sampai ketemu sebentar lagi ya" kataku sambil menutup pembicaraan.
"Dari klien" kataku.
Aku sangat hati-hati tidak mau affairku dengan Santi tercium oleh mereka. Hal ini mengingat Pak Arief, suami Santi, adalah manajer keuangan di kantorku. Kebetulan Pak Arief ini sedang aku kirim training ke Singapore, sehingga aku bisa leluasa menikmati istrinya.
Seusai menikmati makan siang, aku berkata pada Lia bahwa aku akan langsung menuju tempat klienku. Seperti biasa, aku minta supaya aku tidak diganggu kecuali kalau ada emergency. Kamipun berpisah.. Mereka kembali ke lantai atas untuk bekerja, sedangkan aku langsung menuju tempat parkir untuk berangkat mengerjai istri orang he.. He..
Setelah kesal karena terjebak macet, sampai jugalah aku di rumah Santi. Hari sudah menjelang sore. Bayangkan saja, sudah beberapa jam aku di jalan tadi. Segera kuparkirkan Mercy silver metalik kesayanganku, dan memencet bel rumahnya. Santi sendiri yang membukakan pintu. Dia tersenyum gembira melihat kedatanganku.
"Aih.. Pak Robert kok lama sih" katanya.
"Iya.. Tadi macet total tuh.. Rumah kamu sih jauh.. Mungkin di peta juga nggak ada" candaku.
"Bisa aja Pak Robert.." jawab Santi sambil tertawa kecil.
Dia tampak cantik dengan baju "you can see" nya yang memperlihatkan lengannya yang mulus. Buah dadanya tampak semakin padat dibalik bajunya. Mungkin karena sudah beberapa hari ini aku remas dan hisap sementara suaminya aku "asingkan" di negeri tetangga.
Kamipun masuk ke dalam rumah dan aku langsung duduk di sofa ruang keluarganya. Santi menyuguhkan orange juice untuk menghilangkan dahagaku. Nikmat sekali meminum orange juice itu setelah lelah terjebak macet tadi. Dahagakupun langsung hilang, tetapi setelah melihat Santi yang cantik, dahagaku yang lainpun muncul. Aku masih bernafsu melihat Santi, meskipun telah lima hari berturut-turut aku setubuhi dia.
Kucium bibirnya sambil tanganku mengelus-elus pundaknya. Ketika aku akan membuka bajunya, dia menahanku.
"Pak.. Santi ada hadiah nih untuk bapak"
"Apaan nih?" jawabku senang.
"Ini ada teman Santi yang mau kenal sama bapak. Orangnya cantik banget."
Lalu dia bercerita kalau dia berkenalan dengan seorang wanita, Susan, saat dia sedang berolahraga di gym. Setelah mulai akrab, merekapun bercerita mengenai kehidupan seks mereka. Singkat cerita, Susan menawarkan untuk berpesta seks sambil bertukar pasangan di rumah mereka.
"Dia ingin coba ini bapak. Katanya belum pernah lihat yang sebesar punya Pak Robert" kata Santi sambil meraba-raba kemaluanku.
"Saya sih OK saja" jawabku riang.
"Oh ya.. Nanti pura-pura saja Pak Robert suamiku" kata Santi sambil pamit untuk menelpon kenalan barunya itu.
Aku dan Santi kemudian meluncur menuju rumah Susan di kawasan Kemang. Untung jalanan Jakarta sudah agak lengang. Tak lama kamipun sampai di rumahnya yang luas. Seorang satpam tampak membukakan pintu garasi. Santipun menjelaskan kalau kami sudah ada janji dengan majikannya. Susan menyambut kami dengan ramah.
"Ini perkenalkan suami saya"
Seorang laki-laki paruh baya dengan kepala agak botak memperkenalkan diri. Namanya Harry, seorang pengusaha properti yang sukses. Santipun memperkenalkan diriku pada mereka.
Aku kagum pada rumah mereka yang sangat luas. Dengan perabot-perabot yang mahal, juga koleksi lukisan-lukisan pelukis terkenal yang tergantung di dinding. Bayangkan saja betapa kayanya mereka, karena orang sekelas aku saja kagum melihat rumahnya yang sangat wah itu.
Tetapi aku lebih kagum melihat Susan. Wanita ini memang cantik sekali. Terutama kulitnya yang putih dan mulus sekali. Ibaratnya kalau dihinggapi nyamuk, si nyamuk akan jatuh tergelincir. Disamping itu bodynya tampak seksi sekali dengan buah dada yang besar dan bentuk tubuh yang padat. Sekilas mengingatkan aku pada bintang film panas di jaman tahun 80-an.. Entah siapa namanya itu.
Merekapun menyuguhkan makan malam. Kamipun bercerita basa-basi ngalor ngidul sambil menikmati hidangan yang disediakan. Ditengah makan malam itu, Santi pamit untuk ke toilet. Dengan matanya dia mengajakku untuk mengikuti dia.
"Pak, habis ini pulang aja yuk" kata Santi berbisik perlahan setelah keluar dari ruang makan.
"Kenapa?" tanyaku.
"Habisnya Santi nggak nafsu lihat Pak Harry itu. Sudah tua, botak, perutnya buncit lagi".
Aku tertawa geli dalam hati. Tetapi aku tentu saja tidak menyetujui permintaan Santi. Aku sudah ingin menikmati istri Pak Harry yang cantik sekali seperti boneka itu. Kupaksa saja Santi untuk kembali ke ruang makan.
Setelah makan, kamipun ke ruang keluarga sambil nonton video porno untuk membangkitkan gairah kami. Tak lama, seorang gadis pembantu kecil datang untuk menyuguhkan buah-buahan. Tetapi mungkin karena kaget melihat adegan di layar TV home theater itu, tanpa sengaja dia menjatuhkan gelas kristal sehingga pecah berkeping-keping. Kulihat tampak Susan melotot memarahi pembantunya itu, sedangkan si pembantu kecil itu tampak ketakutan sambil meminta maaf berkali-kali.
Adegan di TV tampak semakin hot saja. Tampak Pak Harry mulai mengerayangi tubuh Santi di sofa seberang. Sedangkan Santi tampak ogah-ogahan melayaninya.
"Sebentar Pak.. Santi mau lihat filmnya dulu"
Aku tersenyum mendengar alasan Santi ini. Sementara itu Susan minta ijin ke dapur sebentar. Akupun mencoba menikmati adegan di layar TV. Meskipun sebenarnya aku tidak perlu lihat yang seperti ini, mengingat tubuh Susan sudah sangat mengundang gairahku. Tak lama akupun merasa ingin buang air kecil, sehingga akupun pamitan ke belakang.
Setelah dari toilet, aku berjalan melintasi dapur untuk kembali ke ruang keluarga. Kulihat di dalam, Susan sedang berkacak pinggang memarahi gadis kecil pembantunya tadi.
"Ampun non.. Sri nggak sengaja" si gadis kecil memohon belas kasihan pada majikannya, Susan yang cantik itu.
"Nggak sengaja nggak sengaja. Enak saja kamu bicara ya. Itu gelas harganya lebih dari setahun gaji kamu tahu!!" bentak Susan.
"Gajimu aku potong. Biar tau rasa kamu.."
Si gadis kecil itu terdiam sambil terisak-isak. Sementara wajah Susan menampakkan kepuasan setelah mendamprat pembantunya habis-habisan. Mungkin betul kata orang, kalau wanita kurang dapat menyalurkan hasrat seksualnya, cenderung menjadi pemarah. Melihat adegan itu, aku kasihan juga melihat si gadis pembantu itu. Tetapi entah mengapa justru hasrat birahiku semakin timbul melihat Susan yang sepertinya lemah lembut dapat bersikap galak seperti itu.
"Dasar bedinde.. Verveillen!!" Susan masih terus berkacak pinggang memaki-maki pembantunya. Dengan tubuh yang putih bersih dan tinggi, kontras sekali melihat Susan berdiri di depan pembantunya yang kecil dan hitam.
"Ampun non.. Nggak akan lagi non.."
"Oh Pak Robert.." kata Susan ketika sadar aku berada di pintu dapur. Diturunkannya tangan dari pinggangnya dan beranjak ke arahku.
"Sedang sibuk ya?" godaku.
"Iya nih sedang kasih pelajaran ik punya pembantu" jawabnya sambil tersenyum manis.
"Yuk kita kembali" lanjutnya.
Kamipun kembali ke ruang keluarga. Kulihat Santi masih menonton adegan di layar sementara Pak Harry mengelus-elus pahanya. Aku dan Susanpun langsung berciuman begitu duduk di sofa. Aku melakukan "french kiss" dan Susanpun menyambut penuh gairah.
Kutelusuri lehernya yang jenjang sambil tanganku meremas buah dadanya yang membusung padat. Susanpun melenguh kenikmatan. Tangannya meremas-remas kemaluanku. Dia kemudian jongkok di depanku yang masih duduk di sofa, sambil membuka celanaku. Celana dalamku dielusnya perlahan sambil menatapku menggoda. Kemudian disibakkannya celana dalamku ke samping sehingga kemaluankupun mencuat keluar.
"Oh..my god.. Bener kata Santi.. Very big.. I like it.." katanya sambil menjilat kepala kemaluanku.
Kemudian dibukanya celana dalamku, sehingga kemaluankupun bebas tanpa ada penghalang sedikitpun di depan wajahnya. Dielus-elusnya seluruh kemaluan termasuk buah zakarku dengan tangannya yang halus. Tingkah lakunya seperti anak kecil yang baru mendapat mainan baru.
Kemaluankupun mulai dihisap mulut Susan dengan rakus. Sambil mengulum dan menjilati kemaluanku, Susan mengerang,emmhh.. emhh, seperti seseorang yang sedang memakan sesuatu yang sangat nikmat. Kuelus-elus rambutnya yang hitam dan diikat ke belakang itu.
Sambil menikmati permainan oral Susan, kulihat suaminya sedang mendapat handjob dari Santi. Tampak Santi mengocok kemaluan Pak Harry dengan cepat, dan tak lama terdengar erangan nikmat Pak Harry saat dia mencapai orgasmenya. Santipun kemudian meninggalkan Pak Harry, mungkin dia pergi ke toilet untuk membersihkan tangannya.
Sementara itu Susan masih dengan bernafsu menikmati kemaluanku yang besar. Memang kalau kubandingkan dengan kemaluan suaminya, ukurannya jauh berbeda. Apalagi setelah dia mengalami orgasme, tampak kemaluan Pak Harry sangat kecil dan tertutup oleh lemak perutnya yang buncit itu. Tak heran bila istrinya sangat menikmati kemaluanku.
Tak lama Santipun kembali muncul di ruang itu, dan menghampiriku. Susan masih berjongkok di depanku sambil mempermainkan lidahnya di batang kemaluanku. Santi duduk di sampingku dan mulai menciumiku. Dibukanya bajuku dan puting dadakupun dihisapnya. Nikmat sekali rasanya dihisap oleh dua wanita cantik istri orang ini. Seorang di atas yang lainnya di bawah. Sementara Pak Harry tampak menikmati pemandangan ini sambil berusaha membangkitkan kembali senjatanya yang sudah loyo.
Kuangkat baju Santi dan juga BHnya, sehingga buah dadanya menantang di depan wajahku. Langsung kuhisap dan kujilati putingnya. Sementara tanganku yang satu meremas buah dadanya yang lain. Sementara Susan masih mengulum dan menjilati kemaluanku.
Setelah puas bermain dengan kemaluanku, Susan kemudian berdiri. Dia kemudian melepaskan pakaiannya hingga hanya kalung berlian dan hak tingginya saja yang masih melekat di tubuhnya. Buah dadanya besar dan padat menjulang, dengan puting yang kecil berwarna merah muda. Aku terkagum dibuatnya, sehingga kuhentikan kegiatanku menghisapi buah dada Santi. Susan kemudian menghampiriku dan kamipun berciuman kembali dengan bergairah.
"Ayo isap susu ik " pintanya sambil menyorongkan buah dada sebelah kanannya ke mulutku. Tak perlu dikomando lagi langsung kuterkam buah dadanya yang kenyal itu. Kuremas, kuhisap dan kujilati sepuasnya. Susanpun mengerang kenikmatan.
Setelah itu, dia kembali berdiri dan kemudian berbalik membelakangiku. Diapun jongkok sambil mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang berambut tipis itu. Kamipun bersetubuh dengan tubuhnya duduk di atas kemaluanku menghadap suaminya yang masih berusaha membangunkan perkakasnya kembali. Kutarik tubuhnya agak kebelakang sehingga aku dapat menciumi kembali bibirnya dan wajahnya yang cantik itu.
"Eh.. Eh.. Eh.." dengus Susan setiap kali aku menyodokkan kemaluanku ke dalam vaginanya. Aku terus menyetubuhinya sambil meremas-remas buah dadanya dan sesekali menjilati dan menciumi pundaknya yang mulus.
Sementara itu Santi bersimpuh di ujung sofa sambil meraba-raba buah zakarku, sementara aku sedang menyetubuhi Susan. Terkadang dikeluarkannya kemaluanku dari vagina Susan untuk kemudian dikulumnya. Setelah itu Santi memasukkan kembali kemaluanku ke dalam liang surga Susan.
Setelah beberapa menit, aku berdiri dan kuminta Susan untuk menungging di sofa. Aku ingin menggenjot dia dari belakang. Kusetubuhi dia "doggy-style" sampai kalung berlian dan buah dadanya yang besar bergoyang-goyang menggemaskan. Kadang kukeluarkan kemaluanku dan kusodorkan ke mulut Santi yang dengan lahap menjilati dan mengulumnya. Benar-benar nikmat rasanya menyetubuhi dua wanita cantik ini.
"Ahh.. Yes.. Yes.. Aha.. Aha.. That's right.. Aha.. Aha.." begitu erangan Susan menahan rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Hal itu menambah suasana erotis di ruangan itu.
Sementara Pak Harry rupanya telah berhasil membangunkan senjatanya. Dihampirinya Santi dan ditariknya menuju sofa yang lain di ruangan itu. Santipun mau tak mau mengikuti kemauannya. Memang sudah perjanjian bahwa aku bisa menikmati istrinya sedangkan Pak Harry bisa menikmati "istriku".
Sementara itu, aku masih menggenjot Susan secara doggy-style. Sesekali kuremas buah dadanya yang berayun-ayun akibat dorongan tubuhku. Kulihat Pak Harry tampak bernafsu sekali menyetubuhi Santi dengan gaya missionary. Tak beberapa lama kudengar erangan Pak Harry. Rupanya dia sudah mencapai orgasme yang kedua kalinya.
Santipun tampak kembali pergi meninggalkan ruangan. Sementara aku masih menyetubuhi Susan dari belakang sambil berkacak pinggang. Setelah itu kubalikkan badannya dan kusetubuhi dia lagi, kali ini dari depan. Sesekali kuciumi wajah dan buah dadanya, sambil terus kugenjot vaginanya yang sempit itu.
"Ohh.. Aha.. Aha.. Ohh god.. I love your big cock.." Susan terus meracau kenikmatan.
Tak lamapun tubuhnya mengejang dan dia menjerit melepaskan segala beban birahinya. Akupun sudah hampir orgasme. Aku berdiri di depannya dan kusuruh dia menghisap kemaluanku kembali. Sementara, aku lirik ke arah Pak Harry, dia sedang memperhatikan istrinya mengulumi kemaluanku. Kuremas rambut Susan dengan tangan kiriku, dan aku berkacak pinggang dengan tangan kananku.
Tak lama akupun menyemburkan cairan ejakulasiku ke mulut Susan. Diapun menelan spermaku itu, walaupun sebagian menetes mengenai kalung berliannya. Diapun menjilati bersih kemaluanku.
"Thanks Robert.. I really enjoyed it" katanya sambil membersihkan bekas spermaku di dadanya.
"No problem Susan.. I enjoyed it too.. Very much" balasku.
Setelah itu, kamipun kembali mengobrol beberapa saat sambil menikmati desert yang disediakan. Kamipun berjanji untuk melakukannya lagi dalam waktu dekat.
Dalam perjalanan pulang, Santi tampak kesal. Dia diam saja di dalam mobil. Akupun tidak begitu menghiraukannya karena aku sangat puas dengan pengalamanku tadi. Akupun bersenandung kecil mengikuti alunan suara Al Jarreau di tape mobilku.
"We're in this love together.."
"Kenapa sih sayang?" tanyaku ketika kami telah sampai di depan rumahnya.
"Pokoknya Santi nggak mau lagi deh" katanya.
"Habis Santi nggak suka sama Pak Harry. Udah gitu mainnya cepet banget. Santi nanggung nih."
Akupun tertawa geli mendengarnya.
"Kok ketawa sih Pak Robert.. Ayo.. Tolongin Santi dong.. Santi belum puas.. Tadi Santi horny banget lihat bapak sama Susan make love" rengeknya.
"Wah sudah malam nih.. Besok aja ya.. Lagian saya ada janji sama orang".
"Ah.. Pak Robert jahat.." kata Santi merengut manja.
"Besok khan masih ada sayang" hiburku.
"Tapi janji besok datang ya.." rengeknya lagi saat keluar dari mobilku.
"OK so pasti deh.. Bye"
Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa-siapa lagi malam itu. Hanya saja aku segan memakai Santi setelah dia disetubuhi Pak Harry tadi. Setidak-tidaknya dia harus bersih-bersih dulu.. He.. He.. Mungkin besok pagi saja aku akan menikmatinya kembali, karena Pak Arief toh masih beberapa hari lagi di luar negeri.
Kukebut mobilku mengarungi jalan tol di dalam kota. Semoga saja aku masih dapat melihat film bagus tayangan HBO di TV nanti.
--
Aku kini benar-benar terbangun setelah mendengar dengkuran Mas Har beberapa lamanya. Kuperhatikan dada dan perutnya yang padat lemak itu naik-turun seirama dengan suara dengkur yang makin menjengkelkanku. Aku turun dari ranjang dan berjalan menuju cermin besar di kamar tidur kami. Kupandangi dan kukagumi sendiri tubuh telanjangku yang masih langsing dan cukup kencang di usiaku yang tigapuluhan. Kulitku masih cukup mulus dan putih, payudaraku tetap bulat dan kenyal, pas benar dengan bra 37B warna pink favoritku saat kuliah. Dan wajahku masih halus, semua terawat oleh kosmetik yang aku dapatkan dari uang Mas Har.
Ah, aku masih sangat menarik. Tentu saja, tanda-tanda ketuaan tak bisa dihindari, namun tubuhku belum pernah melar karena hamil, apalagi melahirkan. Aku masih ingin meniti karierku, aku ini wanita yang menikmati kekuasaan. Dan menikah dengan Mas Har membuka lebar-lebar kesempatan untuk meraih ambisi itu. Kualihkan pandangan pada sosok lelaki tambun di ranjangku. Mas Har yang dulu tampil sangat jantan, bisa sangat berubah dalam waktu 12 tahun. Rambut halus di dada dan perutnya dulu yang selalu membuatku bergairah bila dipeluknya, kini tumbuh makin lebat dan liar, sedangkan Mas Har tidak pernah mau mencukurnya. Perutnya yang kokoh dulu kini ditutupi oleh selimut lemak yang sangat tebal. Memang otot dada dan tangannya yang kekar masih bertahan. Namun kalau aku bercinta dengan Mas har sekarang, rasanya aku sedang ditiduri oleh seekor gorilla. Memuakkan.
Meski begitu, hasratku akhir-akhir ini makin tak tertahankan. Seringkali, akulah yang meminta duluan ke Mas Har untuk memuaskan nafsuku. Namun gara-gara stamina Mas Har yang loyo di usianya yang setengah abad lebih, aku hampir pasti tidak terpuaskan dan kebanyakan aku sendiri yang menyelesaikan "tugas" Mas Har. Sama seperti yang terjadi sore ini, tinggal sebentar lagi aku merasakan orgasme, tiba-tiba Mas Har keluar, dan dengan napas tersengal-sengal ia membelai-belai tubuhku kemudian tertidur lelap di sampingku. Lagi-lagi harus jari-jariku sendiri yang memuaskanku. Aku sudah tak tahan. Aku tidak peduli lagi pada nilai dan norma yang berlaku bagiku sebagai perempuan. Kubulatkan tekadku, kemudian aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dari bekas cumbuan suamiku yang memuakkan.
Selesai sarapan Mas Har pamit padaku dan mengatakan betapa menyesalnya dia harus meninggalkanku akhir pekan ini ke Singapura, demi kepentingan lobby perusahaannya. Mas Har memang pernah menawarkan padaku untuk pergi bersamanya, tapi aku menolak dengan alasan aku lelah dengan pekerjaan kantorku dan sedang tidak ingin pergi begitu jauh hanya untuk berbelanja. Dan kesempatan ini akan aku gunakan sebaik-baiknya. Sore ini aku akan punya kegiatan yang lebih menarik dari sekedar berbelanja, di Singapura sekalipun. Supir kami mengantar Mas Har pergi dan 30 menit kemudian aku pergi menuju kantor membawa sedanku sendiri.
Setelah makan siang aku kembali ke kantor dan menyelesaikan sebagian pekerjaanku hari itu dan dua jam sebelum waktu pulang, aku menyerahkan sisa pekerjaan itu ke bawahanku. Mereka tidak terlalu senang dengan tugas mendadak itu, tapi nampaknya mereka sudah terbiasa dengan perangaiku. Mereka paham bahwa aku tidak ingin menjadi lelah, karena sepulang kerja nanti aku akan pergi bersama teman-temanku, eksekutif wanita muda yang lain. Hanya saja mereka tidak tahu kalau hari itu, aku sudah membatalkan acara jalan-jalan kami.
Kukemudikan sedanku ke arah rumahku, namun kemudian berbelok menuju tempat lain. Sekitar 15 menit kemudian aku berhenti di samping sebuah lapangan basket di dalam suatu perumahan. Di sana sejumlah remaja SMU sedang bermain. Aku turun dari mobilku dan duduk di samping lapangan tempat tas-tas mereka diletakkan, lalu menyaksikan permainan mereka. Salah satu dari mereka, mengenakan kostum basket warna merah, yang kemudian melihatku, tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku membalas dengan cara serupa. Dia adalah Angga, anak salah satu bawahanku yang sedang kutugaskan pergi ke luar kota selama beberapa hari. Hubunganku dengan keluarga mereka cukup akrab untuk mengetahui bahwa Angga mengikuti latihan basket dua kali seminggu di sana.
Sepuluh menit kemudian permainan berakhir dan sejumlah remaja itu menuju ke tas mereka, yaitu ke arahku. Aku berjalan menuju Angga membawa sebotol minuman yang sudah kusiapkan pagi tadi.
"Ang, minum dulu nih. Ternyata tadi di mobil Tante masih ada sebotol", tawarku.
"Oh iya, Tante, makasih!", jawabnya tersengal.
Nampaknya ia masih kelelahan. Angga mengambil botol dari tanganku dan segera menghabiskan isinya. Kami berjalan menuju tasnya. Dan ia mengeluarkan handuk untuk menyeka keringatnya. Aku mengintip sebentar ke dalam tasnya dan bersyukur aku memberikan botol minumanku kepada Angga sebelum ia sempat mengambil minuman bekalnya sendiri.
Sebagai pemain basket, Angga cukup tinggi. Dari tinggi badanku yang 168 cm kuperkirakan kalau tinggi Angga sekitar 180-an cm. Bisa kuperhatikan tangan Angga cukup kekar untuk anak seusianya, sepertinya olahraga basket benar-benar melatih fisiknya. Figur badannya menunjukkan potensinya sebagai atlet basket. Aku beralih ke wajahnya yang masih nampak imut walau basah oleh keringat. Dengan kulit yang kuning, wajahnya benar-benar manis. Aku tersenyum.
Setelah menyeka wajahnya, Angga memperhatikanku sebentar dan berkata, "Tante Nia dari kantor? Kok pake ke sini?"
"Nggak, males aja mau ke rumah, enggak ada temannya sih. Om Harry lagi ke Singapura. Jadi tante jalan-jalan.. terus ternyata lewat deket-deket sini, sekalian aja mampir.." ujarku setengah merajuk.
Ia beralih sebentar untuk ngobrol dan bercanda dengan temannya.
"Sama dong Tante, Angga lagi males nih di rumah, nggak ada orang sih!"
"Nggak ada orang? Ibu sama adik kamu ke mana?"
"Nginep di rumah nenek, besok sore pulang. Aku disuruh jaga rumah sendirian". Angga menaruh handuknya dan duduk di sampingku.
"Oh, kebetulan banget ya.." kata-kata itu tiba-tiba terlepas dari mulutku.
Yang dikatakan Angga benar-benar di luar dugaanku, tapi justru membuat keadaan jadi lebih baik. Aku tidak perlu bersusah payah untuk mencari tempat ber..
"Kenapa, Tante? Kebetulan gimana?"
"Iya, kebetulan aja kita sama-sama cari teman.." Angga tersenyum.
"Sebenarnya.. Ehh.. Tante ada perlu sih ke rumahmu. Ada file laporan penting yang harus diambil segera, padahal papa kamu masih di luar kota. Kira-kira bisa nggak ya, tante ke rumahmu ngambil file itu? Tante sudah bilang kok sama Papa kamu, katanya tante disuruh ngambil aja di rumah.."
"Oh, nggak apa-apa kok. Cuma mungkin agak lama ya, Tante. Soalnya aku musti cari-cari kunci cadangannya lemari papa. Biasanya selalu dikunci sih, kalau pergi-pergi. "
"Nggak masalah, Tante nggak buru-buru. Kita pergi sekarang?".
Angga mengangguk lalu kami berjalan menuju mobilku. Angga melambaikan tangan pada teman-temannya dan meneriakkan kata-kata perpisahan. Kuperhatikan teman-teman Angga saling berbisik dan tertawa-tawa kecil melihat kami pergi.
"Di rumah benar-benar nggak ada orang yah, Ang?"
"Cuma aku doang, Tante. Untungnya sih Mama ngasih uang lumayan buat cari makan."
"Aduh.. Kaciann.." kataku manja. "Tapi biasanya seumuran kamu pasti ada pacar yang nemenin kemana-mana kan.."
Angga menoleh dan tersenyum padaku. "Wah, Angga nggak punya Tante. Belum ada yang mau!"
"Ah, masa? Cowok keren kaya kamu gini loh!" Kutepuk pelan lengannya, mencoba merasakan sejenak kekokohannya. "Kalau Tante sih, sudah dari dulu Angga tante sabet!"
Angga hanya tertawa ramah, ia sudah biasa dengan gaya bercandaku yang agak genit itu. Padahal sebenarnya, sosok Angga benar-benar sudah mempesonaku saat ia diperkenalkan padaku dan Mas Har setahun yang lalu.
Perjalanan ke rumah Angga memakan waktu sekitar 30 menit karena jalanan sudah penuh oleh mobil-mobil orang lain yang menuju rumah masing-masing. Dalam perjalanan aku tetap memperhatikan Angga. Aku ingin tahu apakah minuman yang tadi Angga minum sudah menunjukkan reaksinya. Biasanya aku menggunakan obat itu untuk memancing nafsu Mas Har dan mempertahankan staminanya. Aku mungkin sudah gila.. Mencoba untuk tidur dengan bocah SMU anak pegawaiku sendiri.. Tapi biarlah.. Gelegak di diriku sudah tak mampu lagi aku bendung.
Tadi pagi aku memberikan dosis ekstra pada minuman yang kuberikan pada Angga, dan sekarang aku penasaran akan efeknya pada tubuh muda Angga. Bisa kulihat sekarang napas Angga mulai naik-turun lagi setelah sempat tenang duduk dalam mobil. Duduknya juga nampak sedikit gelisah. Aku menepi. Kami sudah sampai.
Ia membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku duduk nyaman di sofa ruang tamu dan ia menuju dapur untuk menyiapkan segelas minuman buatku. Rumah Angga tidak besar, sekedar cukup untuk tinggal empat orang. Sekali lagi aku menanyakan pada diriku sendiri, apakah aku ingin melakukan hal ini.. Dan sedetik kemudian aku menjawab: aku memang benar-benar menginginkannya..
Kutanggalkan jas dan blazerku, menyisakan sebuah tank-top putih untuk melekat di bagian atas tubuhku. Tadi pagi aku sudah mematut diri di kaca dengan tank-top ini. Sebenarnya ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuranku, hingga cukup ketat untuk memperlihatkan dengan jelas bentuk payudaraku, bahkan puting susuku. Aku tersenyum geli ketika meihat diriku di cermin pagi itu. Rok miniku kutarik sedikit lebih tinggi, dan kusilangkan kakiku sedemikian rupa hingga Angga yang nanti kembali dari dapur akan memperhatikan pahaku yang mulus.
Angga keluar beberapa menit kemudian membawakan segelas sirup dengan batu es. Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan langkahnya menuju meja di depanku.
"Panas banget, Ang. Makanya Tante copot blazernya", kataku setengah mengeluh.
"Iya, memang di sini nggak ada AC seperti di rumah Tante".
Suara Angga sedikit terbata, nafasnya naik-turun, dan mencoba tersenyum. Kulihat Angga juga berkeringat, tapi aku tahu hal itu bukan hanya karena panas yang ada di ruang tamu ini. Aku mengambil gelas yang dingin itu dan menggosokkannya pada bagian bawah leherku yang berkeringat. Segar sekali..
"Ahh.. Seger baget Ang. "
Angga menelan ludahnya. Kuminum sedikit sirup itu.
"Uhh.. Top banget. Enak, Ang", ujarku setengah mendesah.
"Hmm.. Tante.. Angga.. Angga cari kunci lemarinya papa dulu ya.." kata Angga. Anak ini pemalu juga, kataku dalam hati. "Oh, iya deh, Tante tunggu. " Angga kemudian bergegas menuju satu lemari besar di samping sofa dan mulai membuka laci-lacinya.
Aku bersabar sedikit lebih lama. Aku tahu dari tingkah laku Angga yang makin gelisah, kalau obat itu sebentar lagi akan benar-benar memberi efek. Setelah 10 menit mencari dan belum menemukan kuci itu. Aku berjalan ke arah Angga yang masih membungkuk, mencari kunci itu di salah satu laci.
"Ang.. Apa nggak lebih baik.."
Angga lalu berdiri dan membalikkan badannya menghadapku. Aku tahu dia sempat mencuri pandang ke arah dadaku sebelum melihat wajahku. Ia menelan ludahnya. Aku mendekat padanya hingga jika aku melangkah sekali lagi tubuhku akan langsung bersentuhan dengannya. Angga mencoba mundur, tapi lemari besar itu menghalanginya.
"Kenapa..? Tante..?", nafasnya terasa menyentuh dahiku.
Aku mendongak sedikit, menatap wajahnya.
"Lebih baik kamu.."
Tanganku meraba otot bisepnya, padat..
"Mandi dulu.."
Tanganku yang satu menyentuh tepi bawah kostum basketnya..
"Terus ganti baju.."
Kedua tanganku mulai mengangkat kausnya..
"Kan, kamu keringetan gini.."
Tanganku setengah meraba otot-otot perutnya yang keras sambil terus membawa kausnya ke atas..
"Nanti.. Kuncinya.. Dicari lagi.."
Dadanya cukup kokoh, dan terasa sekali paru-parunya mengembang dan mengempis semakin cepat, jantungnya berdegup kencang.. Wajahku terasa panas, jantungku ikut berdetak cepat. Angga mengangkat lengannya dan berkata, "Ya Tante.."
Tapi suara Angga lebih mirip desahan berat. Kuangkat lagi kausnya ke atas dan Angga dengan cepat meneruskan pekerjaanku dan kemudian melemparkan kausnya ke samping. Angga sekarang bertelanjang dada, dengan celana selutut masih dikenakannya. Aku merapatkan badanku padanya namun tiba-tiba aku berhenti setelah merasakan sesuatu mengenai perutku. Aku mundur sedikit dan melihat ke arah dari mana sentuhan di perutku berasal.
"Oh..!", bisikku sedikit terkejut.
Dari dalam celananya terlihat tonjolan yang cukup panjang dan besar. Penis Angga.. Siluetnya terlihat jelas dari celana basketnya yang longgar. Aku melihat wajah Angga. Ia juga melihat tonjolan di celananya itu, sedikit terkejut, kemudian melihatku. Napasnya menderu.
"Eh, maaf tante.. aku.. Nggak pernah.. Pake.."
"Celana dalam? Nggak.. Pernah..?" potongku.
Ia hanya menggeleng dan kembali menatapku.
Aku tersenyum. "Nggak apa-apa.. Lebih baik gitu.."
Wajah imutnya memperlihatkan keterkejutan. Tapi aku segera kembali merapatkan tubuhku dan maju lebih berani. Kucengkram batang kemaluannya dari luar celananya. Angga napak semakin terkejut dan badannya berguncang sedikit. Kemudian semua berjalan menuruti nafsu kami yang bergelora.
Angga memelukku, membawa bibirku rapat ke bibirnya dan melakukan ciuman paling bernafsu yang pernah aku terima dalam satu dekade ini. Lidahnya bergelut liar dengan lidahku, bibirku digigitnya pelan.. Kupegang kepalanya dan kurapatkan terus dengan wajahku. Kuacak-acak rambutnya seakan aku ingin seluruh tubuhnya masuk ke dalam ragaku.
Angga mencoba menyudahi ciuman itu. Aku khawatir ia akan menolak untuk bertindak lebih jauh, hingga aku tidak membiarkannya. Tapi aku sudah sulit mengatur napasku, dan akhirnya kulepaskan wajahnya. Aku tersengal, mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya. Ternyata Angga sama sekali tidak berhenti. Saat aku ditaklukkan nafsu saat berciuman tadi, Angga sudah berhasil melepaskan tank-topku tanpa sedikitpun aku menyadarinya. Tank-top itu kini berada di bawah kakiku. Dan kini Angga mulai menghisap dan menjilati leherku dengan buas.
"Ohh.. Anngghh.." ini dia yang selama ini kudambakan, gairah dan energi yang begitu meluap..
Lidah Angga bergerak lagi ke bawah.. Membasahi belahan dadaku.. Berputar sebentar di sekitar puting kiriku, memberikan sensasi geli yang nikmat.. Kemudian Angga melahap payudaraku.
"Ouuhh.. Kamu.. Ahh.. Kurang ajar yahh.. Hmmpphh.. Terusin Anngg.. Ahh.. Mmmhh.."
Bocah ini.. Benar-benar bernafsu.. Ia lalu melakukan hal sama pada payudaraku yang sebelah kanan dan segera membawaku ke ambang orgasme.. Aku merasakannya.. Sedikit lagi.. Tapi ia tiba-tiba berhenti, membuatku melihat ke bawah, ingin tahu apa yang terjadi. Ia berlutut, dan mencoba melepaskan rok miniku. Tanganku bergerak cepat membantu Angga dan dua detik kemudian rok itu sudah jatuh ke lantai. Aku mencoba melepaskan pula celana dalamku, namun Angga lebih cepat.. Ia merobeknya.. Sejurus kemudian lidahnya beraksi lagi.. Dalam liang kewanitaanku..
"Anggahh.. Kamuhh.. Nggak sopann.."
Kumajukan pinggulku, rasanya aku ingin membenamkan seluruh wajah Angga ke dalam vaginaku.. Lidah Angga yang tak terlatih, membuatku harus membantunya menyentuh daerah yang tepat dengan menggerakkan kepala bocah itu.
"Uuuhh.. Di sini Anngghh.. Ohh.. Yeeaahh..!!"
Angga terus bergerilya dalam gua-ku hingga aku merasakan gelombang kenikmatan yang hebat.
"Angghh.. Tante.. Mau.. Aaahh!!"
Tubuhku menggeliat seiring dengan orgasme yang melandaku. Angga dengan liar menjilati cairan-ku sampai tetes yang terakhir. Kakiku terasa lemas.. Pelan-pelan aku terduduk.. Dan kemudian berbaring di lantai.. Merasakan sisa-sisa kenikmatan yang telah Angga berikan sambil terengah-engah..
Aku melihat ke arah Angga. Ia juga sedang terengah-engah. Badannya berdiri kokoh di hadapanku. Badan kekarnya yang berkeringat, berkilat oleh pantulan matahari sore yang menerobos jendela kamar. Dan.. Tak ada lagi celana basket yang melekat di badan itu. Pistolnya.. Mengacung tegak ke arahku. Batangnya begitu besar.. Pasti lebih dari 20 cm, dan tebal. Rambut tipis dari kemaluannya berlanjut ke atas menuju pusarnya. Oh.. Begitu muda dan gagah..
"Tante.. Aku.."
"Giliran Tante, Ang!"
Aku berdiri, menghimpit tubuhnya dan menjilati badan remaja itu. Tangannya yang kuat mengelus mendekapku sambil mengusap punggungku. Saat kugigit-gigit putingnya, Angga mendesah perlahan dan rambutku diacaknya. Tanganku dengan mudah mendapati penisnya, kemudian kukocok pelan. Sementara itu lidahku mengembara di otot-otot perut Angga.
Kini aku sampai pada pusarnya. Lidahku terus bergerak turun dan kulahap pucuk batang kejantanan Angga. Angga menggeram. Kukulum batangnya dan aku puas mendengar Angga terus mendesah.
"Ooohh.. Tante.. Ahh.."
Kucoba untuk menelan lebih dalam, tapi ukuran penis Angga terlalu besar. Sudah saatnya..
"Ayo Ang, biar tante ajarin caranya jadi lelaki.."
Kuajak dia berbaring di lantai, lalu pelan-pelan aku duduk di perutnya sambil memasukkan pistol Angga ke 'sarung'-nya, memastikan agar aku mendapatkan kenikmatan yang aku mau.
"Aaahh.. Angga.. Punya kamuhh.. Besaarr.. Uuhh.."
Aku membelai dadanya, dan mulai bergerak naik-turun. Angga melenguh dan memejamkan mata, meresapi setiap gerakan yang kubuat.
"Uuuhh.. Eegghh.. Aduhh.. Nggak pernah.. Angga.. Ngerasain.. Enak kaya ginihh.."
Setelah mulai terbiasa dengan ritmeku, Angga membuka matanya. Tangannya memegang kedua payudaraku yang naik turun.
"Tante Nia.. Oohh.. Seksi banget.. Ahh.."
Ia memerasnya.. Dan terasa sangat nikmat.. Kini aku yang menghayati permainan Angga. Tapi aku segera tersadar, kali ini AKU yang akan memuaskan Angga.
Aku mempercepat gerakanku, sambil sesekali memutar-mutar pinggulku.
"Ohh.. Tante.. Terusiinn.. Enaakk.. Aahh.. Mmmhh.."
Tangannya beralih ke pantatku, mencoba ikut mengatur ritmeku. Kuberikan apa yang Angga minta, kujepit batangnya dan aku semakin bergoyang menggila.
"Gini kan.. Mau kamu, Angghh.. Ehh.."
"Uhh.. Yaa.. Ohh.. Aaagghh.. Kenceng bangett.. Ayo tante.."
Aku bagai lupa daratan, kenikmatan yang kurasa benar-benar membius, dan sebentar lagi.. Tinggal sebentar..
"Tantee.. Oooaagghh!! Oh, yeaahh!!"
"Annggaa.. Aaagghh.. Ohh.. Ohh.."
Aku merasakan kenikmatan paling dahsyat dalam hidupku, bersamaan dengan ejakulasi Angga. Kami berpelukan, berguling sementara Angga masih meneruskan tikaman penisnya dalam vaginaku, membawaku semakin jauh dari dunia ini..
"Ohh.. Anggaa.. Ohh.. Kamu.. Udahh.. Bukan perjaka.. Lagi.. Ahh.."
Ia menciumiku, memanjakan payudaraku, membelai-belai rambutku..
Dengan napas yang tersengal-sengal Angga berbisik di telingaku,
"Duhh.. Nggak nyangkah.. Tante.. Nakal banget.. Ahh.. Tapi Angga.. Suka.. Dinakalin.. Tante.. Ehh.. Kontol Angga masih ngaceng nihh.. ehh.. Mau Tante apain lagi..?"
--
Bagi pembaca yang telah mengikuti kisahku di "Sensasi Membawa Nikmat", tentunya sudah tahu latar belakangku. Dan bagi pembaca yang belum kusarankan untuk membaca dahulu.
*****
Setelah peristiwa bersama Rico, hubunganku dengan Risa makin membaik secara kualitas, namun secara kuantitas aku agak jarang bertemu dengan Risa karena aku harus bekerja dan melanjutkan studi di luar kota. Sehingga paling dua minggu atau tiga minggu sekali aku bertemu dengannya.
Perihal dengan Rico aku tak cemburu lagi dengannya, apalagi aku sudah dikenalkan juga dengan pacarnya Rico. Findi namanya. Anaknya lumayan cantik, badannya juga seksi meski teteknya tak sebesar Risa, pacarku. Kutaksir ukuran BHnya sekitar 34B.
Kisahku ini terjadi ketika aku pulang ke kota K, untuk menengok Risa. Kangenku padanya sudah nggak ketulungan, harusnya aku pulang 2 minggu lagi, tapi aku pulang seminggu lebih awal, karena udah tak tahan kangen. Sengaja Risa tak kuberi kabar untuk memberikan kejutan kepadanya, karena saat kutelepon katanya ia kangen sekali denganku.
Pagi-pagi benar aku sudah sampai di kota K, setelah melepas lelah aku meluncur naik taksi ke dekat rumah Risa. Dari wartel yang berjarak 500 m, kutelepon ke rumahnya.
"Pagi, Risanya ada?"
"O.. Risanya pergi baru dua menit yang lalu" Ibunya Risa yang mengangkat telephone.
"Kemana ya Bu?"
"Aduh kurang tahu ya.. Katanya mau bimbingan skripsi atau apa gitu?"
"Ya udah Bu, makasih"
Begitu kuletakkan telepon, kulihat mobil Risa melintas di depanku, entah kenapa aku tak terlintas dalam benakku untuk mengikutnya. Kulihat Risa berdandan sangat cantik dan sexy, mungkin itu juga yang membuatku curiga karena selama ini setiap ia bimbingan, dandanannya biasa-biasa saja. Akhirnya kuminta sopir taksi untuk mengikuti mobil Risa.
Setelah berjalan 3 km, tiba-tiba mobil berhenti, kemudian pintu dibuka, kulihat cowok yang sangat kukenali wajahnya, Rico teman sekampus Risa, sesaat mereka ngobrol kemudian Rico masuk ke mobil melalui sebelah kanan. Ternyata mereka ganti stir, Rico yang memegang stir kemudian Risa duduk si sebelahnya.
Beberapa saat mobil berjalan Risa menoleh ke belakang, aku terkejut langsung kutundukkan badanku agar ia tak mengenaliku. Saat ku munculkan lagi wajahku betapa terkejutnya aku ketika Risa ternyata mencium pipi Rico, kemudian ia menggelayut mesra di bahu Rico sambil Rico terus menyetir. Hampir saja kuminta sopir taksi untuk menghentikan mobil mereka, namun naluriku berkata lain aku harus ikuti kemana mereka pergi.
Mobil Risa terus meluncur melewati batas kota K melewati kota U arah menuju areal wisata di kota B. Tiba-tiba badanku merinding, keringat dingin membasahi tubuhku, jangan-jangan mereka benar ke kota B, tempat aku dan Risa biasa memadu asmara. Sejenak aku diam menenangkan diri, tiba-tiba kulihat Hpku, aku ada ide coba telp HP Risa, toh ia tidak tahu kalo aku lagi pulang ke kota K.
"Hallo Sayang, lagi ngapain?"
"Eh Ryan, kupikir siapa kok nggak ada nomornya?" jawab Risa santai
"Oh iya aku pakai private number, sori belum kuganti. Lagi dimana nih?"
"Ini Ryan mau ke tempatnya Bu Ani, konsultasi skripsi"
"Emang rumahnya di mana?"
"E.. Di jl. KS.." Kudengar Risa agak gugup, ia menjawab sekenanya. Padahal setahuku Bu Ani itu rumahnya di Jl. RHT.
"Ya udah, ati-ati ya.."
"Ok Ryan Bye, cup ah.." Gila kupikir Si Risa, dia bohongi aku tapi masih juga sempat bersikap mesra.
Dengan jawaban tadi aku yakin betul kalo Risa dan Rico sedang menuju ke tempat wisata di kota B. Terbayang di wajahku pergumulan yang pernah aku lakukan bersama Rico dan Risa, ada gairah, ada cemburu yang membara. Tapi kenapa mereka lakukan ini? Kenapa Risa menghianatiku? Kenapa Rico menyalahgunakan kepercayaanku? Bukankah kuajak dia ikut bergabung pada permainan dulu itu agar tak ada cemburu diantara kita? Kenapa mereka melakukan ini tanpa seijinku bahkan berbohong kepadaku? Sejuta pertanyaan terus melintas di kepalaku.
Aku menyalahkan diriku sendiri kenapa kuajak Rico waktu itu? Ah semuanya sudah telanjur, aku nggak bisa membayangkan lagi apa yang mereka perbuat selama ini ketika aku di luar kota. Dengan dalih skripsi mereka bebas melakukan apa saja.
Di sela-sela kegundahanku tiba-tiba kuingat Findi, pacar Rico. Sedang apa kira-kira dia? Tahukah ia kalo Rico selingkuh dengan Risa. Tiba-tiba ada gairah dalam diriku untuk menikmati tubuh Findi, kubayangkan bodynya, putihnya dan pantatnya yang aduhai. Kulihat Hpku kucoba cari nomornya, ah bersyukur aku ternyata aku masih menyimpan nomornya.
"Hallo Findi?"
"Iya.. Siapa nih?"Suaranya merdu dan manja sekali.
"Ini Ryan.."
"Oh Bang Ryan. Gimana kabarnya Bang?" sapanya sangat lembut dan ramah.
"Baik.. Findi sendiri gimana? Baik juga kan?"
"Iya Bang"
"Lagi dimana nih Fin"
"Di tempat temen Bang, di U"
"Lho nggak pacaran, kan hari sabtu?"
"Aduh Bang, Rico lagi sibuk sekali akhir-akhir ini ngerjain skripsi, jangankan pacaran telp aja aku takut ganggu.. Lho bukannya Rico lagi ke dosen ama Mbak Risa? Abang di K kan? Belum ketemu Mbak Risa?" tanyanya seperti memberondong.
"Oh ya tho.. Belum tuh Riss.. Eh kamu di kota U ya? Aku juga di U nih.. Gimana kalo kita ketemu, itung-itung ngilangin kangen sebagai sesama ditinggal pacar sibuk skripsi.. He.. He.." kucoba sambil bercanda sekaligus menghilangkan rasa cemburuku pada Risa dan Rico.
"Ah Abang bisa aja.. Tapi boleh juga Bang, soalnya temenku juga mau pergi bentar lagi"
"Ya udah kujemput kamu ya.." Setelah Findi memberikan alamat temennya lalu kusuruh sopir taksi meluncur ke alamat tersebut.
"Pagi Fin"
Gila kulihat cantik sekali Findi pagi ini badannya yang dibalut kain ketat serta celana ketat tiga perempat seolah memamerkan semua tonjolan yang ia punya.
"Eh Abang.. Udah dateng kok cepat sekali?"
"Iya nih.. Ternyata posisiku tadi udah dekat.. Yuk" ajakku sambil mengandengnya masuk ke taksi. Terasa harum wangi parfumnya membuat 'adik'ku menggeliat.
Setelah memasuki taksi, kemudian kami meluncur dengan cepatnya, seakan tahu betul sopir taksi itu mengarahkan ke obyek wisata B.
"Kemana kita Bang?" Tanya Findi melihat taksi ke arah B
"Gimana kalo kita ke B, sambil lihat pemandangan. Di jakarta lihatnya gedung terus sih.."
"Boleh Bang.. Siapa takut.. Asal nggak aneh-aneh aja Abang"
"Aneh-aneh gimana maksudnya?"
"Ya kan dah lama nggak ketemu Mbak Risa.. Aku nanti jadi pelampiasan lagi" katanya sambil mengerling penuh arti.
"Dasar kamu.." kataku sambil kucubit dia.
Di perjalanan kami terus bercanda, cerita kesana-kemari sampe akupun agak lupa kalo tujuanku adalah investigasi Risa dan Rico. Hingga karena taksi dikemudikan sangat cepat maka tanpa diduga sebelumnya posisi taksiku persis di belakang mobil Risa yang dikemudikan Rico.
"Bang itu bukannya mobil Mbak Risa? Yang nyetir Rico kan? Mau kemana mereka? Kok kemari?"
"Itulah yang juga Abang ingin tahu, Abang sejak tadi membuntuti mereka. Trus Abang telp Findi, eh pas di kota U juga, jadi sekalian aja pikirku. Abang juga penasaran kok Fin"
"Pantesan sibuk terus mereka, jangan-jangan"Findi tak meneruskan kata-katanya, matanya berkaca-kaca, ia rebahkan tubuhnya ke dadaku.
"Bang.. Gimana nih Bang?"
"Udahlah Fin.. Gak pa-pa.. Santai aja, toh Findi kan juga sama Abang.. Jadi satu-satu nantinya hehe"
"Ih Abang genit..
"Katanya sambil terus merapatkan ke badanku seakan nggak mau ia lepaskan. Kulihat Findi mulai agak tenang.
Taksi kami terus mengikuti arah mobil Risa, dari belakang kulihat sesekali Risa mencium Rico, kadang sebaliknya Rico yang mencium Risa.
"Ih.. Mereka genit sekali" kata Findi sebel.
"Aku cium Abang juga ah.." Tanpa peduli pada sopir taksi tiba-tiba Findi menciumku.
"Ih nakal kamu" Padahal saat itu adikku betul-betul tegang, aku bergairah melihat apa yang akan diperbuat Risa dan Rico sekaligus bergairah karena Findi terus merapat ke badanku.
Tiba di kota B. Kulihat mobil Risa belok ke arah Hotel KDR, aku hafal betul karena di tempat itu aku dan Risa sering memadu kasih, lalu kuminta sopir taksi untuk terus dulu supaya nggak ketahuan mereka kalo aku dan Findi membuntuti.
"Bang mereka ke Hotel. Mau ngapain mereka? Masak konsultasi di Hotel?" Findi semakin sebel diliputi rasa cemburu, rasa yang sama yang pernah kurasakan dulu (Cemburu Membawa Sensasi).
"Udah Fin, tenang aja nanti kita ikutin mereka"
Setelah beberapa saat taksi kemudian kuminta berputar masuk ke hotel, aku berbincang-bincang sesaat dengan reseptionist yang aku udah lumayan kenal karena langganan lalu aku minta kamar di sebelah Risa dan Rico. Sedangkan sopir taksi kuminta dia pulang setelah kubayar, karena aku berpikir pulangnya bareng sekalian dengan Risa dan Rico.
Jalan menuju ke kamarku melewati depan kamar Risa dan Rico, saat aku lewat terdengar desahan-desahan yang sangat menggairahkan. Kurang ajar batinku ternyata mereka udah nggak mampu menahan lagi, tapi di sisi lain desahan-desahan itu justru membuatku terasa bergairah.
Begitu masuk kedalam kamar aku dan Findi segera mencari lubang yang dapat kami gunakan untuk mengintip aktivitas Risa dan Rico, tanpa menemui kesulitan kami menemukan lubang yang mampu melihat aktivitas mereka secara jelas namun tak mungkin mereka lihat karena tempatnya sangat tersembunyi.
"Oh Ris.. Aku kangen sekali ama tetekmu" ujar Rico sambil memegang dada Risa yang masih terbungkus kain lengkap.
"Ohh.. Ohh.. Aku juga Ric, aku kangen ama batangmu yang tegak itu" desah Risa sambil terus mereka berciuman bibir.
Kulihat Findi begitu dongkol melihat kelakuan mereka, namun sisi laen aku juga lihat kalo Findi wajahnya merah, kuduga selain menahan amarah ia juga menahan gairah melihat aktivitas Rico dan Risa. Perlahan kuraba paha Findi yang masih terus mengintip aktivitas Rico dan Risa.
"Ohh.. Oh.." Lenguhnya tanpa menggeser posisi mengintipnya.
Sementara di seberang kamar kulihat Rico telah berhasil melucuti pakaian atas Risa hingga yang tertinggal di atas hanyalah BH Risa.
"Ohh.. Ric.. Lidahmu nakal sekali"
"Tapi kamu suka kan?"
"He eh.. Ehm.. Oh.. Terusin nakalmu Ric, lepaskan BH ku" Risa semakin bernafsu.
Aku hafal betul kalau Risa paling tidak tahan jika teteknya di pegang. Dalam sekejap BH Risa sudah terlepas dari tempatnya, kini yang nampak adalah dua buah gunung kembar yang menjulang dengan puting yang sudah mengeras. Rico dengan lahap menjilati puting tersebut.
"Ohh.. Enak sekali Ric.. Kok bisa ya sekecil ini di jilat rasanya sampe ke ubun-ubun.. Oh" lenguh Risa dengan manja menahan gairah. Sementara aku sendiri terus bergerilya di paha Findi..
"Ough.. Ohh.. Enak Bang"
"Lepasin celanamu ya.." Pintaku dengan berbisik
"Ho.. Oh" Kulepas celananya yang tiga perempat, sengaja kusisakan CD-nya biar ada sensasi tersendiri.
"Uhh.. Bang" rintihnya ketika tanganku mengucap vegynya yang masih tertutup CD, namun nampak jelas rambut-rambutnya yang hitam kecoklatan.
"Ohh.. Ouhh.. Ohh.. Kamu pintar sekali Bang" desahannya makin keras tatkala kuraba bibir vegynya yang sudah basah.
Di seberang kamar kulihat Risa dan Rico sudah tak berpakaian lagi alias telanjang bulat. Risa kulihat sedang mengoral penis Rico.
"Ohh.. Ris enak.. Sekali.. Oh" Rico meracau.
"Enak mana ama kuluman Findi Ric?" Tanya Risa sambil terus mengoral.
"Enakan oralmu Ris".
Mendengar ucapan Rico, Findi menjadi jengkel. Seolah ia akan membuktikan ucapan Rico, kemudian ia segera melucuti celanaku. Terpampanglah penisku yang sudah tegak mengacung. Tanpa banyak basa basi ia langsung kulum penisku.
"Oh.. Ohh.." Bibir tipis Findi ternyata lihai juga mengoral penisku, memang kuakui bibir tebal Risa lebih mantap untuk mengulum penis, namun demi menyenangkan hati Findi aku tetap memuji dia.
"Auh.. Ogh, enak.. Fin.. Bohong kalo Rico bilang enakan kuluman Risa.. Ohh.." Seakan makin bersemangat Findi terus mengocok penisku dengan cepat.
"Oh.. Fin enak sekali.. Aku nggak tahan Fin.." sambil terus Findi mengulum penisku, tanganku menyelusup ke dada Findi, kutemukan dua gunung yang memang nggak sebesar punya Risa.
"Ohh.. Bang.. Aku bergairah sekali.. Bang.. Oh.."
Kulihat di kamar sebelah Risa dan Rico sudah tidur berpelukan, terdengar dengkuran halus Risa yang sangat kukenal. Karena aku dan Findi terlalu asyik bermain sehingga tidak sempat melihat sampai klimaks Rico dan Risa dalam mendaki kenikmatan.
"Bang masukin punyamu Bang.. Ohh.. Aku nggak tahan lagi" perlahan kumasukin penisku di vagy Findi.
"Pelan-pelan Bang.. Oh.. Nikmat.. Ohh"
"Ohh.. Ough.."
"Ouhh.. Ough.. Oghh.. Ohh" Kami terus berpacu mengjar nafsu yang semakin membara seolah lupa kalo di sebelah ada pasangan kita masing-masing.
"Ohh.. Bang aku hampir sampe"
"He eh.. Abang juga.. Dikeluarin dimana?"
"Di luar aja Bang aku lagi subur.. Oh"
"Ya udah Findi keluarin dulu.."
"Oh.. Bang.. Oh.. Ohh" Rintihan panjang Findi mengakhiri klimaksnya.
Ia semburkan lahar basahnya ke penisku, sementara penisku segera kutarik dan kukgoyang-goyangkan dengan keras di atas perut Findi.
"Ohh.. Ohh" cret cret spermaku keluar dengan derasnya di perut Findi.
Kami kemudian berpelukan sangat erat. Sementara itu di kamar sebelah Rico dan Risa masih tertidur, demikian pula dengan Findi, ia tertidur mungkin karena kecapekan. Sedangkan aku sendiri tak bisa tidur. Sambil menghisap rokok aku berpikir keras untuk menggali ide agar dapat menyelesaikan konflik perselingkuhan ini dengan happy ending dengan tanpa amarah bahkan kalo bisa dengan gairah, karena bagaimanapun awalnya aku yang salah dan aku memang sangat mencintai Risa, tapi vegy Findi pun juga lezat rasanya.
--
Setelah parkir di sebelah mobilku, Erwin dan Lily keluar dari mobil. Kulihat sepintas Lily menenteng celana dalam dan bra yang aku masih ingat tadi dipakainya sebelum berangkat.
"Apa yang telah mereka lakukan tadi..?" pikirku.
Belum sempat berpikir lebih lanjut, Erwin menyapaku duluan, "Wah wah wah.., rupanya kalian sudah mulai dan tak sabar menunggu kedatangan kita..?"
Diana sudah langsung menceburkan diri ke kolam renang di samping teras. Dengan telanjang tenang saja dia berenang. Aku tidak dapat mengikuti dia berenang karena memang aku tidak dapat berenang, tidak seperti istriku yang hampir tiap minggu berenang.
Ketika Erwin dan Lily sampai di teras, kutarik lengan istriku, kupeluk dan kucium lehernya. Bau sperma masih menyengat dari wajahnya.
"Aku ingin menyelesaikan permainan yang kamu ganggu tadi." kataku sambil meremas buah dadanya yang ternyata memang sudah tidak memakai bra.
"Tanya dulu sama dia, bukankah kita sudah sepakat..?" kata istriku menggoda sambil menoleh ke Erwin yang masih berdiri di belakangnya.
Erwin hanya tersenyum, "Boleh.., tapi setelah aku selesai dengan dia." jawabnya kalem, tapi tidak terlalu kuhiraukan.
Tanganku meremas pantatnya, kembali kurasakan kalau istriku sudah tidak memakai celana dalam di balik rok mininya, berarti Erwin sudah selesai dengan istriku, pikirku. Kembali aku mencium istriku, Erwin mendatangi istriku dari belakang, disibakkannya roknya ke atas hingga tampak pantat istriku yang telanjang. Erwin mengeluarkan kejantanannya tanpa membuka celana dan bajunya, hanya membuka resluiting celana. Dia mengusap-usapkan kejantanannya di pantat istriku yang kemudian mencondongkan tubuh dan mengangkat kaki kanannya hingga memudahkan Erwin untuk memasukinya dari belakang dengan tanpa melepas ciumannya dariku.
Lily istriku sedikit tersentak dan mendongak ke atas pertanda Erwin sudah berhasil membenamkan kejantanannya ke vaginanya. Sambil tetap memeluk tubuhku, istriku menerima kocokan Erwin dari belakang, sementara Erwin memegang pinggul istriku untuk lebih menghunjamkan kejantanannya lebih dalam di vagina. Istriku mulai mendesah kenikmatan di telingaku saat menerima kocokan ganas dari Erwin. Sodokan dan hentakan Erwin dapat kurasakan dari pelukan istriku.
"Yeah.. uugghh.. yess..!" desah istriku makin keras di telingaku sambil tangannya mulai mengocok kejantananku yang masih basah dari sisa Diana.
Aku mengimbangi dengan remasan-remasan di dadanya dan jilatan di leher, kocokan tangannya semakin keras sekeras sodokan Erwin padanya. Kulepas kaosnya dan rok mininya lewat atas, Erwin juga mengikuti melepas baju dan celananya hingga telanjang, karena dia juga sudah tidak bercelana dalam, maka itu dilakukan tanpa melepaskan kejantanannya dari vagina istriku.
Kini kami semua sudah telanjang bulat. Dan permainan diteruskan, kami main bertiga dengan Erwin sebagai leader karena dia sebagai 'owner' dari istriku saat ini dan aku adalah 'guest of honornya'. Dan aku harus terima kenyataan ini karena saat ini sebenarnya 'haknya' Erwin atas istriku dan sebaliknya 'hakku' atas istrinya. Sepintas kulihat Diana melihat permainan kami dari kolam renang, dia menikmati pertunjukan dimana suaminya sedang mengocok istriku di hadapanku. Tentu nanti akan terjadi sebaliknya, pikirku.
Lily membungkukkan badannya, kini kepalanya sejajar dengan kejantananku dan siap mengulumnya, ketika Erwin makin mempercepat tempo permainannya. Kami bergeser ke meja, istriku telentang di atas meja dan Erwin mengambil posisi di antara kakinya, aku mendekatkan kejantananku ke mulutnya yang segera disambutnya dengan kuluman ganas. Dengan sekali sodok ke vagina, melesakklah kejantanan Erwin kembali ke vagina istriku, dan langsung memompa dengan cepat. Tangannya meremas-remas kedua buah dada istriku sambil memilin putingnya dengan ringan.
"Uugghh.. eemmpphh.. eerrhh..!" desahan istriku yang tertahan keluar di sela kulumannya.
Ketika aku hampir memuncak, Erwin menarik kejantanannya dan menggeser ke posisiku untuk bertukar tempat, segera kami berganti posisi. Seperti halnya Erwin, dengan sekali sodokan keras kulesakkan kejantananku ke vagina istriku.
"Aauugg.. sshhitt..! Pelaan doong..!" teriak istriku sambil melepas kulumannya pada kejantanan Erwin.
Aku lupa kalau kejantanan Erwin tidak sebesar punyaku, sehingga istriku terkaget menerima sodokan kasar itu. Tapi tidak lama kemudian dia sudah dapat menguasai diri dan mengikuti irama kocokanku yang semakin cepat dan keras.
Tidak lama kemudian Erwin menyemprotkan spermanya di mulut istriku, Lily seolah menikmati aroma rasa sperma dan menjilati sisa di kejantanan Erwin hingga bersih. Tidak lama kemudian kocokanku makin keras dan tidak beraturan, dan menyemprotlah spermaku di vagina istriku bersamaan dengan dia mengalami orgasme. Aku segera menarik keluar dan menyodorkan ke mulutnya, kembali dia menjilati sisa sperma yang ada di kejantananku hingga bersih.
Kucium kening istriku dan kami bertiga menuju ke kolam renang untuk bergabung dengan Diana yang dari tadi menikmati pertunjukan threesome kami. Erwin, Diana dan Lily langsung menceburkan diri ke kolam, sementara aku hanya duduk di kursi samping kolam melihat mereka bertiga mandi telanjang.
Tidak lama kemudian kunikmati pertunjukan bagaimana Erwin menikmati istriku di kolam renang. Lily duduk di tepi kolam renang, sementara kepala Erwin sudah di antara kedua kakinya menikmati nikmatnya aroma vagina istriku. Tanpa menghiraukan dinginnya udara sore, istriku lalu mencebur ke kolam, mereka langsung berciuman dalam air. Dari bayangan air yang tidak terlalu jelas, sepertinya Erwin menggendong istriku secara berhadapan dan kaki istriku menggapit pinggangnya.
Mereka kembali 'in action', Erwin mengocok istriku dari depan sambil menggendongnya, karena di air maka tubuh istriku dengan mudahnya di angkat naik turun hingga semua kejantanannya masuk ke vaginanya bercampur dengan air kolam. Aku tidak dapat memperhatikan mereka lebih lanjut karena Diana sudah mendatangiku dan mulai menciumi punggungku. Kemudian aku terlalu sibuk menikmati Diana hingga tidak memperhatikan permainan mereka lebih lanjut.
Sebelum malam tiba kami telah menyelesaikan satu ronde di sekitar kolam renang, tapi aku masih penasaran karena belum merasakan kuluman Diana saat aku orgasme dan belum berhasil mendapatkan anal darinya.
Setelah makan malam, kami semua duduk di sofa ruang tengah sambil nonton VCD, pakaian yang kami kenakan hanya untuk sekedar mengusir dingin, tapi tetap membikin horny yang melihat, seminim mungkin pakaiannya, bila perlu tidak usah kalau tidak kedinginan. Istriku bercerita kenapa mereka terlambat datang. Dengan tenangnya dia duduk di samping Erwin, dia mulai bercerita.
"Kami sengaja jalan dulu ke Pasar Cipanas untuk mencari VCD porno di kaki lima pasar. Ketika menuju vila melewati jalanan setapak itu, kami menghentikan mobil di tepi jalanan yang sepi, karena jalan tersebut memang hanya menuju vila ini. Mulanya kami berciuman saja dan saling meraba, tetapi keadaan bertambah panas, maka pindah ke jok belakang. Erwin kemudian menyingkap rokku dan melepas celana dalamku lalu diikuti dengan melepas bra. Di jok belakang kami berciuman sambil tangan Erwin mengocok vaginaku hingga basah, lalu Erwin jongkok di depanku dan mengeluarkan kejantanannya. Ternyata dia sudah tidak memakai celana dalam, dengan mengangkat kakiku di pundaknya, dia memasukkan kejantanannya yang sudah mengeras ke vaginaku dan mulai mengocok dan menyodok. Mobil terasa bergoyang-goyang mengiikuti irama goyangan Erwin. Kemudian Erwin duduk di jok dan aku di pangkuannya, sekarang aku yang menggoyang-goyang di pangkuan Erwin dan mobil kembali bergoyang. Tidak lama kemudian Erwin menyemprotkan spermanya ke vaginaku, dan segera aku turun dari pangkuannya, kemudian kukulum kejantanannya hingga sisa sperma yang ada tak berbekas lagi karena sebagian sudah masuk ke mulut dan sebagian lagi di sapukan ke muka, leher dan dadaku. Makanya kami datang terlambat dan tubuhku tercium aroma sperma." cerita Lily pada kami.
Selama dua hari menginap kami berempat melakukan pesta sex hingga kepulangan balik ke Jakarta. Banyak kombinasi sex dan variasi yang kami lakukan, meskipun Diana seorang bi-sex, tapi karena istriku straight, maka kami tidak dapat menikmati permainan lesbi show.
Variasi aku bermain dengan Diana dan Istriku, sementara Erwin hanya melihat sambil memegangi sendiri kejantanannya yang akhirnya dikeluarkan di mulut salah satu Diana atau istriku, begitu sebaliknya. Dan juga bagaimana kami berdua, aku dan Erwin, secara bergantian mengeroyok Diana kemudian ganti mengeroyok istriku. Atau di ranjang yang sama kami main dengan pasangan masing-masing (bukan istri), kemudian berganti ke istri masing-masing tiap 5 menit dan kembali lagi ke pasangannya, yang keluar duluan jadi pononton. Atau siapa saja boleh melakukan terhadap istri/suami siapa saja dimana saja kapan saja asal dia mau.
Sepertinya kami berada di surga dunia, yang hanya berhenti bermain sex apabila saatnya makan tiba. Banyak yang kami lakukan bersama-sama, baik di ranjang, ruang tamu, kolam renang, taman, sambil makan atau bahkan di mobil. Tapi dari semua itu yang paling berkesan adalah ketika kami bermain sex dengan istri masing-masing di ruang tamu. Aku lagi mengocok istriku dengan doggie style di kursi sementara Diana duduk di pangkuan Erwin dengan posisi membelakangi suaminya di kursi sofa yang sama.
Ternyata mereka melakukan anal. Sambil mengocok istriku dari belakang, kuremas-remas buah dada Diana. Kulihat Diana menggosok-gosok klitorisnya dengan jari tangannya ketika menggoyang kejantanan Erwin yang tertanam di anusnya. Beberapa saat kemudian kukeluarkan kejantananku dari vagina istriku, kudekati Diana dari depan dan kucium bibirnya. Dia mengocok kejantananku dengan tangannya sambil tetap bergoyang di atas pangkuan suaminya, kemudian kudekatkan kejantananku ke tubuhnya, kuusapkan ke daerah sekitar vagina, dia menghentikan gerakannya.
Perlahan kudorong masuk kejantananku ke vaginanya yang terasa begitu sempit karena dinding vaginanya terdorong oleh kejantanan Erwin dari anus. Kuangkat kaki kanannya untuk memudahkan menembus vaginanya. Liang Vagina Diana jadi begitu sempit, dengan kesabaran dan pelan-pelan akhirnya aku dapat membenamkan seluruh kejantananku di vagina Diana. Kini dia menerima dua kejantanan di kedua lubangnya. Terlalu sulit bagi Diana maupun suaminya untuk bergoyang, maka aku lah yang mendapat kewajiban mengocok vaginanya.
Dengan satu goyangan dariku, baik Erwin maupun istrinya merasakan sensasi yang luar biasa. Kurasakan ganjalan kejantanan Erwin di dinding vagina istrinya saat aku mengocok keluar masuk. Sementara istriku mendekat ke arah Erwin dan mereka berciuman ketika aku mengocok vagina istrinya.
Tidak lama kemudian kurasakan denyutan pada dinding vagina Diana diikuti erangan keras dari suaminya. Ternyata Erwin menyemprotkan spemanya di anus istrinya, kuteruskan kocokanku. Sebenarnya aku berniat untuk mengganti posisi Erwin di anus Diana, tapi dia tidak mengijinkan. Setelah Erwin mengeluarkan kejantanannya dari anus istrinya, maka aku pun mengeluarkan dari vaginanya dan kembali berpaling ke istriku yang dari tadi memperhatikan aksi kami.
Setelah cukup lama aku mengocok istriku dengan berbagai posisi dan disaksikan suami istri Erwin-Diana, akhirnya aku mengalami orgasme. Kusodorkan kejantananku yang baru menyemprotkan sperma di vagina istriku ke mulut Diana yang lagi duduk di sebelah suaminya. Tanpa ragu disambutnya dengan penuh hasrat. Itulah variasi yang paling berkesan.
Kami memang sering melakukan acara seperti ini, terutama dengan pasangan yang usianya sebaya dengan kami. Just for fun dan sekedar mencari variasi dari pada selingkuh di belakang pasangan kami masing-masing. Lebih baik selingkuh 'resmi' seperti ini, paling tidak itu lah pemikiran kami saat ini, dan kami yakin banyak yang tidak setuju maupun yang setuju.
--
Rabu, 08 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar